Opini
Antara Polusi dan Pertumbuhan Ekonomi
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
TanahRibathMedia.Com—Ancaman tersembunyi kian nyata terasa. Ya, polusi udara makin mencekam dari hari ke hari tanpa kita sadari. Malapetaka besar terus mengintai kesehatan manusia dan iklim secara global.
Kemajuan teknologi yang diawali revolusi industri membawa dampak nyata bagi kehidupan. Namun sayang, dampak yang ada lebih menjurus menuju kerusakan. Indonesia merupakan salah satu negara yang tergolong krisis kualitas udara. Jakarta misalnya, salah satu kota dengan jumlah penduduk terpadat menghadapi masalah serius sebagai dampak rusaknya kualitas udara. Buruknya kualitas udara terkategori buruk bagi kelompok sensitif. IQAir mencatat indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta termasuk dalam posisi ke-5 yang terburuk di dunia (tvonenews.com, 17-9-2024). Bahkan dilaporkan juga bahwa Jakarta terkategori kota dengan kualitas udara terburuk ke-2 sedunia pada tanggal 16 September 2024 (liputan6.com, 16-9-2024).
Dampak Sistematis Penerapan Kebijakan Rusak
Masalah polusi udara ini pun menjadi sorotan Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2024 pada 6 September 2024 lalu di Jakarta Convention Center (jawapos.com, 12-9-2024). Dalam forum tersebut dikatakan bahwa polusi udara kian mengkhawatirkan sehingga membutuhkan solusi sistematis untuk membereskan masalah ini. Tidak adanya integrasi data dan inventarisasi sumber emisi diklaim sebagai penyebab utama yang dapat menjadi dasar dalam penetapan kebijakan pengendalian polusi udara.
Pada peringatan Hari Udara Bersih Internasional yang diselenggarakan UNEP (United Nations Environment Programme) PBB pada 7 September 2024 lalu menyisakan banyak harapan. Peringatan yang bertemakan "Investasi in Clean Air Now" bertujuan memperbaiki kualitas udara hingga mampu melahirkan langit biru dan bumi yang lebih ramah bagi lingkungan dan kehidupan. Namun sayang, program ini ternyata hanya solusi tambal sulam karena berbagai kebijakan yang menghalang. Salah satunya terkait penerapan konsep EBT (Energi Baru Terbarukan).
Dorongan untuk menerapkan konsep EBT terus digaungkan untuk menggapai solusi masalah lingkungan. Namun faktanya, solusi ini hanya sekedar wacana yang tidak membuahkan hasil. Bahkan bisa dikatakan sebagai solusi mengada-ada yang tidak sesuai dengan kebijakan yang kini diterapkan. Pasalnya arus industrialisasi kian liar dan ugal-ugalan dengan alasan menggenjot pertumbuhan ekonomi. Pencemaran udara yang ditimbulkan, tidak diperhitungkan hingga berdampak pada buruknya kualitas udara dan lingkungan yang menyokong kehidupan.
Keberadaan EBT pun tidak murni ditujukan demi memperbaiki lingkungan dan kualitas udara. Lagi-lagi, pengembangan EBT ini hanya berujung pada kepentingan bisnis para oligarki kapitalis. Keuntungan materi terus diperjuangkan demi pundi-pundi keuntungan. Di sisi lain, negara justru berfungsi sebagai regulator yang memuluskan kepentingan para oligarki melalui berbagai regulasi yang diciptakan sesuai kepentingan dan pesanan. Wajar saja, keadaan lingkungan kian tidak layak. Polusi pun kian membumbung tinggi dan merusak kualitas kehidupan. Kebutuhan rakyat terhadap kualitas udara kian terabaikan.
Betapa rusaknya tata kelola lingkungan dan kebijakan dalam kendali sistem kapitalisme. Sistem rusak ini hanya mengedepankan keserakahan penguasa yang abai pada kehidupan rakyat. Konsepnya yang absurd niscaya menjauhkan rakyat dari kualitas hidup yang lebih baik. Justru sebaliknya, rakyat kian menderita karena terus-terusan menjadi korban kapitalisasi beragam bentuk sumber kehidupan.
Islam Menjaga Kehidupan
Sistem Islam menetapkan bahwa kepentingan rakyat adalah satu-satunya urusan utama yang mesti didahulukan. Dan negara menjadi satu-satunya lembaga yang mampu mewujudkannya.
Rasulullah SAW. bersabda,
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR. Al Bukhori).
Pandangan ini hanya mampu terwujud dalam tatanan sistem dalam institusi yang bijaksana mengurusi, yakni sistem Islam dalam wadah khilafah yang amanah.
Khilafah akan menetapkan penerapan sistem ekonomi yang tangguh dan mumpuni. Yakni dengan menerapkan konsep pengaturan kekayaan dan sumberdaya alam secara mandiri. Sehingga seluruh hasilnya mampu dinikmati rakyat. Dengan demikian, kesejahteraan rakyat terjaga dengan mekanisme yang apik dan mencukupi. Bangunan ekonomi pun akan terbentuk dalam pondasi yang kuat.
Kokohnya sistem ekonomi akan berdampak pada beragam kebijakan yang mengatur urusan rakyat. Salah satunya penjagaan lingkungan yang wajib diterapkan negara melalui beragam kebijakan yang jelas dan tegas mengikat. Karena lingkungan yang terjaga akan membuahkan kelestarian yang akan dinikmati seluruh rakyat.
Khilafah pun akan tegas memberikan sanksi pada industri yang merusak kualitas udara dan lingkungan. Untung rugi tak lagi menjadi basis pengaturan dalam penetapan kebijakan. Dalam Islam, nyawa rakyat adalah hal utama yang wajib dipelihara, sehingga setiap regulasi yang tercipta senantiasa mengarah pada penjagaan rakyat. Dalam khilafah, pengelolaan lingkungan tidak akan diorientasikan sebagai ladang bisnis. Pengelolaan lingkungan akan diatur khilafah dengan mengedepankan kelestariannya. Sehingga mampu menyokong kualitas hidup agar lebih tertata. Tidak hanya itu, lingkungan pun menjadi sumber kehidupan yang mampu terjamin keberadaan dan kelestariannya.
Sempurnanya pengaturan konsep kehidupan dalam kendali Islam. Dengannya hidup terjaga, kualitasnya pun terjamin sempurna. Berkah melimpah dalam tatanan sistem yang amanah. Wallahu a'lam bisshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar