Opini
Aparat Represif Bukti Rezim anti Kritik
Oleh: Izma Adiba
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Semua lapisan masyarakat bergerak melawan kezaliman. Aksi dilakukan dari kalangan mahasiswa, tokoh publik, dan tak ketinggalan barisan emak-emak sebagai upaya mengingatkan pemerintah karena telah menyalahi konstitusi yang mereka sepakati sendiri. Para demonstran menuntut DPR RI membatalkan pengesahan RUU Pilkada. Sayangnya, pemerintah justru merespon dengan mengerahkan aparat keamanan untuk mengamankan masa aksi. Bahkan aparat menyemprotkan gas air mata kepada para peserta aksi.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat beberapa kasus tindakan represif aparat ketika aksi mahasiswa kawal putusan MK di berbagai daerah.
Ketua YLBHI Muhamad Isnur mengungkapkan adanya tindakan represif pihak kepolisian yang terjadi di Semarang, Makassar, Bandung dan Jakarta. Sampai pada Kamis malam (22-8-2024) lembaga tersebut menerima laporan terkonfirmasi 11 massa ditangkap polisi dan satu orang lainnya mendapat doxing. Bahkan seorang mahasiswa yaitu Andri Andriana mahasiswa Unibba Bandung terancam kehilangan penglihatan mata kirinya (tempo.co, 25-8-2024).
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat adalah bukti pemerintah saat ini represif dan anti kritik. Ketika rakyat menyuarakan aspirasi atas pelanggaran konstitusi, rakyat dilarang mengritik kebijakan tersebut, bahkan dengan teganya mengerahkan aparat demi memuluskan kepentingan mereka. Itulah fakta di balik bobroknya sistem saat ini. Sistem yang mengultuskan demokrasi namun justru anti dikritisi. Sistem yang mendewakan konstitusi namun penguasa ringan menganulir konstitusi jika tidak sejalan dengan kepentingan diri. Sistem yang mengatasnamakan rakyat, namun tak segan mengacung tongkat saat rakyat melakukan koreksi. Lalu, masihkah terus berharap pada demokrasi?
Hal ini berbeda dengan Islam. Islam menetapkan bahwa aspirasi dari rakyat adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan karena menasehati penguasa adalah bagian dari hukum syariat. Seperti sabda Rasulullah saw., “Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Maksud dari hadis tersebut ialah bahwa menegakkan amar makruf nahi mungkar, memperjuangkan kebenaran, dan melawan kebatilan yang dilakukan penguasa zalim adalah jihad yang paling mulia.
Sebuah hadis lain menyebutkan, dari Aisyah ra. beliau berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Ya Allah, barang siapa yang menguasai suatu urusan umatku lalu ia mempersulitnya maka persulitkanlah baginya, dan siapa mengurusi urusan umatku lalu berlemah lembut pada mereka permudahkanlah baginya.” (HR. Muslim).
Hadis ini menerangkan larangan seorang pemimpin untuk bersikap arogan, represif dan mempersulit urusan rakyatnya, karena seorang pemimpin harus memberikan pelayanan yang maksimal serta tidak mempersulit rakyat. Pemimpin yang bersikap arogan pada rakyatnya, niscaya Allah akan mempersulit urusannya di dunia dan akhirat.
Pemimpin juga dilarang bersikap otoriter. Dari Aidz bin Amru ra, ia berkata, “Hai anakku saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya sejahat-jahatnya pemimpin yaitu ia yang kejam (otoriter) maka janganlah kau tergolong dari mereka.” (HR. Bukhari Muslim).
Sejatinya seorang pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya. Rakyat memiliki hak dan pemimpin memiliki tanggung jawab. Antara keduanya harus seimbang. Dan Allah membenci pemimpin yang mengejar jabatan. Dari Sa'id Abdurrahman bin Samura ra. ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda “Ya Abdurahman jangan menuntut kedudukan dalam pemerintahan karena jika kau diserahi jabatan untuk melaksanakannya kau akan dibantu Allah. Tetapi jika jabatan itu atas permintaanmu maka akan diserahkan ke atas bahumu. Apabila kau telah bersumpah untuk suatu kemudahan ternyata kau lakukan lainnya maka tebuslah sumpah itu dan kerjakan yang lainnya” (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadits lainnya Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa menyerahkan jabatan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari).
Oleh karena pemimpin adalah amanah maka penting bagi kita memilih pemimpin yang sesuai syariat dan mau menerapkan syariat Islam dalam kehidupan. Dan keadaan ini hanya akan kita dapatkan jika hukum Allah Swt. diterapkan secara kafah. Umat Islam akan dipimpin seorang khalifah yang adil, jujur, amanah, dan takut pada Allah Swt. Ialah pemimpin yang akan mengurusi segala urusan rakyatnya dan siap dikritik ketika kebijakannya tidak sesuai dengan hukum syarak.
Patut dipahami bahwa dalam sistem kenegaraan Islam, terdapat mekanisme untuk menjaga agar pemerintah tetap berada di jalan Allah. Yakni adanya lembaga seperti Majelis Ummah dan Mahkamah Madzalim. Dalam Majelis Ummah, pemerintah menerima segala bentuk aduan, kritik dan saran yang membangun dari masyarakat. Jika aparat pemerintah terindikasi berbuat curang, menyalahgunakan wewenang, atau menyalahi hukum, maka kasusnya akan diselesaikan oleh qadli madzalim.
Islam menjadikan amar makruf nahi munkar sebagai kewajiban setiap individu, kelompok, dan masyarakat. Dan kewajiban ini dapat berjalan dengan baik saat aparatur negara menyadari bahwa tujuan muhasabah, segala kritik dan koreksi adalah demi tegaknya aturan Allah di muka bumi. Dengannya akan terwujud dengan sempurna baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Negara yang makmur, rakyatnya sejahtera, rajin Ibadah dan mendapat rida dari Allah swt. Wallahu a'lam bi ash-showab.
Via
Opini
Posting Komentar