Opini
Aparat Represif, Demokrasi anti Kritik?
Oleh: Ummu Nabilah
(Aktivis Muslimah Gresik)
TanahRibathMedia.Com—Unjuk rasa dengan melakukan berbagai aksi di ruang terbuka sering menjadi pilihan bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya. Begitu juga dengan mahasiswa yang mengawal putusan MK baru-baru ini. Di Makassar, Yogyakarta, Semarang, Bandung, dan Jakarta, mahasiswa bergerak mendatangi kantor pemerintahan dan berorasi. Menyikapi hal ini, pihak kepolisian yang seharusnya menjaga dan mengawal jalannya aksi justru bertindak represif, melakukan kekerasan, dan penangkapan.
Viral di medsos X, unggahan akun @aingriwehuy yang mengungkapkan tindakan para aparat yang berlebihan terhadap aksi yang dilakukan oleh mahasiswa di Semarang. "30-an massa aksi yang ditangkap/diculik sampai saat ini belum dibebaskan dan belum boleh didampingi tim pendamping hukum." (x.com,27-8-2024).
Tindakan represif kepolisian ini mendapat kecaman dari berbagai pihak, di antaranya dari Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menerima puluhan aduan terkait dengan tindakan kekerasan dan penangkapan yang dilakukan aparat saat mengawal aksi mahasiswa. Muhammad Isnur, Ketua YLBHI mengomentari, bahwa tindakan represif ini merupakan pelanggaran hukum, tindak pidana, dan melanggar peraturan internal Kapolri.
Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Prof. Koentjoro juga menyayangkan sikap kepolisian yang berbeda-beda dan terkesan tidak kompak. Sebab, di Yogyakarta, Suwondo Nainggolan, Kapolda Yogyakarta turun dan berdialog bersama massa sehingga bisa mengendalikan aksi. Sedangkan sebagian besar polisi bertindak represif saat mengawal aksi mahasiswa. "Kita harus mengingatkan kepada polisi bahwa Jokowi dapat dibela, jika menjalankan fungsinya sebagai presiden dengan benar. Namun, polisi harus menolak (mengayomi) jika Jokowi menjalankan dan menyalahgunakan fungsinya sebagai ayah Gibran dan Kaesang," ujarnya (tempo.co, 25-8-2024).
Kebebasan perilaku, kepemilikan, dan bersuara menjadi prinsip dasar dalam sistem demokrasi. Terhadap sikap kritis dari masyarakat dan mahasiswa, seharusnya negara memberi ruang dialog, menerima utusan, dan tidak mengabaikannya. Namun, seringkali aparat keamanan terlibat dalam tindakan represif yang membatasi kebebasan tersebut. Hal ini mengindikasikan adanya cacat dalam implementasi demokrasi. Sejatinya demokrasi tidak memberi ruang akan adanya kritik dan koreksi dari rakyat.
Dalam ajaran Islam, hak untuk menyampaikan pendapat dan kritik merupakan bagian dari prinsip keadilan dan kebenaran yang harus dijunjung tinggi. Islam mengajarkan pentingnya perlindungan terhadap kebebasan berpendapat sebagai bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh agama. Islam sangat mendorong umatnya untuk berbicara dengan kebenaran dan keadilan.
Dalam Al-Qur'an, Allah Swt. berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, meskipun terhadap dirimu sendiri, atau ibu bapakmu, atau kerabatmu.” (TQS An-Nisa: 135).
Ayat ini menekankan pentingnya menegakkan keadilan dan kebenaran, bahkan jika itu berarti harus menyampaikan kritik terhadap pihak-pihak tertentu, termasuk pemerintah atau aparat.
Islam dengan tegas melarang segala bentuk kezaliman dan penindasan. Rasulullah saw. bersabda: “Bantulah saudara-saudaramu, baik mereka yang zalim maupun yang dizalimi. Jika mereka zalim, cegahlah kezaliman mereka. Jika mereka dizalimi, bantu mereka.” (HR Bukhari)
Tindakan represif dari aparat, yang mengekang kebebasan berpendapat dan menindak kritik secara tidak adil, merupakan bentuk kezaliman. Islam menuntut agar tindakan tersebut dicegah dan diperbaiki. Islam menganjurkan umatnya untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik dan penuh hikmah. Dalam hadits, Rasulullah saw bersabda: “Agama ini adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Rasulullah saw menjawab, “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin dan umat Islam.” (HR. Muslim)
Memberi nasihat yang baik, termasuk memberikan kritik yang membangun kepada pemerintah atau aparat dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam sangatlah dianjurkan. Dalam kehidupan kaum muslimin secara kolektif, penting untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia yang sesuai dengan ajaran Islam. Aparatur negara harus diawasi dan dipastikan bertindak sesuai dengan hukum dan prinsip keadilan Islam. Salah satu mekanisme untuk menjaga agar pemerintah tetap berada di jalan Allah adalah adanya muhasabah lil hukam, juga lembaga seperti Majelis Ummah dan Qadli Madzalim.
Islam menjadikan amar makruf nahi munkar sebagai kewajiban setiap individu, kelompok, dan masyarakat. Penguasa haruslah memahami hal ini sehingga tujuan adanya muhasabah, yaitu tetap tegaknya aturan Allah dibumi akan tercapai. Dengan adanya jalinan kerjasama yang baik antara masyarakat dan negara untuk menjaga agar tetap dalam koridor hukum Allah, negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur akan terwujud nyata. Wallahu a'lam bi ash-showab
Via
Opini
Posting Komentar