Opini
Batam dalam Cengkeraman Narkoba
Oleh: Mutiara Hasanah, S.ST.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Pemerintah dianggap jalan di tempat dalam memberantas gurita bisnis narkoba. Alih-alih berkurang, peredaran narkoba malah makin merajalela. Ironis, negara kepulauan tampaknya menjadikan penyelundupan narkoba makin mudah. Di Batam, Polda Kepulauan Riau (Kepri) mengonfirmasi pemeriksaan terhadap lima anggota Satuan Reserse Narkoba Polresta Barelang terkait dugaan pelanggaran dalam penanganan kasus narkoba.
Sebelumnya, sepuluh anggota, termasuk mantan Kasatnarkoba Polresta Barelang, telah diberhentikan tidak dengan hormat setelah ketahuan menyisihkan 1 kg sabu sebagai barang bukti. Proses hukum dan etik terhadap mereka masih berlangsung (Antaranews.com, 20-9-2024).
Batam bukanlah tempat pertama atau satu-satunya yang menjadi arena bagi sindikat narkoba. Banyak daerah lain di Nusantara juga menjadi target pasar dan tempat produksi narkoba. Penangkapan sindikat sering diberitakan, namun yang tertangkap umumnya adalah bandar kecil, sementara bandar besar beserta jaringan mereka sulit untuk diberantas.
Badan Narkotika Nasional (BNN) pun belum berhasil menanggulangi jaringan besar narkoba. Terlebih, tidak jarang ada oknum aparat yang terlibat. Ini adalah gambaran suram negeri dengan mayoritas penduduk Muslim. Narkoba yang jelas-jelas haram justru semakin meluas dan merajalela.
Ada lima faktor yang menyulitkan pemberantasan narkoba. Pertama, sistem kehidupan yang sekuler menjauhkan orang dari aturan agama, sehingga perilaku makin tak terkendali. Banyak orang tidak menyadari konsekuensi dari tindakan mereka, hanya mengejar kesenangan fisik, dan dengan demikian tidak menjauhi narkoba yang berbahaya.
Kedua, sistem pendidikan yang tidak berlandaskan akidah menjadikan siswa sasaran empuk pasar narkoba. Mereka menjadi rentan dan mudah terpengaruh. Kurikulum yang hanya fokus pada akademik tanpa pendidikan agama menghasilkan generasi yang cerdas tetapi berpotensi bahaya.
Ketiga, sistem ekonomi kapitalis membuat banyak orang tidak ragu untuk terlibat dalam penjualan narkoba. Halal dan haram bukan menjadi pertimbangan, mereka hanya berorientasi pada keuntungan. Kondisi kemiskinan dan kesenjangan yang diciptakan oleh sistem ini mendorong banyak orang, termasuk ibu rumah tangga, untuk terlibat dalam perdagangan narkoba demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Keempat, sanksi hukum yang lemah sering kali membuat bandar narkoba hanya mendapatkan hukuman ringan. Hukum di negeri ini sering tidak adil, dengan penegakan hukum yang tebang pilih dan budaya suap yang menghambat pemberantasan kasus narkoba. Banyak aparat penegak hukum yang diduga terlibat dalam melindungi sindikat narkoba.
Kelima, sistem politik dalam pemerintahan demokrasi hanya menguntungkan oligarki yang tidak peduli pada nasib rakyat. Mereka lebih fokus pada pengumpulan kekayaan dan perlindungan kekuasaan. Siapa pun yang dapat memberikan keuntungan akan dilindungi, termasuk bandar narkoba dan bandar judi yang merusak bangsa. Akibatnya, banyak pelaku bisnis narkoba merasa lebih aman beroperasi di negara ini.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan narkoba merupakan isu sistemik yang tidak bisa diselesaikan dari satu aspek saja. Solusinya harus dilakukan secara menyeluruh dan simultan, mencakup sistem kehidupan, pendidikan, ekonomi, hukum, dan politik pemerintahan.
Akar masalah sulitnya pemberantasan narkoba dapat ditelusuri pada tidak diterapkannya hukum Allah Ta’ala. Sistem kehidupan, ekonomi, dan politik yang ada saat ini bertentangan dengan prinsip Islam. Oleh karena itu, masalah ini tidak kunjung selesai jika hanya mengandalkan akal manusia.
Sebagai agama yang sempurna, Islam menyediakan berbagai mekanisme untuk mengatur kehidupan umat, termasuk dalam upaya memberantas bisnis haram seperti narkoba. Negara seharusnya serius dalam menanggulangi masalah narkoba, karena tugasnya adalah melindungi masyarakat dari segala bentuk bahaya.
Sistem kehidupan yang berlandaskan akidah akan mendorong rakyat untuk hidup dalam ketakwaan. Alih-alih mendekati narkoba yang jelas haram, mereka akan berusaha untuk melakukan amal saleh yang bermanfaat bagi diri dan masyarakat. Sistem pendidikan yang berlandaskan akidah juga akan membentuk anak didik yang berpikir matang, sehingga kecerdasannya dapat digunakan untuk menciptakan teknologi yang membantu kehidupan.
Sistem ekonomi Islam yang hanya memperbolehkan transaksi halal akan membuat semua orang menjauhi bisnis haram. Ekonomi Islam juga berpotensi mengurangi kemiskinan karena pengelolaannya berfokus pada kepentingan umat. Dengan demikian, tidak akan ada yang terpaksa melakukan maksiat hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Ditambah lagi, sistem politik pemerintahan yang berfungsi sebagai pengurus dan pelindung umat, akan menjamin kebutuhan dasar masyarakat, seperti pangan, papan, sandang, pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Semua ini akan menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat, sehingga tidak ada yang merasa stres hingga mencari pelarian dalam narkoba.
Sistem sanksi yang tegas akan mengurangi jumlah orang yang membandel terhadap syariat. Hukuman bagi pengedar dan bandar narkoba termasuk dalam kategori hukum takzir, yaitu hukum yang ditetapkan oleh khalifah.
Dalam praktiknya, untuk memberantas narkoba dengan tuntas, Islam memerlukan dukungan dari tiga pilar: individu, masyarakat, dan negara. Individu yang memahami syariat, ditopang oleh kontrol masyarakat, serta penerapan hukum Islam oleh negara, akan menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai. Bukan hanya narkoba yang akan hilang, tetapi juga segala bentuk bisnis haram lainnya. Wallahualam
Via
Opini
Posting Komentar