Opini
Beras Mahal, Siapa yang Diuntungkan?
Oleh: Adilah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Indonesia merupakan negara agraris yang didukung dengan kondisi iklim tropis karena letaknya berada dekat dengan garis khatulistiwa. Sehingga memiliki intensitas curah hujan dan penyinaran matahari yang baik untuk tumbuh kembang tumbuhan. Berdasarkan dengan potensi geografisnya, Indonesia secara tidak langsung memiliki SDA yang berlimpah dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dengan kondisi alam yang strategis, masyarakat Indonesia memanfaatkan lahan-lahan subur untuk bercocok tanam. Maka tak heran, banyak sekali masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai petani di area perkebunan dan persawahan. Dengan kondisi seperti ini, dapat dipastikan akan memberikan keuntungan bagi Indonesia dalam hal pemenuhan ketahanan pangan. Fakta yang kita ketahui, beras merupakan makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia, seperti yang orang tua sering katakan “belum disebut makan kalau tidak dengan nasi”. Dengan SDA yang berlimpah ruah ini, sudah sepatutnya kita bersyukur dengan cara memanfaatkan SDA yang ada dengan baik.
Namun jika kita melihat fakta yang ada saat ini, harga makanan pokok masyarakat Indonesia yakni beras berada pada taraf yang mengkhawatirkan. Karena beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia otomatis, prioritas uang belanja digunakan untuk membeli beras. Tetapi jika beras sendiri harganya mahal, akan mengurangi daya beli masyarakat untuk membeli kebutuhan lainnya. Inilah yang menyebabkan kemiskinan makin melambung tinggi, terutama bagi mereka yang sudah berada di ambang kemiskinan, akan divonis jatuh miskin karena tingginya inflasi atau kenaikan harga kebutuhan pokok. Alih-alih membeli lauk pauk untuk menambah asupan gizi, untuk membeli sesuap nasi saja mereka harus berpikir dua kali.
Bank Dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia 20 persen lebih tinggi daripada harga beras di pasar global. Bahkan saat ini harga beras konsisten tertinggi di kawasan ASEAN. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk menilai tingginya harga beras ini terjadi karena beberapa hal, seperti kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi hingga pengetatan tata niaga melalui non tarif. Carolyn juga mengatakan bahwa kebijakan yang mendistorsi harga ini menaikkan harga produk dan mengurangi daya biaya saing pertanian. Begitulah ungkapnya dalam forum Indonesia Internasional Rice Conference (IIRC) 2024 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) (Kompas.com, 20-09-2024).
Lebih parahnya, petani yang menjadi bos di dunia pertanian justru tidak menikmati keuntungan. Bahkan, saat harga beras naik sekali pun. Yang ada mereka malah rugi, dikarenakan para petani harus menanggung sendiri semua biaya mulai dari menanam hingga memanen dan mirisnya hasil panen akan dibeli dengan harga yang murah. Namun, apabila petani tidak memiliki modal untuk membeli bibit, pupuk, air, dan lain-lain, maka sawah mereka akan dibiarkan terbengkalai.
Direktur Distribusi dan Cadangan pangan (Badan Pangan Nasional), Rachmi Widiriani menuturkan, biaya produksi beras di dalam negeri memang telah meningkat. Hal ini penting untuk memastikan petani juga mendapatkan keuntungan yang layak dari hasil pertanian mereka. Harga gabah yang di terima petani bahkan melebihi harga pembelian pemerintah (HPP), memberikan keuntungan bagi mereka. “Kalau kita perhatikan memang betul harga beras di dalam negeri saat ini sedang tinggi, tapi memang biaya produksinya juga sudah tinggi, sehingga kalau kita runtut dari cost factor produksi beras dalam negeri, kalau kita perhatikan memang tinggi, jadi petani juga berhak mendapatkan keuntungan. Dan saat ini sebetulnya saat-saat yang membahagiakan petani karena harga gabah mereka dibeli diatas HPP,” ujar Rachmi kepada media (19-9-2024).
Namun dengan adanya rencana ingin menyejahterakan petani, di sisi lain pemerintah justru mencekik masyarakat lain yang nota benenya bukan petani, jadi tetap saja ada pihak lain yang dirugikan. Jika ditelusuri lebih lanjut, sejatinya beras mahal tak lain tak bukan disebabkan karena tata kelola pangan negara berbasis kapitalisme global. Yang mana, aspek produksi sampai distribusinya dapat dengan mudah dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu, yaitu para kapitalis. Mereka dapat dengan mudah mempermainkan harga sedemikian rupa, hanya demi mendapatkan keuntungan tak terhingga.
Begitulah, di satu sisi rakyat kecil kesulitan dalam merintis usaha untuk mendapatkan pundi-pundi uang. Di sisi lain, negara seakan tak berdaya berhadapan dengan para kapitalis. Hal ini disebabkan karena, sudut pandang negara dalam mengurus negeri ini juga berbasis sekuler kapitalis. Yang mana, pelayanan terhadap masyarakat disandarkan pada untung rugi. negara bukanlah sebagai pelayan rakyat, melainkan bertindak bagai budak yang tunduk pada kepentingan kapitalis.
Berbeda dengan sistem Islam, yang mampu menjadi satu-satunya solusi hakiki bilamana sistem Islam diterapkan di seluruh aspek kehidupan terutama dalam tatanan negara. Politik ekonomi di dalam Islam akan menjamin terpenuhinya semua kebutuhan masyarakat serta kestabilan harga pangan yang menguntungkan semua pihak. Islam memiliki beberapa cara yang dapat digunakan dalam menangani masalah ini. Salah satunya adalah dengan memperhatikan pada aspek produksi dan distribusi. Pada aspek produksi ada dua hal yang harus dipenuhi yaitu kebutuhan pokok per individu atau individu dapat mengupayakan sendiri dengan dukungan negara.
Negara harus memberikan kemudahan kepada masyarakat dengan beberapa hal seperti menyediakan lapangan kerja, memberikan fasilitas, adanya pengawasan pada gaji atau upah, mengadakan training supaya SDM negara berkualitas, dan membuat aturan usaha yang adil dan tidak hanya berpihak pada para pemodal saja.
Aspek kedua, berkaitan dengan distribusi atau tata niaga, negara harus menjamin tersalurkannya beras dan kebutuhan pokok lainnya kepada setiap individu rakyatnya,. Negara juga harus mengupayakan kemandirian pangan. Impor boleh saja dilakukan juga benar-benar terpaksa dan semata-mata dilakukan untuk kepentingan masyarakat. Serta memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada masyarakat dalam pengelolaan sumber daya yang ada. Semua ini hanya bisa diterapkan jika negara bergerak sebagai pelindung, penjaga, dan pelayan bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Waallahu a’lam.
Via
Opini
Posting Komentar