Opini
Gas Langka, Ironi Negeri Kaya
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Lagi-lagi warga Batam, Kepulauan Riau, kembali dibuat resah akibat kelangkaan gas LPG 3 kg. Saat dikonfirmasi kepada pihak pangkalan, mereka juga mengeluhkan hal yang sama terkait tersendatnya pasokan gas dari agen. Akibatnya tidak sedikit dari warga yang mengeluh akibat kelangkaan yang terjadi ini. Bahkan banyak warga berlalu-lalang mencari gas sembari menenteng tabung kosong di jalan raya (batampos.jawapos.com, 24-9-2024).
Pihak Pertamina dan Disperindag mengungkapkan, selain karena keterlambatan penyalurannya, menurut mereka, kelangkaan gas LPG ini juga dinilai karena pengguna tidak tepat sasaran. Gas LPG 3 kg yang seharusnya untuk kebutuhan warga miskin, juga digunakan oleh sektor usaha.
Kelangkaan gas LPG yang terjadi di Batam bukanlah kali ini saja. Sebelumnya bahkan sudah puluhan kali warga harus mendapati kosongnya stok LPG di pangkalan. Padahal pihak Pertamina sudah mengonfirmasi bahwa stok gas LPG 3 kg di Batam aman, bahkan pihaknya menambahkan lagi sebanyak 70 ribu tabung untuk disalurkan kepada masyarakat.
Namun yang menjadi pertanyaan masyarakat adalah, mengapa masih saja terjadi kelangkaan gas LPG 3 kg, meskipun pihak terkait sudah menyampaikan bahwa stok gas aman dan bahkan ada penambahan jumlah tabung yang disalurkan sebanyak 70 ribu? Lantas, ke mana perginya atau tersalurkannya gas-gas tersebut?
Kelangkaan gas LPG 3 kg tidak hanya terjadi di Batam, tetapi juga hampir terjadi di semua wilayah di Indonesia. Ketika rakyat mempertanyakan permasalahan ini, yang terjadi hanyalah sikap saling tunjuk-menunjuk antara agen, pangkalan, pemerintah maupun pengguna yang bukan kalangan orang miskin.
Sebenarnya apa yang terjadi? Siapa yang salah? Tidak banyak sadar bahwa yang salah sebenarnya adalah sistem yang diterapkan oleh negara ini, yakni sistem kapitalisme. Seperti yang kita tahu, dalam kapitalisme, peran pemerintah hanyalah regulator atau penghubung antara pengusaha dan rakyat. Sehingga dengan ini nyata bahwa pemerintah tidak akan tahu betul apa yang dirasakan oleh rakyat, lebih-lebih memahami apa yang dibutuhkan oleh rakyat.
Distribusi gas LPG 3 kg yang tidak merata seolah terlihat sekatnya antara gas LPG yang bersubsidi dan yang tidak bersubsidi. Gas LPG tabung pink atau biru yang tidak bersubsidi begitu tampak melimpah di pasaran. Sedangkan gas LPG 3 kg dibuat seolah terbatas dan tak jarang mengalami kekosongan stok. Pada akhirnya membuat miris hati ketika menyadari bahwa negeri yang kaya akan sumber daya alam ini mendadak menjadi ironi akibat kelangkaan gas.
Seperti yang kita tahu, bahwa Indonesia adalah salah satu penghasil minyak bumi terbesar di dunia yang memproduksi minyak sebesar 845 ribu barel per harinya. Di setiap pulau, baik di darat maupun wilayah lautnya selalu ada minyak. Tetapi lagi-lagi, rakyat dibuat tak berkutik dengan SDA yang hampir-hampir tak dapat dinikmati hasilnya oleh rakyat secara langsung.
Rakyat dibuat sengsara seolah-olah hidup di tempat yang tak memiliki SDA hingga harus mengalami kemiskinan yang terstruktur. Rakyat Indonesia ibarat semut yang tidur di atas gunungan gula, tapi bahkan untuk memakannya saja tidak mampu. Bukan rakyatnya yang bodoh hingga akhirnya SDA yang kaya di Indonesia tak tersentuh sedikitpun oleh mereka. Bukan juga karena rakyat kekurangan orang cerdas hingga untuk mengelola SDA nya saja kesulitan. Tetapi semua ini terjadi akibat dari sistem kapitalisme yang membuat SDA hanya bisa dikelola atau bahkan dimiliki oleh segelintir orang saja.
Maka, selagi sistem kapitalisme kufur yang terus-menerus diterapkan oleh negara ini, maka kelangkaan gas LPG maupun SDA lainnya seperti minyak sawit, BBM, air bersih, beras, dan lainnya akan terus terjadi. Karena SDA tersebut hanya dikuasai oleh segelintir orang yang merupakan pengusaha atau korporat. Sedangkan bagi mereka, keuntungan pribadi adalah tujuan. Sedangkan pemerintah hanya berperan sebagai regulator. Tentunya kongkalikong yang dilakukan oleh korporat dengan pemerintah akan menciptakan keuntungan besar yang pada ujungnya menyengsarakan rakyat, merampas hak-hak rakyat, serta makin mencekik kehidupan rakyat.
Hal ini berbeda apabila sistem Islam yang diterapkan oleh sebuah negara. Di dalam sistem Islam, negara bukan regulator, melainkan sebagai ra'in atau pengurus umat. Sehingga dalam pengelolaan SDA, negara bersistem Islam tidak menyerahkan kepada swasta atau korporasi, tetapi negara sendiri yang mengelolanya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Saw bahwa beberapa sumber daya alam haram dimiliki oleh individu karena menyangkut kebutuhan dan hajat hidup orang banyak.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Orang-orang muslim berserikat dalam 3 hal: air, rumput, dan api. Memperjualbelikannya haram.” Abu Said menjelaskan bahwa air yang dimaksud dalam hadis itu adalah air yang mengalir, sedangkan api yang dimaksud adalah hasil tambang.
Ketika SDA atau tambang dikelola langsung oleh negara, maka negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk masyarakat, lebih-lebih bagi yang berkompeten di bidangnya. Kemudian hasil daripada pengelolaan itu akan bisa langsung dinikmati oleh rakyat secara murah atau bahkan bisa jadi gratis apabila kuotanya memenuhi. Sehingga SDA yang ada bukan sebagai sarana negara untuk transaksi jual-beli dengan rakyat, melainkan benar-benar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Maka dengan ini, tidak akan ada jurang perbedaan yang dalam antara yang kaya dan yang miskin. Lebih-lebih terhadap kebutuhan pokok yang mana semua orang membutuhkannya, terlepas dia dari kalangan kaya atau miskin. Dan kebutuhan pokok tersebutlah yang wajib dipenuhi oleh negara tanpa memandang status kaya atau miskin.
Dan terakhir, negara menjamin dan memastikan pendistribusian berjalan dengan lancar dan optimal. Bahkan bila perlu, pendistribusian dilakukan melalui jaringan pipa yang aman dan teruji, sehingga gas LPG bisa langsung sampai di rumah-rumah dan dapat dinikmati secara langsung oleh rakyat tanpa harus berlelah-lelah mengantri demi mendapatkan gas LPG bersubsidi.
Selain itu, pemerintah dalam Islam juga melarang praktik penimbunan barang-barang yang bersifat bahan pokok atau kebutuhan umat, yang mana barang-barang tersebut ditimbun, kemudian si keluarkan lagi bila situasi barang tersebut langka, lalu menjualnya kepada rakyat dengan harga tinggi. Adanya praktik ini, negara akan melakukan tindakan tegas bagi pelaku pelanggaran tersebut, karena hal ini akan menyulitkan atau bahkan menghalangi distribusinya ke masyarakat.
Negara melakukan itu semua sebagai bagian dari tanggungjawabnya sebagai kepala negara atau ra'in, yang nantinya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat oleh Allah. Oleh karenanya, sistem Islam didirikan atas dasar akidah dan ketaqwaan individu yang kuat. Sehingga ketika hendak melakukan suatu pelanggaran, kezaliman, atau kemaksiatan lainnya, maka keimanan dan rasa takut mereka pada Allah akan menjadi rem bagi mereka untuk melakukan hal demikian.
Jelas hal ini berbeda apabila sistem sekuler-kapitalisme yang diterapkan oleh negara seperti yang terjadi hari ini. Pemerintah tidak memiliki rasa takut sedikitpun akan keberadaan Allah yang senantiasa mengawasi dan akan memintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Keimanan tak ada. Agama hanya sebatas ritual peribadatan semata dan terpisah dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga pelanggaran-pelanggaran, kezaliman-kezaliman, dan kemaksiatan-kemaksiatan sangat mudah dilakukan oleh manusia dalam setiap interaksinya di sosial masyarakat.
Karena yang terpenting bagi mereka hanyalah keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Tak peduli akan penderitaan umat. Maka, sudah seharusnya rakyat kini sadar, bahwa sistem sekuler-kapitalisme yang diterapkan di Indonesia sudah tidak layak lagi untuk dipertahankan. Alih-alih rakyat bisa hidup makmur dengannya, yang ada Indonesia akan makin hancur dan makin sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok sendiri.
Sudah sepatutnya umat mencampakkan sistem sekuler-kapitalisme ini dan mengusung sistem Islam yang tak hanya sebagai agama pribadi yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya, melainkan menghubungkan manusia dengan manusia dengan sistem Islam yang tertata rapi, terstruktur dan tersistematis yang datangnya langsung dari Allah, yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk manusia.
Via
Opini
Posting Komentar