Opini
Getok Parkir Terjadi Lagi, Bagaimana Solusi Tuntasnya?
Oleh: Aisyah Farha
(Pendidik Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Getok parkir terjadi lagi di pusat kota Bandung pada 31 Agustus lalu. Korban adalah seorang mahasiswi yang tengah menghadiri acara wisuda di salah satu kampus swasta daerah Tamansari Bandung. Dia mengaku diminta retribusi parkir sebanyak Rp150 ribu oleh juru parkir yang merupakan petugas legal Dishub (detik.com 02-09-2024).
Plt Kadishub kota Bandung langsung buka suara. Beliau memastikan bahwa oknum jukir tersebut sudah diberhentikan dan atribut jukirnya pun sudah disita karena dianggap mencoreng nama Dishub.
Getok parkir di kota Bandung ini terasa makin meresahkan. Beberapa kasus berhasil viral dan berhasil mengamankan oknum jukir. Misalnya kasus mahalnya parkir di Jalan Sultan Agung dan di Mesjid Al Jabbar di awal tahun 2024 lalu. Ini adalah kasus yang terungkap. Kita tidak tahu berapa banyak masyarakat yang dirugikan akibat hal ini. Terulangnya kasus ini menimbulkan pertanyaan, apakah memang kasus ini sangat sulit untuk dituntaskan?
Jika ditelusuri, dalam sistem kapitalisme dengan demokrasi yang diterapkan di Indonesia saat ini, retribusi parkir merupakan salah satu sumber pemasukan daerah. Pada laman pajak.com disebutkan pasal 1 Angka 31 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menerangkan bahwa pajak parkir adalah pajak pada penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh pokok usaha ataupun yang disediakan untuk sebuah usaha, dan juga penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Di sinilah akar persoalannya, bahwa saat kita parkir di tempat umum harus membayar parkir. Sistem negara saat ini mengambil sumber dananya dari rakyatnya. Maka pada pelaksanaannya pasti akan ada penyimpangan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Seperti melambungkan harga parkir hingga tidak masuk akal. Ini akan terus terjadi, tidak akan bisa dihindari. Masyarakat akan terus merasakan keresahan ini, selama parkir harus terus dibayar.
Maka penyelesaian masalahnya harus sampai pada akar permasalahan. Satu-satunya sistem yang bisa menyelesaikan masalah ini adalah sistem Islam pada negara Khilafah Islamiah.
Dalam khilafah, tempat parkir yang berada di fasilitas umum adalah hak masyarakat. Maka akan menjadi tanggung jawab negara. Ketika tempat parkir menjadi tanggung jawab negara, maka jukir yang ada tidak akan diperbolehkan meminta uang parkir pada masyarakat. Jukir hanya akan melaksanakan tugasnya sebagai pengaman kendaraan yang akan parkir, dan mereka akan dibayar oleh negara.
Adapun kendaraan yang parkir ditempat yang bukan fasilitas umum, maka diharuskan adanya sistem yang tidak memungkinkan juru parkir untuk menaikan harga parkir dengan semena-mena.
Semua dilandaskan pada hadist Rasulullah saw. beliau bersabda, “Tidaklah masuk surga orang yang menarik pungutan liar.” (HR Abu Dawud).
Negara yang berlandaskan keimanan seperti ini, akan sangat berhati-hati dalam mengurus rakyatnya, karena mereka akan berhadapan dengan neraka Allah jika tidak bertanggung jawab. Dengan landasan ini maka akan dibuat sistem yang akan memastikan masyarakat hidup dengan aman.
Berbeda dengan sistem saat ini yang berlandaskan pada syahwat kekuasaan dan keuntungan semata, maka permasalahan keamanan masyarakat tidak akan pernah selesai dan hanya akan menjadi mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Dengan demikian sudah jelas, bahwa penyelesaian keamanan masyarakat terkhusus dalam masalah parkir, hanya akan selesai dengan penerapan akidah Islam oleh sebuah negara khilafah. Di samping itu, keberkahan akan senantiasa mengalir karena kita menjadikan Islam sebagai landasan kehidupan.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (TQS Al-A’raf: 96).
Via
Opini
Posting Komentar