Puisi
Ironi Negeri Agraris
Oleh: Ummu Yusuf
TanahRibathMedia.Com—Harga beras kian melangit.
Di ladang petani tersenyum pahit.
Tanah subur, namun harapan tumpul.
Karena rantai panjang dikuasai tunggal.
Oligarki mencengkeram kuat.
Dari hulu hingga hilir mereka berkuasa.
Sementara petani tak diberi daya.
Harus berdiri di atas kaki rapuhnya.
Negeri agraris tanpa tangan negara.
Biaya produksi melambung tinggi.
Pupuk mahal, lahan sempit,
impor dibatasi, hingga harga beras melonjak ngeri.
Ritel-ritel besar, menari dalam catur.
Memainkan harga, mencipta ketegangan
Di mana petani? Di bawah bayang-bayang.
Kehidupan tercekik, harapan perlahan hilang.
Sistem kapitalisme menjadi wajah.
Negara sekadar penonton tanpa rasa.
Senyum oligarki di puncak kuasa.
Petani menunggu, terpinggirkan dan merana.
Tapi ada harapan dalam sistem yang lain.
Negara yang menjaga pangan dengan iman.
Menempatkan petani di jantung kesejahteraan.
Menggenggam ladang dalam keadilan Islam.
Dalam naungan-Nya, ketahanan pangan terjaga,
Lahan, pupuk, dan alat disiapkan bersama,
Bibit unggul tumbuh subur dalam cinta,
Petani tersenyum, negeri makmur dan berjaya.
Negara bukan hanya pengatur di belakang layar,
Tapi pelindung, pemberi daya dan rasa,
Dalam bingkai Islam yang kaffah.
Kesejahteraan tak lagi sekadar asa.
Jakarta Selatan, 25 September 2024
Via
Puisi
Posting Komentar