Opini
Kejahatan Anak Makin Menjadi Akibat Pornografi
Oleh: Weny Zulaiha Nasution, S.Kep., Ners.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Baru-baru ini terjadi peristiwa yang menghebohkan publik. Pasalnya empat remaja yang masih duduk di bangku SMP dan SMA di Sukarami, Palembang, Sumatera Selatan, telah memperkosa dan membunuh seorang siswi SMP berinisial AA (13). Kapolrestabes Palembang Kombes Haryo Sugihartono mengatakan bahwa jasad korban ditinggalkan keempat pelaku di sebuah kuburan Cina pada Minggu (1-9-2024) sekitar pukul 13.00 WIB. Saat ini, keempat remaja tersebut telah ditetapkan menjadi tersangka karena telah terbukti merencanakan pemerkosaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Mereka adalah IS (16), MZ (13), AS (12) dan NS (12). IS merupakan kekasih dari AA (CNN Indonesia, 6-9-2024).
Berdasarkan pemeriksaan, keempat remaja itu mengaku melakukan pemerkosaan untuk menyalurkan hasrat usai menonton video porno. IS mengaku sempat menonton film porno sebelum memerkosa dan membunuh korban. Sebelum mengajak AA bertemu, IS sudah terlebih dahulu berkumpul dengan tiga tersangka lainnya di rumahnya dan IS yang merencanakan pemerkosaan tersebut.
Saat ini IS sudah ditahan. Namun, tiga tersangka lainnya diserahkan ke panti rehabilitasi di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) Dharmapala karena adanya Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 32 dengan status Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Undang-undang tersebut melindungi mereka dari penahanan karena dianggap usia dan status mereka yang masih anak-anak di bawah umur.
Potret generasi makin suram adalah realita hari ini. Hal ini tampak dari perilaku pelaku yang kecanduan pornografi dan bangga dengan kejahatan yang dilakukannya. Bahkan IS sebagai pelaku utama sempat mengikuti tahlilan atau yasinan di rumah korban pada Senin (2/9). IS melakukan itu agar tidak dicurigai keluarga korban. Ketiga pelaku lain, yaitu MZ, NS dan AS juga mencoba menyamarkan jejak dengan mendatangi kuburan Cina dan ikut berbaur dengan kerumunan warga saat jasad AA ditemukan. Hal ini menunjukkan tidak adanya rasa penyesalan atas perbuatan keji para pelaku tersebut.
Ditambah lagi karena sistem kapitalisme sekularisme yang diterapkan saat ini mampu menghilangkan rasa hati nurani manusia sehingga para pelaku tidak merasa takut dan merasa diawasi oleh Allah atas perbuatannya atau merasa bersalah saat memerkosa dan membunuh korban.
Fenomena ini juga menggambarkan anak-anak kehilangan masa kecil yang bahagia, bermain dengan tenang sesuai dengan fitrah anak dalam kebaikan. Mereka justru kecanduan pornografi lantaran tidak memiliki literasi digital yang cukup serta tidak mendapatkan pendampingan dalam bermedia sosial sehingga anak-anak mudah mengakses konten-konten pornografi melalui gawainya. Hal ini mengakibatkan anak-anak bisa melakukan kejahatan seksual untuk menyalurkan hasratnya.
Hal ini tentu juga berkaitan dengan media yang makin liberal, sementara tidak ada keseriusan dari negara menutup konten-konten pornografi demi melindungi generasi. Walaupun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir jutaan konten pornografi, tapi ternyata konten tersebut masih terus ada hingga saat ini. Para pelajar bisa dengan bebas dan mudah untuk mengakses konten-konten pornografi. Media liberal saat ini yang mendorong para pelajar kepada kerusakan akibat sistem sekularisme yang menjauhkan manusia dari aturan Islam. Hal tersebut menunjukkan betapa lemahnya negara dalam membangun literasi digital.
Gagalnya sistem pendidikan juga tampak dari kasus ini. Bisa dilihat dari sistem pendidikan saat ini yang tidak membentuk generasi bertakwa, berkepribadian mulia yang mampu membedakan mana yang hak dan batil. Ditambah juga pendidikan dan lingkungan masyarakat yang sangat jauh dari Islam. Di sisi lain, anak kurang diasuh dan dididik oleh orang tua/walinya sehingga berpengaruh terhadap kurangnya pendampingan anak saat menggunakan sarana digital maupun media sosial.
Persoalan ini sejatinya memberikan gambaran rusaknya masyarakat diawali dari lemahnya keluarga karena orang tua/wali yang kurang mengasuh, memperhatikan dan mendidik anaknya. Padahal seharusnya keluarga lah tempat pertama dan utama dalam pendidikan anak-anaknya, khususnya ibu. Namun, sistem kapitalisme sekularisme membuat peran keluarga makin hilang karena seorang ibu yang seharusnya menjadi madrasah pertama untuk anaknya, malah dituntut harus bekerja untuk menghasilkan materi agar dianggap berharga, mandiri secara finansial dan setara dengan laki-laki.
Bahkan, tak jarang perempuan terpaksa menjadi tulang punggung keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Inilah salah satu yang menyebabkan anak-anak makin tidak terdidik, kurang bermoral dan bebas tanpa pengawasan orang tua sehingga mudah masuk dalam perangkap pornografi.
Islam mewajibkan negara mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui penerapan berbagai aspek kehidupan sesuai aturan Islam diantaranya pendidikan Islam, media islami hingga sistem sanksi yang menjerakan. Negara memiliki peran besar dalam hal ini sebagai salah satu pilar tegaknya aturan Allah. Misalnya, media-media dalam negara Islam akan tegas membentengi umat, khususnya anak-anak dari konten-konten negatif, termasuk konten pornografi dan juga menutup semua pintu kemaksiatan, termasuk industri pornografi.
Dalam sistem ekonomi Islam, para perempuan tidak dibebani kewajiban mencari nafkah karena negara akan menjamin kesejahteraan rakyatnya sehingga fungsi dan peran perempuan sebagai ibu dalam mengasuh, mendidik anaknya dan mencetak generasi islami yang cemerlang dapat dilaksanakan secara maksimal.
Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas kehidupan dalam seluruh aspek kehidupannya, termasuk dalam membina generasi agar menjadi individu yang bertakwa sehingga taat dengan aturan Allah. Ditambah juga dengan sistem pendukung lainnya yang senantiasa berpegang teguh pada aturan Allah. Semua itu hanya bisa diterapkan dalam negara yang melaksanakan sistem Islam secara kafah dalam naungan Khilafah Islamiah agar gelar sebagai umat terbaik dapat kita raih kembali.
Via
Opini
Posting Komentar