Opini
Kepemimpinan Lelaki Kandas di Sistem Sekuler
Oleh: Alfaqir Nuuihya
(Ibu Pemerhati Masyarakat)
Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Dalam surat An-Nisa ayat 34 menggambarkan tentang betapa mulianya tugas dan kedudukan yang dimiliki seorang lelaki, sekaligus sebuah beban yang berat jika tidak mampu melaksanakan amanah dengan benar.
Sebagai kepala keluarga, maka laki-laki harus mampu mengayomi seluruh anggota keluarga, yaitu istri dan anak-anaknya. Sehingga seluruh anggota keluarga bisa mendapatkan keamanan dan kenyamanan serta merasa terlindungi.
Bebas dari beban psikis, selain bahwa seluruh kebutuhan primer dan sekunder mampu dipenuhi oleh kepala keluarga. Di satu sisi, rumah akan menjadi suatu tempat yang sangat dirindukan, sehingga peribahasa baiti jannati (rumahku surgaku) akan terwujud. Rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah pun tidak akan menjadi impian semata.
Hubungan suami istri adalah hubungan persahabatan atau kemitraan. Sebuah kerja sama yang membutuhkan masukan dari istri sebagai makmum dan seorang suami harus mampu memberikan keputusan yang adil dan tepat. Bukan hubungan patriarki, layaknya atasan kepada bawahan, yang sering kali muncul keputusan tanpa mempertimbangkan suara orang-orang yang ada di bawah kekuasaannya.
Namun sampai saat ini, KDRT banyak terjadi di negeri ini. Kasus terbaru, kekerasan yang dialami oleh seorang selebgram sekaligus mantan atlet anggar asal Aceh, Cut Intan Nabila. Hal yang lebih disayangkan, kekerasan ini telah berulang puluhan kali dalam kurun waktu lima tahun dan baru kali ini mencuat ke publik karena bocornya rekaman cctv.
Lebih mencengangkan, bahwa motif kekerasan ini adalah karena sang suami marah bahwa istrinya kerap mengetahui perselingkuhan yang dilakukannya (inilah.com, 13-08-2024).
Kasus yang berbeda dialami oleh seorang selebgram, Aprilia Madjid. Suaminya telah meninggalkan dirinya dan kedua anaknya selama setahun lebih. Berbagai cara dilakukan untuk mencari suaminya tersebut, tetapi tidak pernah ada titik terang. Hingga pada akhirnya suaminya tersebut ditemukan di Bali dan telah bersama wanita lain (viva.co.id, 13-8-2024).
Johatsu, mungkin saja terdengar asing bagi kuping kita. Namun pada faktanya, fenomena ini sudah populer di Jepang. Johatsu adalah menghilang atau penguapan. Sebuah fenomena di mana orang-orang Jepang menghilangkan diri dari kehidupan.
Mereka menghilang tanpa jejak, sangat sulit dilacak, bahkan sering kali mereka mengganti identitas diri (idntimes.com, 22-01-2022). Namun rupanya, fenomena yang terdengar aneh ini pada akhirnya banyak dilakukan oleh saudara kita di tanah air.
Rasulullah saw. bersabda,
"Cukuplah seorang lelaki dianggap berdosa jika ia mengabaikan orang yang di bawah tanggungannya yakni anak dan istrinya" (HR. Abu Dawud).
Dari pemaparan hadis ini kita bisa menyimpulkan, bahwa mendiamkan istri seperti apa yang dilakukan oleh suami Aprilia Madjid apalagi hilang tanpa kabar adalah hal yang sangat dilarang.
Begitu pun kekerasan seperti yang dilakukan oleh suami Cut Intan Nabila adalah dosa yang berlipat. Perbuatan-perbuatan seperti ini lebih menunjukkan seorang kepala keluarga yang pengecut, tidak memiliki pendirian, dan minim akan ilmu agama. Dari kedua kejadian ini dapat disimpulkan, betapa banyak laki-laki yang bergelar suami dan pemimpin dalam rumah tangga, pada faktanya ingkar terhadap kewajibannya.
Pernikahan, yang sejatinya adalah ikatan sakral antara laki-laki dan Rabb pada akhirnya menjadi rapuh akibat minimnya keimanan dan pandangan hidup yang tergerus oleh kapitalis–yang lebih mementingkan duniawi dalam benak–setiap pemimpin keluarga.
Inilah fakta yang akan terjadi jika sekularisme diterapkan di negeri ini. Pemimpin yang memiliki relasi dengan anggota keluarga, akan bebas melakukan kekerasan ataupun perlakuan lainnya terhadap anggota keluarga, anggota keluarga menjadi samsak kemarahan, bukan bertanggung jawab atau bahkan memberikan perlindungan.
Di dalam sistem sekuler, bahkan pendidikan pun tidak akan pernah mampu mencetak pribadi yang bertakwa dan memiliki kepribadian Islam, justru sering kali, mereka tidak memiliki hati dan nirempati. akibat kebebasan dalam berperilaku dan berpikir, kehidupan akan semakin menjauh dari kebaikan. Manusia akan mengutamakan keuntungan materi, dan secara langsung mengakibatkan jiwa-jiwa gersang, dan kita menjadi budak korporasi.
"Tahanlah mereka dengan cara yang baik, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (pula). Dan janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk mendzalimi mereka" (QS Al-Baqarah: 231).
Begitu sempurnanya ajaran Islam, bahkan ketika seorang suami sudah tidak menginginkan istrinya saja, tentunya karena alasan yang syar'i, maka talak (thalaq) atau cerai adalah suatu hal yang diperbolehkan Daripada seorang suami harus mendiamkan, menghilang dalam jangka waktu yang lama, atau bahkan melakukan kekerasan. Itulah mengapa kepemimpinan dalam rumah tangga ada pada suami maka suatu hal yang wajar pula jika thalaq ada di tangan suami.
Talak (thalaq), meskipun suatu hal yang halal, tetapi nyatanya di sisi Allah adalah suatu hal yang sangat dimurkai. Pertanda, bahwa talak (thalaq) adalah jalan terakhir jika pernikahan itu tidak bisa diselamatkan. Bahkan suami, bisa menjatuhkan talak (thalaq) terhadap istrinya tanpa ada sebab sekalipun. Namun bukan berarti Islam mendiskriminasi wanita, meskipun talak (thalaq) ada di tangan suami, istri pun tetap berhak untuk meminta cerai atau khulu'.
Sungguh, bahkan perkara rumah tangga saja, Islam memiliki aturan yang telah begitu sempurna, adil, tanpa memberatkan pihak mana pun. Di dalam Islam, pendidikan setiap individu akan menghasilkan pribadi yang bertakwa, mampu bertanggung jawab, apalagi seorang lelaki sebagai qawam dipastikan akan mampu mengemban amanah mulia ini.
Bagitu pun ketika pernikahan itu tidak mampu untuk dilanjutkan maka kembali lagi, Islam memiliki aturan yang paripurna tentang perceraian. Namun tentunya, semua ini akan terwujud ketika kita menggunakan syariat Islam secara kafah, di bawah naungan negara yang mampu menerapkan aturan Islam secara sempurna. Wallahualam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar