Opini
Palestina Terluka, Benarkah Dunia Berduka?
Oleh: Devira Azzahra Asha
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Bumi Palestina masih menangis. Luka dan air mata yang tertahan selama puluhan tahun tidak serta merta membuahkan hasil. Kaum zionis kembali menyerang lebih ganas, menghancurkan ribuan manusia bersama harapan mereka untuk bebas. Sampai kapan mereka akan tersiksa?
Pertahanan Sipil Palestina mengungkapkan bahwa pasukan Israel mengubah “zona kemanusiaan aman” di Jalur Gaza menjadi puing dan hanya menyisakan 9,5 persen wilayah bagi para pengungsi. Wilayah tersebut mencakup sekitar 3,5 persen dari area pertanian, layanan, dan komersial, yang kemudian mempersempit ruang warga sipil berlindung (Antara.com, 25-10-2024).
Tak hanya itu, menurut Kementrian Kesehatan Gaza sekitar 60 persen obat-obatan esensial dan 83 persen pasokan medis di Gaza habis akibat penutupan perbatasan dan kontrol oleh kaum zionis. Kehabisan sumber daya ini bahkan dapat mengakibatkan penghentian total layanan medis, kritis, termasuk perawatan darurat, operasi, perawatan intensif, dialisis, layanan kesehatan primer, dan layanan kesehatan mental (Antara.com, 25-10-2024).
Pada bulan Juli, Kepala Badan PBB untuk pengungsi Palestina UNRWA, Philippe Lazzarini, menyatakan bahwa warga di Gaza terjebak dan tidak punya tempat untuk pergi. Mereka terus diminta berpindah ke lokasi-lokasi yang tidak layak. Sementara itu, perundingan damai untuk menghentikan serangan-serangan terkutuk para zionis terus dilakukan. Meski begitu, terdapat beberapa hambatan karena pihak Israel yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu terus mengubah sikap. Beberapa sumber terdekat dengan negosiasi perdamaian mengatakan kepada Reuters bahwa perundingan perdamaian masih sulit terealisasi karena tuntutan yang diajukan Israel untuk tetap menempatkan pasukan di sepanjang Koridor Netzarim serta di jalur perbatasan antara Gaza dan Mesir atau yang dikenal sebagai Koridor Philadelphia. Selain itu, Israel mengusulkan bahwa kembalinya warga sipil ke bagian utara Gaza akan disepakati ‘di kemudian hari’. (CNBCindonesia.com, 23-08-2024).
Jelas, akar masalah Palestina hakikatnya karena keberadaan Israel yang telah menyerobot, merampok, dan menduduki tanah Palestina dengan mengusir penduduk dan pemilik aslinya. Dengan kata lain akar masalah Palestina adalah agresi, pendudukan dan penjajahan Israel atas Palestina. Bangsa Israel atau Yahudi bukanlah penduduk asli Palestina. Kaum Zionis Yahudi mengarang propaganda Palestina sebagai tanah air mereka, lalu mereka mencari validitas bahwa agresi militer mereka adalah bentuk membela diri dari serangan orang-orang Palestina. Namun, pernyataan bahwa masalah Palestina tidak ada kaitannya dengan urusan agama dan ideologi jelas merupakan kesalahan. Palestina adalah negeri yang tidak bisa dipisahkan dengan ajaran Islam karena setelah pemerintah Inggris dan Yahudi bekejasama meruntuhkan Khilafah Utsmaniyyah, warga Yahudi berbondong-bondong mendatangi Palestina, merampas tanahnya bahkan membunuhi warganya. Akhirnya, pada tahun 14 Mei 1948 negara Israel berdiri dan diakui secara luas oleh banyak negara di dunia.
Saat Khilafah itu terampas, ideologi Islam tak lagi diemban oleh negara. Ideologi Islam kini baru diemban oleh individu. Kepemimpinan dunia Islam telah rusak. Beberapa negeri Muslim bahkan mengakui keberadaan negara Israel dan menjalin hubungan diplomatik dengan mereka, seperti Mesir, Yordania, UEA, Maroko, Bahrain, Sudan, dan Turki. Pada akhirnya kekuasaan mereka tidak berguna untuk melindungi umat Islam di belahan dunia lain bahkan negeri tetangganya sendiri. Penerapan ideologi Sekularis-Kapitalisme telah membunuh hati para pemimpin negeri, membiarkan jutaan nyawa manusia di tanah Palestina bahkan di seluruh dunia meregang tanpa dosa. Para pemimpin negeri seketika tuli dan buta. Tak ingin tau apapun yang bukan menjadi urusan dan membawa keuntungan bagi mereka.
Sikap pembelaan justru hanya ditunjukkan oleh sebagian masyarakat dan para pejuang di tanah Palestina. Mereka berjuang sendirian, berharap para pemimpin mengambil sikap tegas untuk membela Palestina dari serangan kaum Yahudi dan mengusir mereka. Padahal perang ini adalah perang melawan negara, sehingga membutuhkan tegaknya negara berideologi Islam, yaitu khilafah yang akan menyatukan kembali berbagai negeri muslim dan menolong kaum-kaum yang tertindas dengan jihad. Namun, tegaknya khilafah membutuhkan kesadaran yang sama di tengah umat, karena hanya dengan persatuan umat Islam dapat membangun kembali kekuatan untuk melindungi tanah Palestina. Wallahu a’lam.
Via
Opini
Posting Komentar