Opini
Program Pelaminan Cantik ala Bupati untuk Pasutri
Oleh: Nani Sumarni
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Dalam rangka Hari Jadi ke-79 Kemerdekaan, Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) menggelar Gebyar Itsbat Nikah (pelaminan cantik) secara gratis.
Sebagaimana dikutip dari Rejabar pada 24 Agustus 2024, Disdukcapil Kabupaten Bandung melaksanakan program Pelaminan Cantik yang berkolaborasi dengan Kantor Urusan Agama (KUA), juga memberikan Program Pelayanan Administrasi Pelaminan Cantik secara cuma-cuma. Pasangan suami istri (pasutri) hadir dalam pelaksanaan Gebyar Itsbat Nikah Terpadu itu sebanyak 57 calon.
Sepanjang tahun 2024 Disdukcapil menargetkan sebanyak 1.000 pasutri untuk mengikuti program itsbat nikah ini. Dadang Supriatna (Bupati Bandung) menyatakan bahwa Pemkab Bandung hadir di tengah masyarakat untuk memfasilitasi warga yang sudah menikah namun belum mendapatkan akta nikah.
Dalam hal ini, saat melaksanakan keliling kampanye di lapangan, ternyata Bupati Bandung menemukan masyarakat banyak yang tidak memiliki akta nikah. Dengan berbagai alasan, seperti akta nikah tidak diberikan secara langsung, nikah karena beda agama, dan hal lainnya.
Hal demikian adalah bentuk pengurusan terhadap semua urusan rakyat tak terkecuali administratif pernikahan, sudah semestinya menjadi agenda kerja bupati sebagai penguasa daerah. Namun, ketika dikerjakan di akhir masa jabatan, terlebih yang bersangkutan merupakan petahana kerap mendapat sorotan publik karena berkampanye di saat sedang menjabat.
Program pelaminan cantik ini pada akhirnya dipandang sebagian kalangan sarat mengandung kampanye incumbent atau petahana. Istilah incumbent sejatinya tidak asing lagi dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Incumbent atau petahana dalam penyelenggaraan pilkada ini adalah mereka yang sedang menjabat sebagai kepala daerah. Baik di tingkat provinsi, kabupaten maupun kota, yaitu gubernur dan bupati atau walikota yang saat itu sedang memegang jabatan.
Ini patut diduga bahwa, maksud mengadakan program pelaminan cantik itu tidak lain ada kepentingan di dalamnya. Fakta yang sesungguhnya terjadi betapa begitu buruknya periayahan (pengurusan) dalam pelayanan pencatatan pernikahan, padahal sekadar untuk mendapatkan dokumen akta nikah saja sampai-sampai harus dibuat program khusus, di akhir masa jabatan pula. Padahal sudah semestinya hal demikian dan semisalnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari urusan kerja seorang penguasa.
Jika kita berkaca kepada zaman di mana Islam pernah berjaya, yaitu peradaban Khilafah Islam. Di masa tersebut, penguasa sangat memerhatikan urusan pernikahan warganya. Contohnya saja saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjabat, beliau memerintahkan kepada para gubernur, untuk mempergunakan kelebihan zakat di harta Baitulmal untuk menikahkan para jomblowan dan jomblowati yang terhalang menikah karena biaya. Bahkan dalam hal ini negara sampai membiayainya.
Khalifah Abu Bakar ra dan Khalifah Utsman bin Affan ra, pernah membebaskan budak perempuan untuk dinikahkan dengan lelaki yang dicintainya. Sangat tampak betapa perhatian negara di masa-masa itu, bagi mereka yang belum menikah. Dan yang demikian bukanlah hal istimewa dalam Islam. Tersebab Islam menetapkan keberadaan negara adalah untuk menjalankan syariat atau hukum-hukum Allah, termasuk perintah menikah dan menikahkan para jomblo.
Inilah bentuk periayahan yang sesungguhnya dari seorang pemimpin. Imam Al Hafidz An Nawawi menegaskan, bahwa keberadaan imam (penguasa) bagi umat adalah untuk menegakkan agama, menolong as-sunnah, menolong orang-orang yang dizalimi, serta menempatkan hak-hak pada tempatnya (kitab Raudhah at-Thalibin wa Umdah al-Muftin).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga telah melarang membujang. Sa'ad bin Abu Waqqash, pernah berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengizinkan ‘Utsman bin Mazh’un untuk tabattul (hidup membujang), kalau seandainya beliau mengizinkan tentu kami (akan bertabattul) meskipun (untuk mencapainya kami harus) melakukan pengebirian.” (HR. Bukhari).
Begitu dianjurkannya menikah dalam Islam, hingga Rasulullah menegaskan akan memampukan mereka yang miskin. Beliau juga memerintahkan setiap muslim lainnya untuk menikahkan saudaranya.
Berbeda dengan negara demokrasi kapitalis saat ini, yang landasan ideologinya adalah sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan. Maka perhatian terhadap penegakan agama dan ibadah pun akan selalu diabaikan. Bisa kita saksikan sendiri, bagaimana aturan yang dibuat negeri ini mempersulit pernikahan, termasuk menentang pernikahan dini.
Bersamaan dengan dipersulitnya pelaksanaan ibadah nikah ini, pintu zina dibuka selebar-lebarnya. Zina tidak dikategorikan perbuatan kriminal yang dicela dan dijatuhi hukuman bagi pelakunya. Bahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 melegalkan alat kontrasepsi untuk usia sekolah dan remaja.
Ditambah masifnya kampanye paham liberal, pergaulan bebas, kumpul kebo, hingga L68T melalui lagu, tulisan, film, bincang-bincang di podcast, youtube tanpa adanya larangan oleh negara.
Di samping itu, ibadah nikah juga harus dibarengi dengan pelayanan dari negara. Untuk laki-laki maupun perempuan agar mampu melaksanakan kewajiban sebagai suami-istri, orangtua dengan baik. Negara dalam hal ini wajib memberlakukan sistem pendidikan Islam dan memahamkan masyarakat terkait kewajiban mendidik anak oleh orangtua. Mulai dari mempersiapkan mereka agar berkepribadian Islam, hingga menjadi matang dan siap menjalankan berbagai ibadah termasuk menikah dan menjadi orangtua.
Negara juga wajib memberikan kemudahan bagi para lelaki balig apalagi sudah menikah untuk mampu memenuhi kebutuhan hidup, mampu menafkahi dengan membuka akses lapangan kerja. Menyejahterakan rakyat dengan mendirikan Baitulmal yang menarik zakat dari orang kaya, menarik kharaj, jizyah serta mengelola sumber daya alam sendiri, ini pun ranah tugas penguasa. Tak ketinggalan negara pun harus menerapkan sistem pergaulan Islam yang mewujudkan hubungan sosial kemasyarakatan berjalan harmonis, minim perselingkuhan, dan problem sosial lainnya.
Dengan penerapan syariat Islam dalam berbagai aspek secara kafah oleh negara akan mewujudkan masyarakat yang diliputi kebaikan dan keberkahan dalam hidup. Wallahu a'lam bishawab
Via
Opini
Posting Komentar