Opini
Represifnya Aparat Bukti Demokrasi anti Kritik
Oleh: Tsabita Ulwan Nuha
[Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok]
TanahRibathMedia.Com—Beberapa akhir pekan ini, media sosial di Indonesia ramai dengan unggahan mengenai ‘Peringatan Darurat’ yang dibuat oleh banyak pengguna. Peringatan ini merujuk pada berbagai isu yang dianggap mengancam stabilitas sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Banyak warganet yang mengunggah gambar tersebut usai DPR dinilai melakukan tindakan inkonstitusional karena mengabaikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.
Revisi UU Pilkada ini dinilai menguntungkan dinasti Presiden Indonesia Joko Widodo atau Jokowi. Hal ini membuat rakyat geram dan memicu demo besar-besaran di sejumlah daerah di Indonesia. Kamis, 22 Agustus 2024, salah satu demo dilaksanakan tepat di depan gedung DPR RI Senayan, Jakarta. Para demonstran turun ke jalan untuk menyuarakan keprihatinan mereka. Saat itu massa aksi terpantau sangat tenang, namun saking mencuatnya perasaan kesal, para demonstran melakukan tindak aksinya yaitu menjebol (merusak) gerbang utama yang terpasang di gedung parlemen DPR RI.
Lantas kejadian ini membuat kericuhan antara massa dan aparat tim gabungan TNI/Polri. Massa mulai melempari polisi dengan batu, kemudian dibalas dengan satu kali tembakan gas air mata oleh tim gabungan TNI/Polri.
Dari kericuhan tersebut dikabarkan ada mahasiswa yang terancam kehilangan mata akibat kekerasan aparat setempat.
Padahal, penggunaan kekuatan seperti kekerasan, peluru karet, gas air mata, maupun tongkat pemukul, tidak diperlukan sepanjang tidak ada ancaman yang nyata. Dan itu harus dipertanggungjawabkan. Dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa telah diatur secara jelas bahwa polisi dilarang bersikap arogan, terpancing perilaku massa, melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai prosedur, bahkan memaki-maki pengunjuk rasa.
Mari kita lihat, apakah yang dilakukan aparat tersebut merupakan tindakan yang tepat? Apakah sesuai dengan tugasnya yaitu mengayomi, menjaga dan melindungi masyarakat? Menggunakan tindak kekerasan sampai melukai orang yang tidak bersalah jelas sekali merupakan tindakan yang fatal, bahkan tidak terdapat peran profesional dalam penjagaan. Apalagi rakyat hanya sedang berpendapat atas ketidaknyamanan mereka terhadap negaranya yang zalim ini.
Jika dilihat, represifnya aparat bukti demokrasi anti kritik. Ini juga menunjukkan sejatinya demokrasi tidak memberi ruang akan adanya kritik dan koreksi dari rakyat. Seharusnya negara memberi ruang dialog, menerima utusan, dan tidak mengabaikannya.
Perlu kita ketahui, politik dalam Islam bukanlah ajang untuk berlomba-lomba dalam merebutkan kursi kekuasaan sekalipun membuat hukuman buatan.
Politik dalam Islam wajib dijalani dengan menerapkan dan menegakkan hukum-hukum Allah dalam mengatur kehidupan umat. Islam sangatlah menghormati dan menerima pendapat maupun kritikan yang diungkapkan rakyat kepada pemimpin negara, karena ini adalah bagian dari hak rakyat. Islam tidak membeda-bedakan antara penguasa dengan rakyat biasa. Adanya militer di bawah naungan negara Islam pun bukan berarti bisa semena-mena menggunakan kekuatan untuk menindas rakyat, apalagi sampai melukai dan merenggut nyawa.
Salah satu mekanisme untuk menjaga agar pemerintah tetap berada di jalan Allah dengan adanya muhasabah lil hukam, juga lembaga seperti Majelis Ummah dan Qadli Madzalim. Penguasa juga memahami tujuan adanya muhasabah, yaitu untuk memantau agar tetap tegaknya aturan Allah di muka bumi.
Maka dari itu, Islam mengatur umatnya untuk selalu menjalankan kehidupan Islam secara menyeluruh dari segi aspek mana pun, salah satunya yaitu tidak memisahkan politik dengan syariah. Sebagaimana dalam firman Allah Swt.,
“Hendaklah kamu (Muhammad saw.) memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka untuk meninggalkan kebenaran yang telah datang kepada dirimu." (TQS al-Maidah [5]: 48).
Dengan demikian, marilah kita sama-sama untuk selalu terikat dan berusaha dalam menerapkan syariah Islam secara kaffah di muka bumi ini, sehingga nantinya negara yang rusak akan tergantikan dengan negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Via
Opini
Posting Komentar