Opini
Terjebak Gaya Hidup Hedonis, Jangan ya, Sis!
Oleh: Eci Aulia
(Aktivis Muslimah Bintan)
TanahRibathMedia.Com—Jika ditanya apa yang menjadi sumber kebahagiaan manusia hari ini, mungkin jawabannya beragam. Namun, realitanya jamak masyarakat menganggap kesenangan merupakan tujuan hidup yang utama. Inilah definisi dari gaya hidup hedonis.
Dilansir dari Wikipedia, paham hedonisme muncul pada masa kehidupan filsuf Yunani sekitar tahun 433 SM. Socrates, seorang filsuf populer saat itu mengajukan pertanyaan filsafat terkait apa tujuan hidup manusia di dunia. Kemudian, muridnya bernama Aristippos memiliki pandangan bahwa kehidupan terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Akhirnya, paradigma tersebut terus berkembang hingga hari ini.
Seiring berkembangnya zaman maknanya pun makin meluas. Kini, hedonis mewujud pada kesenangan dan kepuasan tanpa batas. Gambaran ini notabene lahir dari kehidupan liberal yang serba bebas.
Gaya hidup mewah, bersenang-senang, berfoya-foya, boros, dan cenderung berperilaku konsumtif, menjadi karakteristik dari gaya hidup hedonis. Orang yang terjebak dalam gaya hidup ini akan selalu mencari cara agar dirinya terpuaskan lahir dan batin.
Kepuasan dari sisi lahiriah bisa berupa uang, barang-barang bernilai tinggi seperti rumah elit, mobil mewah, perhiasan, dan pesawat jet. Sedangkan kepuasan batin seperti berpergian ke luar negeri, staycation di hotel bintang lima, makan di restoran ternama, dan weeding dreams ala Disney.
Manusia hedonis akan cenderung materialistis demi tercapainya segala kesenangan tersebut. Maka wajar kalau hari ini ada adagium yang mengatakan uang adalah segalanya, karena segalanya butuh uang. Padahal, untuk hidup saja tidaklah mahal, yang mahal itu ketika memenuhi gaya hidup.
Gaya hidup hedonis ini sering dipertontonkan oleh para artis, pejabat, dan influencer yaitu dengan flexing rumah mewah, dan barang-barang branded yang dimilikinya ke media sosial. Mempublikasikan potret liburan ke luar negeri dengan menaiki jet pribadi ala sultan.
Alhasil, inilah yang diduplikasi oleh kebanyakan masyarakat, terutama generasi muda. Ketika mereka sudah mengeklaim standar kebahagiaan itu terletak pada kesenangan semata, maka tatkala mereka tidak mendapatkannya, maka runtuhlah klaim bahagia itu. Akhirnya, tidak mensyukuri kenikmatan lain yang Allah berikan, serta sulit untuk qonaah atau merasa cukup dalam hidup.
Adapun dampak buruk yang diakibatkan oleh gaya hidup hedonis ini sangat banyak. Seseorang yang terjangkit gaya hidup hedon akan lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan. Untuk memenuhi keinginannya tersebut ia akan cenderung memiliki sifat egois dan individualis.
Tak jarang seorang yang hedonis akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya. Semisal melakukan pencurian, pembunuhan, dan korupsi demi tercapainya kepuasan. Karena untuk bergaya hidup hedon jelas membutuhkan budget yang tidak sedikit.
Demikianlah realita hidup dalam tatanan kapitalis sekuler. Tanpa disadari, masyarakat begitu mudah menerima paham yang sejatinya bukan berasal dari Islam. Gaya hidup hedonis dalam sistem kapitalis membuat individunya tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimiliki. Alangkah benar sabda Rasulullah saw.,
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekali tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (HR. Bukhari, Muslim).
Bukan tidak boleh menikmati hidup. Hanya saja, perlu diingat bahwa kesenangan dunia hanya sesaat. Maka, ambillah secukupnya, jangan berlebihan. Apalagi sampai terjebak dan sulit untuk keluar dari gaya hidup hedonis.
Karena kelak kita akan ditanyai tentang kemegahan yang kita banggakan itu. Allah Swt. sudah memperingatkan hal tersebut dalam Firman-Nya dalam surat At-Takatsur ayat 1-3 yang artinya:
1.Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.
2.Sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3.Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).
Islam tidak pernah mengajarkan gaya hidup hedonis. Sepatutnya kita menyadari bahwa kebahagiaan yang paling utama bagi seorang muslim bukanlah kesenangan yang sesaat, melainkan kesenangan yang abadi di surganya Allah Swt.. Di mana hal itu hanya bisa diraih dengan rida-Nya saja.
Lantas apakah mungkin rida-Nya bisa kita raih dengan bergaya hidup hedonis sedang Allah tidak suka. Allah Swt. berfirman,
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِۗ وَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرً
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Isra:27).
Islam juga tidak pernah melarang seorang muslim untuk menjadi aghnia atau kaya raya. Akan tetapi sepatutnya kekayaan tersebut hanya dimanfaatkan untuk kebaikan di jalan Allah Swt.. Bukan di jalan kesenangan fatamorgana yang sesaat datang lalu sirna. Wallahu alam Bissowwab
Via
Opini
Posting Komentar