Opini
Terjebak Pinjaman, Guru Butuh Diselamatkan
Oleh: Ai Qurotul Ain
(Praktisi Pendidikan)
TanahRibathMedia.Com—Guru sebagai sosok yang digugu dan ditiru. Guru juga mengambil peranan yang besar untuk mencerdaskan anak bangsa dengan membekali ilmu. Maka agar semakin maksimal dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya, sudah seharusnya kesejahteraan diberikan untuk para guru.
Namun negeri +62 ini, memiliki kisah sendiri. Honorer terus diminta bersabar menunggu realisasi janji hari demi hari. Mereka harus berjuang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan tidak jarang yang mencari tambahan penghasilan agar kebutuhan terpenuhi. Alhasil prioritas dan loyalitas menjadi terbagi dengan kepentingan pribadi.
Tidak hanya tenaga honorer yang bermasalah, bahkan pegawai negerinya yang terjebak gaya hidup konsumtif. Banyak guru yang terlilit utang. Bahkan ada yang rela menjadikan SK kepegawaiannya sebagai jaminan setelah berjuang habis-habisan.
Serupa dengan kondisi keuangan para guru di daerah Sumatera Barat, yang nampaknya tidak sedang baik-baik saja. Banyaknya utang menyebabkan gaji mereka menjadi nol. Menurut pemerintah setempat, hal ini terjadi sebagai akibat perilaku konsumtif berlebihan (Suarasumbar.id, 27-08-2024).
Namun sebagaimana yang diwacanakan, apakah menabung menjadi jalan keluar? Lalu benarkah masalah ini muncul akibat para guru tidak dapat mengelola keuangan?
Jika diamati di lapangan, guru yang berhutang bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena sulitnya hidup di sistem sekarang. Kapitalisme sekuler mencampuradukan antara kebutuhan dengan keinginan. Karena produksi yang tidak terbatas, menyebabkan masyarakat dipaksa untuk menjadi konsumen tidak terbatas juga.
Fatalnya adalah masih tertanam di benak masyarakat, bahwa apa yang mereka inginkan, maka itulah kebutuhan. Ketika ada anggapan demikian, maka akan ada upaya untuk memenuhi segala apa yang diinginkan. Hal ini berlangsung terus menerus, karena kebahagiaan dalam paradigma masyarakat saat ini adalah saat terpenuhi segala keinginan.
Kedua, sistem ekonomi kapitalisme menghalalkan riba. Dalam hal ini, bagi para guru yang berstatus pegawai negeri senantiasa mendapat tawaran untuk menyimpan SK pengangkatannya di lembaga perbankan. Bukan dengan cuma-cuma, melainkan dengan sejumlah uang yang diberikan sebagai pinjaman. Gaji bulanannya itulah yang digunakan untuk membayar angsuran. Akhirnya mereka terjebak ke dalam riba yang tidak berkesudahan dan sulit keluar dari rantai dosa besar.
Di samping keduanya tadi, kondisi kehidupan saat ini begitu sulit. Seperti peribahasa “besar pasak dari pada tiang”. Penghasilan para guru tidak sebanding dengan pengeluaran. Biaya kehidupan yang terlampau tinggi, tidak tercukupi dari gaji yang didapat. Kebutuhan bahan makanan seperti beras, minyak, rempah-rempah begitu mahal. Beban hidup semakin bertambah dengan biaya pendidikan, transportasi, dan kesehatan yang juga terus melambung tinggi.
Jangankan untuk menabung, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja masih serba terbatas. Apalagi yang harus dihemat, sedangkan para ibu harus mengatur keuangan, memangkas pengeluaran, dan memeras kebutuhan lebih ekstra. Terlebih lagi, menjadi guru menghabiskan banyak waktu di sekolah, sehingga kurang maksimal jika harus mencari penghasilan tambahan. Maka, terkadang berhutang menjadi jalan pintas bagi sebagian orang.
Kondisi ini sangat memprihatinkan. Sehingga solusi tuntas sangat dibutuhkan. Hanya saja selama masih menjadikan paragima kapitalisme sekuler sebagai landasan berpikir dan berbuat, maka sangat sulit untuk merubah keadaan. Sudah saatnya Islam dipahami dan diterapkan sebagai pengatur kehidupan.
Kekacauan ini, jelas tidak akan dibiarkan tumbuh subur dalam sistem pemerintahan Islam. Akan ada penjagaan terhadap akal, diri, dan harta berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Seorang pemimpin akan memastikan rakyatnya telah memenuhi kebutuhan pokoknya. Bahkan negara akan menjadi pelayan bagi rakyat. Layanan umum akan diberikan cuma-cuma dengan dana yang bersumber dari Baitul mal.
Rasulullah saw. bersabda, “Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam pengurusan pendidikan maka seorang penguasa haruslah sungguh-sungguh dalam meri’ayahnya. Pengurusannya meliputi sarana-sarana pendidikan, sistem, maupun penggajian gurinya. Hal ini juga dijelakan oleh Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al-Ahkaam.
Dalam sistem Islam juga akan memberikan penghargaan kepada para guru tanpa memandang status. Bahkan gaji yang diberikan bisa melampaui kebutuhan. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqah ad-Dimasyqi, dari al-Wadhi’ah bin Atha, bahwa Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas). Kesejahteraan juga dirasakan pada masa Shalahuddin al-Ayyubi. Gaji guru berkisar antara 11 sampai 40 dinar. Dengan jumlah tersebut jelaslah melebihi biaya kebutuhan hiIdup. Maka , tidak ada alasan baginya untuk berhutang.
Tentu semua ini hanya bisa terwujud dengan hijrah secara total. Meninggalkan sistem kufur kepada sistem rahmatan lil ’alamin. Demokrasi kapitalisme jelas tidak dapat dijadikan sandaran, karena terbukti menghasilkan kezaliman. Sedangkan sistem Islam layak dikembalikan, setelah 13 abad lamanya pernah diterapkan dan mencapai masa keemasan. Jadi, masihkah ada keraguan terhadap sistem Islam sebagai aturan kehidupan yang bersumber dari Allah Swt.?
Wallahua’lam bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar