Opini
Toleransi Kebablasan, Umat Harus Waspada!
Oleh: Siti Maimunah
(Aktivis Muslimah Kepri)
TanahRibathMedia.Com—Dilansir dari laman Presiden.go.id, Presiden Joko Widodo menyambut kunjungan pimpinan Gereja Katolik Dunia sekaligus kepala Negara Vatikan, yaitu Sri Paus Fransiskus di Istana Negara, Jakarta pada Rabu 04 September 2024 lalu.
Presiden menyambut hangat, media dan bahkan masyarakat Islam pun menyambut dengan hangat. Pertanyaannya bolehkah seperti itu? Mengingat Indonesia adalah negara mayoritas muslim terbesar di dunia apakah pantas menyambut seorang Paus yang kita ketahui adalah imam dari agama Katolik atau selain Islam, tentu tidak pantas bukan?
Toleransi yang diajarkan oleh Islam bukanlah seperti ini. Terlebih lagi media bahkan menggiring opini publik atas kesedehanaan hidup yang ditunjukkan oleh Paus, mulai dari transportasi, tempat menginap bahkan jam tangan yang dipakai pun tidaklah luput menjadi sorotan. Atas hal ini sama saja menghantarkan umar muslim ke dalam pintu gerbang pluralisme bahkan mengarahkan ke moderasi beragama, di mana berusa menjauhkan umat dari ajaran agama Islam dan suri tauladan Nabi Muhammad saw.
Kunjungan Paus ke Indonesia bukanlah tanpa tujuan yang jelas dan bukan kunjungan biasa, tetapi mempunyai misi global di mana misi ini yang akan di sebar luaskan di negeri-negeri Muslim. Dengan adanya promosi moderasi beragama sedikit banyaknya pemikiran ini akan terserap oleh rakyat Indonesia khususnya umat muslim.
Apalagi Paus Fransiskus menekankan bahwa moderasi beragama bukan sekqdar sikap pasif melainkan sebuah komitmen aktif untuk menjaga keseimbangan antara keyakinan yang teguh dan penghormatan terhadap keberagaman. Hal ini diperkuat dengan beberapa pernyataan dalam pidatonya untuk memperkuat kerukunan yang damai dan berbuah yang menjamin perdamaian dan menyatukan upaya-upaya untuk menghapuskan ketimpangan dan penderitaan yang masih bertahan di beberapa wilayah negara, gereka katolik berkeinginan untuk meningkatkan dialog antar agama (MuslimNews.com, 11-09-2024).
Dapat kita lihat bahwa dari pernyataan paus tersebut, dengan lantang mengatakan Gereja Katolik berkeinginan untuk meningkatkan dialog beragama. Hal ini sama saja mencekoki Muslim dengan pandangan selain Islam. Hal ini dikuatkan dengan masuknya paham moderasi beragama saat ini, imbasnya bisa kita lihat dengan sikap imam Masjid Istiqlal dimana ia mencium tangan Paus Fransiskus, tidak hanya itu penyambutannya pun dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an lebih ironinya lagi kumandang azan ditelevisi diganti dengan running text agar tidak mengganggu misa akbar, serta antusias masyarakat muslim pun menyambut kedatangan Paus Fransiskus.
Umat Harus Waspada!
Sebagai umat Islam seharusnya memiliki kewaspadaan pada setiap kata dan pengarusan opini yang berkembang dalam kunjungan Paus Fransiskus beberapa waktu lalu. Akan tetapi tidak demikian 33 tokoh muslim malah meluncurkan buku untuk penyambutan kedatangan Paus Fransiskus yang berjudul "Salam Bagimu Sang Peziarah Harapan" dengan dalih toleransi antar agama.
Namun hal ini menunjukkan seolah menaruh harapan kepada imam besar Katolik itu. Pertanyaannya apakah layak seorang muslim menaruh harapaan kepada pemimpin non muslim ? Tidaklah pantas para tokoh agama yang terlalu meng agungkan pays seakan mengandung makna bahwa Islam tidak lebih mulia dibandingkan agama lainnya. Terlebih lagi isi dari buku tersebut membawa misi global yang tengah digaungkan yaitu terciptanya Indonesia moderat-sekuler dengan moderasi beragama.
Sungguh ironis, Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia telah sukses dipengaruhi, menerapkan dan menerima moderasi beragama. Di mana proyek moderasi beragama ini masuk melalui jalur dialog antar beragama dan perlawanan terhadap ekstremisme /radikalisme.
Dialog beragama melemahkan ajaran Agama Islam dengan jalan mencampur adukkan kebatilan dan kebenaran dengan berpegang pada prinsip semua agama sama. Toleransi tidak lah seperti itu, toleransi dalam Islam adalah membiarkan dan menghormati Ibadah non muslim tanpa ikut campur di dalamnya, baik sekedar mengucap, berpartisipasi (menghadiri) apalagi berkolaborasi dalam perayaan dan ibadah mereka karena Islam menggunakan prinsip.
"Untukmu Agamamu dan Untukku Agamaku" (QS Al-Kafirun: 6)
Rasulullah saw. dan para sahabat tidak pernah mencontohkan bentuk toleransi ala moderasi. Saat memasuki palestina setelah ditaklukkan khalifah Umar ra. Enggan memasuki geraja ketika waktu salat tiba, ia tidak melakukan itu karena khawatir kalau seandainya dia sholat di gereja, kelak umat Islam akan mengubah geraka menjadi masjid dengan dalih khalifah Umar pernah sholat disitu sehingga menzalimi hak umat Nasrani. Inilah toleransi yang sesungguhnya toleransi yang tidak mencampur adukkan akidah dan ajaran agama Islam, tetapi tetap menunjukkan kemuliaan dan kewibawaan Islam yang memberi rahmat bagi semesta alam dan umat manusia.
Oleh karena itu umat harus memahami Islam secara menyeluruh agar tidak terjadi salah tafsir atau salah memahami maksud terselubung dalam membaca setiap peristiwa yang berkaitan dengan Islam. Dengan upaya yang dapat dilakukan dengan cara mengkaji Islam secara intens, kritis terhadap peristiwa apapun, dan menjalani makna toleransi sesungguhnya dalam Islam (Muslimahnews.com, 11-08-2024).
Via
Opini
Posting Komentar