Opini
Gen Z dalam Bayang-Bayang Materialistik
Oleh : Risna Ummu Yusuf
(Muslimah Jaksel)
TanahRibathMedia.Com—Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) telah menjadi karakteristik yang mendefinisikan kehidupan sosial dan ekonomi generasi Z. Didukung oleh kehadiran sosial media, FOMO memicu perilaku konsumtif yang semakin mengakar di tengah derasnya arus kapitalisme demokrasi. Gen Z, sebagai generasi yang lahir dan tumbuh dalam lingkungan digital, terjebak dalam gaya hidup materialistik yang tak terlepas dari pengaruh sistem kapitalisme ini.
Kapitalisme demokrasi menciptakan lingkungan yang mendorong kebebasan individu untuk mengonsumsi sebanyak-banyaknya. Dalam konteks ini, kebebasan menjadi terdistorsi oleh dorongan untuk terus mengikuti tren, menjaga status sosial, dan memenuhi standar yang dipaksakan oleh arus utama budaya. Interaksi sosial melalui platform digital memperbesar kecenderungan ini. Dengan cepatnya informasi dan gambar-gambar kehidupan mewah yang dipamerkan di sosial media, Gen Z merasa tertekan untuk berpartisipasi dalam gaya hidup serba eksklusif dan konsumtif, demi menjaga citra diri dan tidak merasa "ketinggalan" dari teman-teman sebayanya.
Dalam kerangka ini, FOMO bukan hanya sekadar fenomena psikologis, tetapi merupakan cerminan dari bagaimana sistem kapitalisme demokrasi bekerja untuk menciptakan ketergantungan materialisme. Kebutuhan untuk selalu terlihat mengikuti perkembangan tren, sering kali tidak didukung oleh kemampuan finansial yang stabil. Akibatnya, banyak dari generasi ini terjerat dalam utang tidak produktif, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai studi, yang menyebut bahwa ketergantungan pada kredit konsumer menjadi masalah serius di kalangan anak muda. Hal ini hanya memperburuk kondisi mental dan sosial mereka, menjauhkan mereka dari kesempatan untuk berkembang secara produktif dan berkontribusi dalam karya yang bermakna.
Di balik gaya hidup bebas dan hedonistik yang didorong oleh sistem ini, ada dampak besar pada potensi generasi Z sebagai agen perubahan. Dalam realitas yang didikte oleh konsumerisme, potensi pemuda untuk berprestasi dan menciptakan inovasi yang membawa kebaikan bagi masyarakat tertahan oleh fokus yang berlebihan pada hal-hal dangkal. Alih-alih menjadi motor penggerak perubahan yang positif, mereka malah terjebak dalam pusaran narsisme dan kepuasan sesaat.
Islam, sebagai sebuah pandangan hidup yang holistik, menawarkan solusi yang berlawanan dengan sistem kapitalisme demokrasi. Dalam Islam, pemuda dipandang sebagai kekuatan utama yang dapat membawa umat menuju kebangkitan. Mereka memiliki potensi besar untuk mempersembahkan karya terbaik, yang bukan hanya untuk kepentingan individu, tetapi juga untuk kepentingan umat dan dunia secara keseluruhan. Sistem Islam, yang terfokus pada keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana pemuda dapat memaksimalkan potensinya dengan cara yang bermanfaat.
Sebagai sistem yang menyeluruh, Islam tidak hanya memberi solusi individual, tetapi juga menawarkan sistem sosial, ekonomi, dan politik yang bisa mengarahkan generasi muda menuju pencapaian yang lebih baik. Khilafah Islamiah, yang pernah menjadi puncak peradaban gemilang umat Islam, memberikan contoh bagaimana pemuda dapat diarahkan untuk mengembangkan kreativitas dan kontribusi yang bermakna bagi masyarakat. Dalam sistem ini, gaya hidup hedonistik dan materialisme bukan menjadi prioritas, melainkan digantikan dengan etos kerja, spiritualitas, dan tanggung jawab sosial.
Dengan demikian, jika Gen Z ingin lepas dari belenggu FOMO dan konsumerisme, mereka harus mulai melihat hidup dari perspektif yang lebih tinggi. Alih-alih mengejar kesenangan duniawi yang sementara, mereka bisa mengambil inspirasi dari nilai-nilai Islam yang mendorong keseimbangan antara dunia dan akhirat. Generasi ini memiliki potensi luar biasa yang, jika diarahkan dengan benar, dapat membawa perubahan positif yang sangat dibutuhkan oleh dunia hari ini.
Via
Opini
Posting Komentar