Opini
Gen Z Dalam Kapitalisme: Terjerat Gaya Hidup Materialistik
Oleh: Siti Aysyah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Tingkat adopsi layanan financial technology (fintech) oleh kalangan muda milenial (kelahiran 1981-1996) dan generasi Z (kelahiran 1997-2012) terus meningkat. Berdasarkan laporan Lokadata.id sebanyak 78% masyarakat generasi milenial dan gen z telah menggunakan aplikasi fintech setiap harinya, termasuk dompet digital, layanan pinjaman, dan pembayaran digital.
Namun, tingginya adopsi tersebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi generasi muda jika tidak dibarengi dengan literasi keuangan yang baik. Public and Government Relation Manager Habriyanto Rosyidi S mengatakan, dominasi anak muda yang kini memuncaki populasi membawa dampak positif bagi dunia kerja.
Namun, disisi lain gaya hidup anak muda yang cenderung takut merasa tertinggal atau fear of missing out (FOMO) menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi kesehatan finansial.
"Gaya hidup FOMO, YOLO (you only live once) dan FOPO (fear of other people's opinion) menjadi salah satu faktor bagi permasalahan finansial anak muda hari ini jika tidak dapat dikelola dengan baik dan bijak" kata Habriyanto dalam keterangannya Jumat (10-10-2024).
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) generasi milenial dan gen Z memang menjadi penyumbang utama kredit macet pinjaman online (pinjol). Pada Juli 2024, tingkat kredit macet lebih dari 90 hari atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) di perusahaan pinjol atau peer to peer (P2P) lending mencapai 2.53%.Adapun porsi gen Z dan milenial dalam kategori usia 19-34 tahun yang menjadi penyebab utama TWP 90 pada Juli 2024 mencapai 37.17%.
Oleh karena itu, Habriyanto mendorong agar anak muda bijak meminjam serta tidak perlu khawatir jika dibilang ketinggalan zaman atau juga dikenal fenomena doom spending.
Sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK Frederica Widyasari Dewi mengatakan fenomena doom spending dapat menyebabkan gemar berutang.
FOMO atau fear of missing out adalah gejala sosial yang timbul ketika seseorang tidak ingin ketinggalan dan tidak mau sendirian. Seseorang dapat bersikap FOMO karena pengaruh dari internet dan media sosial membuatnya ingin mendapatkan pengalaman yang dimiliki orang lain.
Menurut pengamat sosial Devie Rahmawati, FOMO dapat menyebabkan dampak buruk. FOMO juga dapat berdampak buruk jika seseorang melakukan dengan cara melanggar hukum.
Dampak negatif FOMO lainnya diungkapkan oleh Sosiolog Sunyoto Usman, bahwa FOMO dapat membuat seorang menjadi narsistik. Dimana seseorang merasa dirinya lebih dari orang lain dan kerap menunjukkan kehidupan dan kelebihannya di media sosial.
Orientasi hidup materialistis, membuat anak muda menjadikan tujuan hidupnya semata untuk mencari uang. Sebagian mereka mencari jalan mendapatkan uang tanpa mau bekerja keras. Banyak diantara mereka menempuh jalan yang mudah seperti menjadi youtuber, selebgram gamer atau artis. Mereka tidak segan membuat beragam konten yang bisa menarik banyak viewers termasuk membuat konten yang menyimpang seperti prank, makan babi dengan baca bismillah atau konten vulgar yang jauh dari akhlak Islami.
Yang lebih parah, tidak sedikit yang tergiur iming-iming investasi bodong dan judi online. Jika rugi atau kalah mereka menutupnya dengan pinjaman dari pinjol.
Sebagai seorang muslim, tujuan hidup kita adalah beribadah kepada Allah untuk mencari Ridha-Nya. Materialistis merupakan sikap seseorang yang memandang kebahagiaan/pencapaian dari sisi materi semata.
Sikap ini lahir dari penerapan sistem kapitalisme di dunia. Kapitalisme menjadikan kebebasan individu sebagai asasnya, telah membebaskan manusia untuk memiliki harta dan menggunakan harta itu sekendak hatinya. Paham ini juga menolak agama turut campur dalam kehidupan sehingga pengelolaan harta adalah urusan individu.
Paham materialistis bertentangan dengan Islam. Sebagai agama yang sempurna, Islam telah mengatur cara memperoleh harta dan membelanjakannya. Perlu dipahami bahwa harta bukanlah tujuan hidup atau standar kebahagiaan.
Allah Swt berfirman: "Siapa saja yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka didunia itu tidak dirugikan itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan didunia dan sia-sia apa yang telah mereka kerjakan." (TQS: Hud (11):15-16)
Dengan demikian, selayaknya kita bersyukur atas anugerah-Nya. Car bersyukur yang terbaik adalah menjadikan harta tersebut untuk menambah ketaatan kita kepada Allah juga dengan menjadikan harta bermanfaat bagi diri kita dan orang lain, serta bagi dunia dan akhirat kita.
Wallahu'alam Bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar