Straight News
Hukum Gaduh Hewan Ternak, Begini Penjelasannya
TanahRibathMedia.Com—Pakar Fiqih Kontemporer, KH. M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si., M.Si. menyatakan adanya khilafiyah di kalangan ulama mengenai syirkah gaduh hewan ternak.
"Terdapat khilāfiyah di kalangan ulama mengenai syirkah yang bentuknya seseorang menyerahkan hewan ternaknya kepada orang lain untuk dipelihara dengan bagi hasil berupa anak yang akan dilahirkan dari hewan itu," tuturnya sebagaimana rilis yang diterima Tanah Ribath Media, Rabu (25-09-2024).
Menurutnya, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama yang mengharamkan model syirkah seperti di atas.
"Pendapat yang rājih (lebih kuat) menurut kami adalah pendapat jumhur ulama yang mengharamkan model syirkah seperti di atas, karena dalilnya lebih kuat. Sedang pendapat yang membolehkan, tidak dapat diterima karena qiyasnya lemah (marjūh)," ujarnya.
Selanjutnya ia memberikan dua solusi altenatif mengenai gaduh yang diperbolehkan menurut syariat.
Pertama, USAJ menyarankan akad gaduh dengan ijarah. "Akad gaduh menggunakan akad ijārah, yaitu pemilik kambing menjadi pemberi kerja (al-musta`jir), sedang pemelihara kambing menjadi pekerja (al-ajīr), dengan ketentuan :
(1) semua biaya pakan menjadi tanggungan pemberi kerja (al-musta`jir);
(2) upahnya berupa sejumlah uang yang fixed (tetap/flat), misalnya pemelihara mendapat upah Rp 1 juta per bulan," bebernya.
Jadi, imbuhnya, upah yang diterima pemelihara/pekerja (al-ajīr), adalah berupa uang, bukan anak kambing yang akan dilahirkan. Jadi kalau pihak pemelihara menginginkan anak kambing yang dilahirkan, dia dapat membeli dari pihak pemberi kerja, namun akad jual beli ini sifatnya opsional atau tidak mengikat (ghairu mulzim) untuk dilaksanakan bagi pihak pemilik anak kambing.
Kedua, sebagai orang yang memahami ilmu fiqih, Ustaz Shiddiq menyarankan akad kepemilikan bersama. "Akad gaduh menggunakan akad syirkah amlāk, yaitu kepemilikan bersama oleh dua pihak atau lebih pada suatu barang (al-‘ain) yang sama," jelasnya.
Jadi, sambungnya kembali, misalnya ada dua orang yang iuran sejumlah uang untuk membeli satu ekor kambing. Misal A iuran sebesar Rp 3 juta, sedang B iuran sebesar Rp 1 juta. Uang yang terkumpul, sejumlah Rp 4 juta, lalu dibelikan satu ekor kambing. Maka satu ekor kambing ini artinya dimiliki secara bersama oleh A dan B, berdasarkan syirkah amlāk.
Dari keterangan di atas kemudian USAJ memberikan contoh-contoh syirkah yang diperbolehkan menurut syariat secara detail.
"Pihak A dan B sebagai sama-sama pemilik, lalu bersepakat bahwa pemeliharaan kambing dilaksanakan oleh B, dengan biaya ditanggung bersama oleh A dan B. Kemudian disepakati bagi hasil dan bagi ruginya, di antara dua pihak tersebut (A dan B). Bagi ruginya ditanggung sesuai persentase modal. Sedang bagi hasilnya, anak kambingnya dibagi dengan cara pembagian tertentu, misalkan jika tahun ini kambing itu beranak, maka anak kambing itu menjadi miliknya B (pihak kedua/pemelihara), dan jika tahun depan kambing itu beranak lagi, maka anak kambing itu menjadi miliknya A (pihak pertama)," urainya.
Terakhir ia menegaskan bahwa bentuk gaduh dengan syirkah amlak ini dibolehkan menurut hukum Islam.
"Bentuk gaduh dengan akad syirkah amlāk ini dibolehkan menurut syara’ (hukum Islam), sebagaimana penjelasan Syekh Muhammad Tāwīl dalam kitabnya Al-Syarikāt wa Ahkāmuhā fī Al-Fiqh Al-Islāmī, hlm. 75. Waallahu A'lam Bish Shawwab," pungkasnya. []Nur Salamah
Via
Straight News
Posting Komentar