Opini
Kala Khamar Menjadi Minuman Halal
Oleh: Yanti
(Komunitas Ibu Peduli Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Menurut laporan dari wartajabar.com (1-10-2024), Majelis Ulama Indonesia (MUI) menguak tabir tentang temuan mengejutkan mengenai produk pangan dengan nama-nama kontroversial seperti tuak, beer, dan wine yang mendapat sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama. Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, mengonfirmasi temuannya dan menyatakan bahwa hasil investigasi MUI memvalidasi laporan masyarakat bahwa produk-produk tersebut memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur self declare.
Self declare adalah proses di mana pelaku usaha dapat mengajukan sendiri permohonan untuk mendapatkan sertifikat halal melalui BPJPH di Indonesia. Kemenag telah mengeluarkan kebijakan ini berlaku mulai 2021. Kebijakan ini, bertujuan untuk mempermudah pelaku usaha khususnya UMKM dalam mendapatkan sertifikat halal.
Namun, MUI membantahnya dengan menyatakan bahwa fatwa MUI tidak pernah memberikan ketetapan halal pada produk tersebut. MUI pun melakukan investigasi dan menemukan bahwa produk-produk miras yang disebutkan tadi memperoleh sertifikat halal melalui jalur self declare tanpa audit dari Lembaga Pemeriksaan Halal serta penetapan kehalalan melalui Komisi Fatwa MUI.
Sejak awal, kebijakan ini sangat disorot karena berpotensi besar disalahgunakan. Kini terbukti, miras seperti tuak, beer, dan wine bisa mendapatkan sertifikat halal. Kuota sertifikasi halal bagi UMKM, pemerintah menyediakan satu juta melalui self declare. Sungguh kebijakan yang tak masuk akal. Apalah artinya piket malam memberantas pesta miras, kalau penjualannya marak.
Ketika khamar menjadi minuman halal, Ini menunjukkan buah dari sistem kapitalis. Yang sering kali, menghalalkan segala cara. Demi keuntungan, tanpa mempertimbangkan apakah tindakan tersebut diperbolehkan atau tidak dalam setiap program kerja. Karena ini sistem sekuler, tentu tidak ada tolak ukur halal ataupun haram. Yang haram pun bisa menjadi halal.
Begitu juga dalam sistem kapitalis, siapa yang berkuasa dapat melakukan apa saja selama menghasilkan keuntungan besar tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain. Padahal, dampak dari itu, banyak aksi kejahatan, berawal dari minuman khamar. Tawuran, pembunuhan, pemerkosaan, semua dipicu oleh minuman khamar. Yang tanpa disadari hilangnya akal sehat. Akan banyak lagi kejahatan yang lain, ketika khamar menjadi minuman halal.
Apakah mungkin, Kemenag lupa. Bahwa beliau adalah seorang muslim. Sehingga dengan suka rela mengeluarkan kebijakan yang menurut keyakinannya khamar itu haram?
Cinta dunia. Ya! Inilah yang disinggung oleh Imam al Ghazali dalam salah satu kitabnya. “Kerusakan masyarakat itu akibat kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa akibat kerusakan ulama. Adapun kerusakan ulama akibat digenggam cinta harta dan jabatan. Siapa saja yang digenggam oleh cinta dunia niscaya tidak mampu mengoreksi terhadap masyarakat kelas bawah, bagaimana mungkin dia dapat mengoreksi penguasa dan para pembesar.” (Ihya Ulumiddin, juz 2, hal.357)
Karena cintanya terhadap dunia lebih besar, kebijakan yang dikeluarkan tidak melihat halal-haram. Bisa tergantung negosiasi, asal cocok harga, kewajiban bisa disembunyikan.
Seandainya masyarakat Indonesia mau diatur oleh sistem Islam, tentu tidak akan pernah merasakan dilema. Karena apa yang syariat haram, kita pun harus menempatkannya haram. Yakinlah, dibalik itu pasti ada maslahat keuntungan bagi mereka yang meyakininya.
Islam mengatur standar halal-haram suatu produk, berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Baik dari sisi zatnya, prosesnya, hingga penamaannya yang tidak boleh melanggar syariat. Mekanismenya bisa melalui sertifikasi halal atau bentuk lainnya yang akan dikaji secara mendalam oleh para Mujtahid khalifah terkait efektivitas pengawasan pangan halal. Karena merujuk pada sabda Rasulullah Saw.
“Sesungguhnya jika Allah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan nilai harganya.” (HR Ahmad).
Selain itu, penegakan hukum dalam sistem Islam bersifat menjerakan.
Adapun pihak yang berani mengedarkan produk haram di pemukiman kaum muslim. Dengan ini, tidak akan ada yang berani membeli atau menjual pangan haram seperti khamar, karena produsen, penjual, pembeli, maupun pengantarnya akan dikenai sanksi.
Ali bin Abi Thalib ra. meriwayatkan, “Rasulullah saw. mencambuk peminum khamar sebanyak 40 kali. Abu Bakar juga 40 kali. Sedangkan Utsman 80 kali. Kesemuanya adalah sunnah...” (HR Muslim).
Akan lebih berat lagi, yang menimpa si penjual, dan produsen. Sanksi berat, berupa cambuk, denda, hingga sampai dipenjara. Karena perbuatannya itu dianggap turut andil pada penyebaran kemaksiatan.
Mengonsumsi makanan halal, termasuk ibadah bagi seorang muslim. Hal ini harus senantiasa diperhatikan, meski ada kebijakan sesat, kita tidak terjebak. Manakala keimanan kita kuat.
Islam sebagai agama yang sempurna, selalu memperhatikan hal-hal penting. Salah satunya adalah jaminan makanan halal. Sistem pemerintahan Khilafah akan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, termasuk memastikan semua makanan yang dikonsumsi masyarakat adalah halal sesuai syariat Islam.
Karena itu, kita bisa membedakan, sistem kapitalis-sekular melahirkan khamar menjadi minuman halal. Sebaliknya Islam menetapkan, bahwa khamar adalah minuman haram. Tanpa digali lagi tafsirannya.
Wallahu'alam bishshawwab
Via
Opini
Posting Komentar