Opini
Kebijakan Tunjangan Rumah Anggota DPR
Oleh: Sarah Fauziah Hartono
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Anggota DPR RI periode 2024-2029 akan menerima tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan menggantikan rumah dinas yang sudah tidak lagi tersedia. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mendukung kinerja mereka, namun justru menuai kritik karena dianggap tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat dan minim dampak positif terhadap kinerja DPR yang sering dipertanyakan.
Selama beberapa periode terakhir, DPR lebih sering mengesahkan undang-undang yang menguntungkan pemerintah dan kalangan bisnis, seperti UU Cipta Kerja, ketimbang membahas RUU yang lebih dibutuhkan publik, seperti RUU Pekerja Rumah Tangga dan RUU Masyarakat Adat.
Fenomena politik dinasti juga semakin terlihat, di mana banyak anggota DPR memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat publik, memperkua kesan bahwa tunjangan mewah seperti ini tidak akan meningkatkan kinerja wakil rakyat.
Indonesia Corruption Watch (ICW) memprediksi anggaran untuk tunjangan rumah DPR dapat mencapai Rp2,06 triliun dalam lima tahun ke depan. Ironisnya, kebijakan ini diambil ketika masih ada backlog perumahan sebesar 12,71 juta unit dan sekitar 3 juta orang tidak memiliki tempat tinggal. Menurut ICW, kebijakan ini hanya akan memperkaya penguasa dan tidak memikirkan kepentingan publik (kompas.com, 11-10-2024).
Pada tahun 2022, harga properti pun meningkat hampir 4 persen, semakin menyulitkan masyarakat untuk memiliki rumah. Kebijakan ini dinilai mencerminkan persoalan mendasar dalam demokrasi kapitalisme, di mana hubungan erat antara elite politik dan bisnis menghasilkan politik balas budi yang memperkaya segelintir orang dengan mengorbankan kepentingan publik.
Berbeda dengan sistem demokrasi, dalam Islam perwakilan rakyat berfungsi sebagai pemberi nasihat kepada penguasa dan pengawas kebijakan pemerintahan. Mereka fokus menjalankan amanah dan mengutamakan kepentingan umat tanpa mengejar keuntungan materi. Setiap amanah dipandang sebagai tanggung jawab yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.
Dalam sistem ekonomi Islam, kekayaan alam dan sumber daya publik tidak boleh dimonopoli atau diprivatisasi. Negara wajib memastikan pengelolaan yang adil agar hasilnya dapat dinikmati seluruh rakyat, termasuk dalam bentuk perumahan layak.
Pemberian tunjangan besar kepada wakil rakyat yang tidak memprioritaskan kesejahteraan masyarakat merupakan kebijakan yang keliru. Islam menawarkan solusi dengan menekankan amanah, tanggung jawab, dan distribusi kekayaan yang adil, sehingga tidak ada celah bagi pejabat publik untuk menyalahgunakan jabatan demi keuntungan pribadi.
Dengan penerapan ekonomi syariah, negara dapat menjamin kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi dan mengurangi kesenjangan sosial tanpa harus mengorbankan kepentingan umum.
Via
Opini
Posting Komentar