Opini
Kemiskinan Menjadi Keniscayaan dalam Sistem Kapitalisme
Oleh: Anggi Dewi Jayanti
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Kemiskinan hari ini terjadi di mana-mana. Kesenjangan antara miskin dan kaya makin lebar. Bahkan meski sudah ada hari pengentasan kemiskinan Internasional yang diadakan pada 17 Oktober yang dimulai sejak tahun 1992 silam. Di mana pengadaan hari pengentasan kemiskinan tersebut merupakan aksi nyata yang ditetapkan oleh para pemangku kebijakan termasuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sendiri selaku pemegang organisasi Internasional (Media Indonesia, 26-10-2024).
Berdasarkan laporan Program Pembangunan PBB pada hari kamis (17-10-2024) dinyatakan bahwa lebih dari 1 miliar orang hidup dalam kemiskinan akut di seluruh dunia. Setengah dari jumlah tersebut, yang paling terkena dampaknya adalah anak-anak. UNDP dan OPHI telah menerbitkan Indeks Kemiskinan setiap tahun sejak 2010, dengan mengumpulkan data dari 112 negara dengan populasi gabungan 6,3 miliar orang. Indikator data ini menggunakan seperti sanitasi, listrik, bahan bakar memasak, kurangnya perumahan yang layak, nutrisi dan kebutuhan bersekolah (Berita Satu, 26-10-2024).
Laporan ini juga menunjukkan bahwa sekitar 584 juta orang di bawah 18 tahun mengalami kemiskinan ekstrem, yang mencakup 27,9 persen anak-anak di seluruh dunia, dengan 13,5 persen orang dewasa. Yanchun Zhang, kepala Ahli Statistik di UNDP mengatakan bahwa, MPI 2024 melukiskan gambaran yang serius yakni sekitar 1,1 miliar orang mengalami kemiskinan multidimensi, 455 juta di antaranya hidup dalam bayang-bayang konflik.
Kapitalisme Biang dari Kemiskinan
Kondisi ini sudah berlangsung lama semenjak peradaban kapitalisme menguasai dunia. Kemiskinan yang melanda dunia hari ini bukan sekadar bencana, tetapi buah dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini memberi kebebasan dalam kegiatan ekonomi, termasuk menguasai Sumber Daya Alam.
Prinsip liberalisasi ekonomi ini menciptakan kesenjangan hidup antara pemilik modal dan rakyat pada umumnya. Dampaknya kekayaan rakyat baik berupa minyak dan gas bumi, batu bara sebagai sumber listrik, hingga barang tambang tidak banyak dinikmati oleh rakyat, tetapi dinikmati oleh segelintir orang termasuk asing melalui regulasi dan kebijakannya yang tidak pro rakyat.
Kerakusan pemilik modal dalam menguasai kekayaan alam menjadikan rakyat terhalang untuk memenuhi hajat hidupnya. Apalagi keuntungan materi menjadi orientasi pemilik modal. Mengelola berbagai SDA yang ada. Kemiskinan tidak terhitungkan sebab rakyat harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk bisa mengakses kekayaan alam tersebut.
Di sisi lain berjalannya politik demokrasi yang tidak berbasis pada kebutuhan rakyat, menjadikan negara mengabaikan perannya sebagai pengurus rakyat. Peran negara tidak hanya reinventing goverment yakni membuat regulasi yang pada faktanya tidak berpihak pada rakyat. Pelaksanaan sistem politik negara manapun hanya akan menguntungkan elit politik. Bahkan sebagian dari mereka memiliki tujuan hanya memperkaya diri sendiri dan menjarah harta negara.
Hal ini menjadi tradisi ketika politisi akan menghabiskan uang dalam jumlah yang sangat besar, untuk bertarung dalam pemilihan umum. Begitu berkuasa mereka akan terlibat dalam berbagai kegiatan liar untuk memperkaya diri. Pengendali kapitalisme yakni Amerika Serikat dan koloninya juga membiarkan penjajahan terjadi di beberapa negeri. Sebab ada kepentingan Amerika Serikat yang diinginkan di balik penjajahan.
Hal ini menambah panjang penderitaan rakyat di wilayah konflik dengan kelaparan dan kemiskinan. Problem kemiskinan tidak akan pernah selesai di bawah kepemimpinan sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi. Sebab kegagalan ini bersumber dari kebatilan sistem yang melahirkan kerusakan serta pemimpin yang tidak amanah.
Cara Islam Mengentaskan Kemiskinan
Problem kemiskinan dunia sejatinya akan usai melalui tegaknya peradaban Islam di dunia ini. Sebagai ideologi Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Mekanisme ini menjamin mulai dari level individu, yakni wajibnya bekerja bagi setiap laki-laki untuk memberi nafkah kepada keluarganya. Kemudian level masyarakat, yakni dorongan amal soleh berupa berinfak, sedekah, wakaf dan sejenisnya dari mereka yang memiliki harta lebih untuk diberikan pada mereka yang kekurangan.
Yang paling penting adalah ketegasan ideologi Islam yang mewajibkan negara menjadi pihak yang berperan besar untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hal itu dijalankan negara melalui beberapa mekanisme sebagai berikut:
Pertama, negara Khilafah menciptakan lapangan kerja dan menciptakan kondusifitas dalam bekerja. Sektor lapangan kerja dalam khilafah sangat terbuka luas seperti dibidang pertanian, peternakan, jasa, maupun industri. Sistem ekonomi rill akan ditumbuh suburkan oleh negara sehingga pertumbuhan ekonomi akan dirasakan nyata oleh masyarakat.
Kedua, menutup semua kecurangan yang mematikan ekonomi seperti praktik riba, judi, penipuan harga dalam jual beli, penipuan barang atau alat tukar maupun menimbun. Hal ini dipertegas dalam sistem sanksi yang akan dijatuhkan kepada para pelaku kecurangan.
Ketiga, mengelola SDA secara mandiri sebagaimana perintah syariat. Islam mengharamkan para pemilik modal untuk menguasai SDA seperti saat ini. Sebab hal itu mengharuskan harta yang seharusnya digunakan untuk menjamin kesejahteraan rakyat beralih kekantong pribadi para kapitalis. Rasulullah salallahu 'alaihiwassalam bersabda "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud)
Keempat, negara wajib menjamin secara langsung kebutuhan publik yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Artinya negara wajib memberikan kebutuhan tersebut secara gratis kepada rakyatnya baik muslim atau non muslim, laki-laki atau perempuan. Dalam hal ini orang-orang non muslim yang menjadi warga negara khilafah mempunyai hak yang sama layaknya seorang muslim tanpa ada perbedaan. Negara Islam yakni Khilafah yang berdiri di atas ideologi Islam dalam sejarahnya telah terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya yang berdiri selama 14 abad lamanya.
Wallahu a'lam bisshowab.
Via
Opini
Posting Komentar