Opini
Kerancuan Sertifikasi Halal Bukti Kapitalis Gagal
Oleh: Amalia Dzihni
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Mengejutkan, di negara Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim, terdapat temuan terkait produk dengan nama-nama kontroversial, seperti tuyul, tuak, beer, dan wine yang mendapatkan sertifikat halal dari Badan Penyelanggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementrian Agama(Kemenag). Menurut ketua MUI di bidang fatwa Asrorun Niam Sholeh bahwa produk-produk tersebut mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH, melalui jalur self declare(pernyataan pelaku usaha). Wartabanjar.com, Jakarta (01 Oktober 2024).
Selanjutnya menurut Mamat Salamet Burhanuddin Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH dalam Kumparan.com (03-10-2024) dia menegaskan beberapa hal terkait produk pangan dengan nama-nama kontroversial. Pertama persoalan tersebut berkaitan dengan penamaan produk, bukan soal kehalalan produknya; Kedua penamaan produk halal telah diatur oleh regulasi melalu SNI 99004:2021 tentang pensyaratan umum pangan halal.
Sungguh aneh jika di negara mayoritas muslim ini, ditemukan produk pangan dengan nama yang jelas sangat kontroversial tapi mendapatkan sertifikat halal. Lebih parahnya lagi produk ini mendapatkan sertifikat halal melalui self declare, otomatis pemerintah angkat tangan dengan masalah ini. Sebagaimana telah disanggah oleh ketua MUI di bidang fatwa Asrorun. Oleh karena itu masyarakat pun riuh dengan produk yang rancu.
Sebagai informasi, self declare adalah sertifikasi halal yang dilakukan berdasarkan pernyataan pelaku usaha. Program ini diberlakukan secara gratis, namun program ini cukup beresiko karena hanya berdasarkan keterangan dari pelaku usaha. Padahal seharusnya, penetapan halal harus dilakukan oleh pihak yang ahli, sedangkan pelaku usaha belum tentu ahli atau malah justru menyalah gunakan program ini.
Adapun dari BPJPH menyanggah bahwa persoalan produk tersebut berkaitan dengan penamaan produk, bukan soal kehalalan produknya. Artinya, dilihat dari zat pangannya yang halal, bukan dari penamaannya. Padahal terdapat aturan tentang penyaratan umum pangan halal, namun mereka menyanggah bahwa ada perbedaan ulama tentang halalnya suatu pangan.
Akar Permasalahan
Masalah ini terjadi tentu saja disebabkan kerena negara mengemban sistem kapitalisme. Dengan sistem seperti ini maka permasalahan yang terjadi bercabang dan sistemik. Sehingga solusi seharusnya adalah dengan perubahan sistem. Karna di sistem kapitalisme tidak mungkin dapat menyelesaikan masalah. Permasalahan pun hanyalah di perdebatkan. Padahal perdebatan sama sekali tidak membuahkan hasil yang menuntaskan.
Solusi Sertifikasi Halal Secara Islam
Dalam Islam masalah ini tentu ada solusinya. Islam memandang halal dan haram sebagai perkara syariat yang mendasar, artinya Islam menjadikan halal dan haram sebagai patokan untuk mengkonsumsi sesuatu. Karena di dalam Islam, halal dan haramnya suatu benda merupakan persoalan prinsip. Maka dari itu di dalam negara Islam, pemimpin(khalifah) wajib menjamin produk yang diperjual belikan adalah halal secara keseluruhan. Dari bahannya, cara pengolahannya, dan juga dari penamaannya harus sesuai dengan syariat Islam.
Jikalau pun ada perbedaan pendapat terkait kehalalan produk, tentu khalifah yang menetapkan pendapat mana yang akan diterapkan. Dan kaum muslimin wajib mentaatinya, sekalipun itu bertentangan dengan hasil ijtihadnya. Seperti dengan kaidah syara’ yang sangat masyhur, salah satunya “perintah imam dapat mengatasi perselisihan”.
Tapi faktanya, hari ini tidak ada pemimpin (khalifah) yang dapat mengatasi ini dikarenakan sistem yang diemban hari ini adalah kapitalisme. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk terus menyerukan kebenaran agar masalah tertuntaskan.
Via
Opini
Posting Komentar