Opini
Kriminalitas di Kalangan Pemuda Berulang dan Makin Mengerikan
Oleh: Weny Zulaiha Nasution, S.Kep.,Ners
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Salah satu aksi kriminalitas yang sering terjadi di kalangan pemuda adalah tawuran. Hampir setiap hari masyarakat disuguhi berita tawuran di kalangan pemuda yang tak kunjung usai. Memang akhir-akhir ini, fenomena tawuran antar pemuda makin sering terjadi di berbagai kota di Indonesia. Salah satunya Polsek Cidaun Cianjur yang mendapat laporan dari masyarakat terkait adanya kelompok geng motor yang diduga hendak melakukan tawuran pada hari Minggu (22-9-2024) sekitar pukul 00.15 WIB hingga membuat resah warga setempat. Dari tangan para pemuda tersebut, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti di antaranya satu bilah pisau dan satu bilah golok serta kendaraan roda dua (RRI.co.id, 22-9-2024).
Tak hanya di Cianjur, aksi tawuran di kalangan pemuda juga terjadi di Semarang, Medan Marelan, dan Boyolali. Mereka biasanya saling tantang lewat media sosial dan tawuran menggunakan senjata tajam. Mereka yang terlibat tawuran pun banyak yang masih di bawah umur. Mirisnya lagi, mereka melakukan aksi tawuran hanya demi pamor gengnya dan gengsi serta selalu beraksi dalam kondisi terpengaruh minuman keras. Walaupun polisi sudah melakukan tindakan tegas terhadap para pemuda yang melakukan aksi tawuran tersebut, tapi kriminalitas yang dilakukan oleh mereka terus berulang, bahkan makin mengerikan karena berpotensi sangat besar bisa mengancam nyawa manusia.
Ada banyak faktor pemicu terjadinya aksi tawuran di kalangan pemuda, di antaranya lemahnya kontrol diri, krisis identitas, disfungsi keluarga dan tekanan ekonomi/hidup, lingkungan rusak (termasuk pengaruh media, kegagalan pendidikan), lemahnya hukum dan penegakannya. Faktor tersebut adalah:
Pertama, yaitu lemahnya kontrol diri. Pemuda hari ini sudah terkontaminasi dengan sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Mereka dengan mudahnya melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti mengonsumsi alkohol dan melukai orang lain menggunakan senjata tajam yang seringkali dapat menghilangkan nyawa seseorang. Mereka tidak peduli dengan konsekuensi yang harus mereka tanggung, yaitu mendapat hukuman di dunia dan azab di akhirat. Ditambah lagi sangat mudah tersulut emosi karena mereka melakukan sesuatu tanpa dibarengi dengan akal, iman dan taqwa. Yang ada di pikiran mereka hanya lah eksistensi diri dan gengnya.
Kedua, krisis identitas. Sudah kita ketahui bersama bahwa pemuda hari ini banyak yang kehilangan jati dirinya sebagai seorang hamba Allah. Mereka tidak paham untuk apa dia diciptakan oleh Allah di dunia ini dan tidak begitu mengenal agamanya sendiri sehingga ia menjadi pribadi yang sekedar mengikuti tren dan budaya yang tentunya sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam. Pemahamannya tentang kehidupan hanya untuk bersenang-senang, bergaya hidup hedonis liberal dan tidak peduli halal-haram, yang penting bisa mendapatkan kebahagiaan materi sebanyak-banyaknya. Jika hal ini terus berlanjut dan tidak diarahkan pada pemahaman yang benar, maka akan menghilangkan identitas dirinya sebagai hamba Allah yang wajib taat dan terikat dengan hukum-hukum Allah.
Ketiga, disfungsi keluarga dan tekanan ekonomi/hidup. Orang tua lah yang seharusnya menjadi tempat pendidikan pertama bagi para pemuda dan yang menanamkan akidah Islam sejak usia dini hingga dewasa. Tapi, pada faktanya banyak pemuda yang tidak mendapatkan pengawasan dan pendidikan dari orang tuanya karena sibuk bekerja. Akhirnya, orang tua menjadi abai dalam mendidik anaknya di rumah. Anggota keluarga sibuk dengan urusannya masing-masing dan orang tua merasa cukup dengan memenuhi kebutuhan materi anaknya, tetapi perilaku sang anak luput dari pengawasan. Anak juga kehilangan kasih saying dan didikan para ibu sehingga mencari kebahagiaan di luar rumah.
Keempat, lingkungan yang rusak, seperti pengaruh media yang liberal dan berbagai konten yang merusak generasi tapi malah dibiarkan oleh pemerintah. Role model para pemuda adalah para influencer di media sosial. Alhasil, mereka ikut-ikutan tren tak bermutu, termasuk tawuran yang dijadikan konten di media sosial mereka. Itu dilakukan demi mendapatkan pengakuan di lingkungan sekitarnya.
Kelima, lemahnya hukum dan penegakannya. Para pemuda yang melakukan kekerasan dengan senjata tajam hingga melukai atau menghilangkan nyawa orang lain malah dilindungi oleh hukum undang-undang karena dianggap masih anak-anak dan belum berusia 18 tahun. Mereka hanya dibina di panti rehabilitasi dengan diberikan wejangan, kemudian dilepaskan. Sanksi pun terasa hanya formalitas sehingga berpotensi besar mereka akan mengulangi perbuatannya tersebut. Bahkan ketika mereka terbukti melakukan tindakan kriminal, mereka tetap tidak diberi sanksi yang tegas. Maka tidak heran, jika sanksi yang tidak tegas ini akan membuat mereka tidak jera dan merasa santai ketika melakukan tindakan kriminal.
Dari berbagai faktor yang sudah dipaparkan di atas, itu semua adalah buah dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang tidak memanusiakan manusia, merusak pemikiran dan budaya, menjadikan negara abai terhadap tugas membentuk generasi berperadaban mulia dan malah menyia-nyiakan potensi besar pemudanya yang harusnya menjadi agen perubahan dan pemimpin peradaban di masa depan. Para pemuda lah yang seharusnya diharapkan bisa membantu menyelesaikan permasalahan di masyarakat tetapi faktanya malah menjadi pembuat masalah di masyarakat. Hal ini tentu sangat jauh berbeda dengan sistem Islam.
Islam memiliki sistem pendidikan yang akan menghasilkan generasi berkepribadian mulia yang akan mampu mencegahnya menjadi perilaku kriminalitas. Islam juga memberikan lingkungan yang kondusif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun kebijakan negara yang akan menumbuhsuburkan ketakwaan dan mendorong produktivitas pemuda. Dengan dukungan sistem yang lain, maka akan lahir generasi hebat yang mengarahkan potensinya untuk berkarya dalam kebaikan, mengkaji Islam dan mendakwahkannya serta terlibat dalam perjuangan Islam.
Negara Islam juga akan membangun sistem yang menguatkan fungsi keluarga dengan menerapkan aturan yang menjamin kesejahteraan dan sistem lain yang menguatkan fungsi kontrol masyarakat. Negara juga menyiapkan kurikulum pendidikan dalam keluarga sehingga terwujud keluarga yang harmonis dan senantiasa memberikan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga serta memberikan pengaruh positif terhadap lingkungan sekitarnya.
Alhasil, untuk menerapkan generasi yang bertakwa, pelopor kebangkitan Islam, dan anti tawuran, haruslah dilakukan dengan menerapkan sistem kehidupan Islam secara kafah. Maka, insya Allah para pemuda yang berada dalam naungan sistem Islam, akan mampu menjadi teladan bagi umat.
Via
Opini
Posting Komentar