Opini
Moderasi Beragama, Tolok Ukur Kerukunan Beragama ala Kapitalisme
Oleh: Fuji
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) dan Indeks Kesalehan Sosial (IKS) secara nasional meningkat pada tahun 2024, dibandingkan 2023. Dia mengatakan, penguatan kerukunan umat beragama mengalami peningkatan meskipun hanya 0,45 poin. Melalui moderasi beragama hal tersebut dapat memperkuat kerukunan, dan disampaikan juga bahwa Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) meningkat dari 76,02 pada tahun 2023 menjadi 76,47 pada tahun 2024. Data yang dijabarkan Kementerian Agama RI, di masa kepemimpinan Yaqut sebagai Menteri Agama, indeks kerukunan umat beragama ini terus meningkat (Kompas,10-10-2024).
Pernyataan ini membuat banyak masyarakat Indonesia tertarik bahkan menyetujui jika syariat Islam yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman dapat di ubah sesuai dengan kebutuhan. Sehingga dengan menjadikan moderasi beragama menjadi pemecah permasalahan, perselisihan, dan perbedaan antar agama yang ada di Indonesia. Gencarnya opini mengenai Islam moderat sebagai perwujudan Islam yang penuh toleransi, kampanye secara masif dan penyebarannya secara strategis membuat masyarakat tidak menyadari bahwa moderasi beragama merupakan proyek kafir barat untuk mengubah syariat Islam sesuai ide-ide atau pemikiran Barat, yakni demokrasi, HAM (kesetaraan gender, kebebasan beragama), liberalisme, menentang radikalisme dan terorisme.
Penggunaan kekuasaan para penguasa sebagai alat untuk mempropagandakan secara sistematis dengan menyusupkan pemahaman Islam moderat dalam kurikulum pendidikan, berlanjut ke kalangan milenial dengan promosi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, bahkan pemahaman yang merasuki para individu muslim untuk lebih mudah menerima istilah Islam Nusantara. Di tambah lagi tak hentinya para cendikiawan, tokoh intelektual, tokoh agama negeri ini, terus-menerus menggiring opini pluralisme dapat menyelesaikan masalah di tengah-tengah masyarakat, label pluralisme di anggap dapat memperkokoh keberagaman agama dan budaya dalam bingkai kebhinekaan NKRI.
Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan pluralisme adalah paham yang mengajarkan bahwa semua agama sama, kebenaran setiap agama adalah relatif, jadi setiap individu tidak boleh menganggap bahwa agama yang mereka anut adalah agamanya yang benar, sedangkan agama selain mereka salah. Paham tersebut adalah paham yang lahir dari sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan yang senantiasa mengagungkan kebebasan, salah satunya kebebasan beragama. Sehingga paham tersebut sangat bertetangan dengan akidah Islam, dikarenakan paham yang disampaikan dapat menjauhkan kaum muslimin dari pemahaman Islam yang benar.
Istilah Islam moderat yang disematkan di tengah-tengah umat adalah upaya kafir barat untuk membelokkan umat dari ajaran Islam yang benar, seruan moderasi beragama ditujukan untuk melucuti ajaran Islam dari tubuh umat, menciptakan perbedaan antara kaum muslim, sehingga menimbulkan permusuhan dalam tubuh kaum muslim, melahirkan sekat-sekat sehingga kaum muslim yang ingin taat beragama di anggap tidak memiliki rasa toleransi atau intoleransi dan memberikan label radikal. Sementara indeks kesalehan sosial diukur melalui lima dimensi yakni, kepedulian sosial, relasi antar manusia, menjaga etika, melestarikan lingkungan, serta relasi dengan negara dan pemerintah.
Terminologi saleh yang selama ini kita pahami, yakni niat karena Allah dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam, di dekonstruksi dalam pengukuran Indeks Kesalehan Sosial (IKS). Makna saleh diberikan pemaknaan baru dengan penambahan makna "sosial". Semua indikatornya mengarah pada moderasi, karena yang di ukur adalah parameter-parameter moderasi, karakter sebagai muslim moderat inilah yang ditampakkan oleh nilai Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) dan Indeks Kesalehan Sosial (IKS), indikator tersebut sejalan dengan prinsip moderasi beragama yang dijalankan saat ini.
Sejatinya moderasi beragama merupakan proyek barat untuk deideologi Islam, ide ini merupakan hasil rekomendasi Rand Corporation yang dipasarkan ke negeri-negeri Islam. Tergetnya adalah untuk mencegah kebangkitan Islam dengan tegaknya khilafah. Dengan cara ini kafir barat mengkriminalisasi sejumlah ajaran Islam seperti jihad, khilafah, qishas, poligami, jilbab dan hal yang menyangkut atribut keislaman. Upaya kafir barat untuk membelokkan umat dari ajaran Islam yang haq menuju peradaban barat, dari sini sudah jelas bahwasanya seruan moderasi beragama ditujukan untuk melucuti ajaran Islam dari tubuh umat. Hal ini sangat berbahaya bagi umat Islam dikarenakan tidak hanya menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang benar dan menghambat akan kebangkitan umat. Selain itu juga dapat merusak akidah umat Islam yang menganggap semua agama itu sama, dan semua agama itu benar.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan pemahaman Islam yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
.اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ
"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya." (QS Ali-imran :19).
Umat Islam sudah cukup dengan akidah dan syariat Islam yang menjadi pegangan hidup yang mampu melahirkan kerukunan antar umat beragama, dengan menerapkan syariat Islam telah terjamin kerukunan umat, secara nyata selama 14 abad khilafah Islam menguasai hampir 2/3 wilayah dunia, selama itu tidak pernah terjadi perpecahan antar umat beragama dalam naungan daulah khilafah, malah justru daulah khilafah mampu mensejahterakan masyarakat dan membawa ke dalam keberkahan dengan penerapan Islam secara kaffah.
Pada masa khilafah masih berjaya, Islam mengakui keberadaan Nasrani, dan Yahudi, kaum muslim dengan beragam suku bangsa dan agama hidup rukun antara satu dengan lainnya, Islam juga berhasil melebur dengan perbedaan suku bangsa, agama, warna kulit, maupun bahasa dalam ikatan akidah Islam, bahkan jiwa dan kehormatan warga negara yang tidak beragama Islam senantiasa terpelihara dalam naungan syariat Islam. Moderasi mengakibatkan umat makin jauh dari agamanya, maka sudah sangat jelas moderasi beragama merupakan ide yang sangat berbahaya, sehingga umat Islam haruslah menolaknya karena bertentangan dengan syariat Islam.
Islam sudah memiliki aturan tertentu tentang toleransi yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, yang sudah pasti berbeda dengan standar sistem kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan yang telah di adopsi oleh bangsa ini. Tuntutan Islam menyangkut toleransi telah Allah Azza Wa Jalla sampai dalam Al-Qur'an, salah satunya terdapat di dalam surah Al-Kafirun ayat 6:
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ.
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."
Ayat tersebut menjelaskan bahwa tidak ada tukar-menukar dengan pengikut agama lain dalam hal peribadahan kepada Tuhan. Wahai orang kafir, untukmu agamamu, yakni kemusyrikan yang kamu yakini, dan untukku agamaku yang telah Allah pilihkan untukku sehingga aku tidak akan berpaling ke agama lain. Inilah jalan terbaik dalam hal toleransi antar umat beragama dalam urusan peribadahan kepada Tuhan. Islam juga sudah memiliki definisi shaleh, orang yang beribadah semata-mata karena Allah, sesuai dengan akidah Islam dan sesuai dengan aturan yang berasal dari syariat Islam.
Syariat Islam menata agar setiap warga negara baik itu yang beragama Islam atau yang diluar agama Islam telah di jamin kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan, dengan penerapan sistem Islam di tengah-tengah kehidupan sosial bermasyarakat, keadilan hukum Islam mampu membawa perubahan di tengah-tengah masyarakat sehingga gejolak sosial serta konflik antar umat beragama dapat dihindarkan bahkan dapat dihilangkan, umat manusia pun dapat hidup rukun dan bersatu tanpa adanya perbedaan dan mampu berdampingan dalam naungan sistem Islam yang berasal dari Al-khalik. Islam tidak melarang bagi umat Islam untuk berinteraksi dengan orang yang beragama di luar Islam, seperti perkara mubah jual beli, kerja sama dalam bisnis, karena Islam telah mengatur larangan berinteraksi dengan orang kafir ketika interaksi itu mengarah kepada perkara yang telah dilarang oleh syariat Islam misalnya menikahkan wanita muslimah dengan orang kafir, ketentuan ini tidak dapat diubah oleh alasan toleransi.
Toleransi sesuai dengan tuntunan Islam tersebut sudah pernah diterapkan dan terbukti membawa stabilitas bagi masyarakat dunia, dan itu hanya dapat terwujud ketika daulah khilafah tegak. Pada masa Rasulullah saw. Islam telah memberikan tuntunan bagaimana menghargai dan menghormati pemeluk agama diluar Islam, bahkan Rasulullah tidak pernah memaksa kaum kafir untuk memeluk agama Islam, bahkan Rasulullah telah mencontohkan bagaimana beliau menjenguk seorang yang menganut agama Yahudi saat sedang sakit, melakukan transaksi jual-beli dengan orang kafir, menghargai tetangga yang beragama selain dari Islam.
Di saat Rasulullah Saw menjadi pemimpin di kota Madinah Rasulullah mampu menunjukkan kecemerlangan dalam menata kemajemukan antar umat beragama dalam naungan daulah Islam seperti berdampingannya umat Islam dengan umat Nasrani dan Yahudi, bahkan setiap warga negara saat itu mendapatkan hak-haknya seperti memperoleh jaminan keamanan, juga bebas dalam melakukan aktivitas peribadatan sesuai keyakinan warga masyarakatnya masing-masing. Perlakuan seorang pemimpin dalam naungan daulah khilafah Islamiyah bukan hanya sebatas teori, namun telah di terapkan secara nyata. Toleransi beragama diberikan bagi setiap warga negara sebagai perlindungan jiwa dan harta, Karena Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan senantiasa menjaga dari perbuatan-perbuatan zalim yang dapat merugikan orang lain atau pun tindakan melarang untuk merampas hak-hak setiap warga negara yang berada di bawah naungan daulah khilafah.
Hal ini sesuai firman Allah Swt.:
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ.
"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil". (QS Al-Mumtahanah:8)
Dalam ayat ini Allah Swt menjelaskan bahwa Allah Azza Wa Jalla tidak melarang bagi kaum muslim untuk berbuat baik dan melakukan interaksi, berlaku adil, selama mereka tidak menerangi dan tidak mengusik apalagi sampai mengusir umat Islam. Syariat Islam dengan tegas melarang membunuh kaum kafir kecuali jika mereka memerangi kaum muslim seperti yang dilakukan zionis Israel laknatullah, maka wajib bagi kita untuk ikut serta memerangi, dan menolong kaum muslim yang telah di aniaya.
Di dalam sistem Islam orang kafir yang boleh di bunuh hanyalah kaum kafir harbi fi'lan seperti zionis Israel laknatullah, yakni orang kafir yang menerangi kaum muslim. Adapun orang kafir selain mereka, yang telah mendapat suaka atau adanya perjanjian dengan kaum muslim seperti kafir dzimmi, kafir musta'man dan kafir mua'had, di larang keras untuk dibunuh, jika melanggar, maka ancamannya sangat keras. Dalam perjalanan sejarah juga telah tercatat bagaimana Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 636M, dalam menandatangani perjanjian Aelia dengan kaum Kristen di Jerusalem.
Sebagai pihak yang menang perang, Khalifah Umar bin Khattab tidak menerapkan politik pembantaian terhadap pihak Kristen, ketinggian sikap Khalifah Umar bin Khattab dalam penaklukan Jerusalem tersebut belum pernah dilakukan oleh para penguasa Jerusalem sebelumnya, Khalifah Umar bin Khattab mampu menaklukkan satu negeri tanpa adanya tetesan darah dengan sangat damai dan hal ini belum pernah terjadi dalam sepanjang sejarah Jerusalem. Ketika kaum Kristen menyerah, tidak ada pembunuhan, penghancuran, pembantaian, pengrusakan, pembakaran, bahkan tidak ada pengusiran ataupun perampasan terhadap hak-hak warganya dan tidak ada pemaksaan dalam memeluk agama Islam. Beberapa riwayat sahih juga mencatat bahwa para Khalifah menegakkan hukum secara adil terhadap setiap warga masyarakat nya.
Sudah saatnya umat Islam bersama-sama berjuang untuk mewujudkan tegaknya khilafah, sebagaimana yang pernah diterapkan dahulu pada masa ke Khilafahan, seluruh masyarakatnya mampu dan berhasil hidup berdampingan dengan tentram meskipun dalam keberagaman, karena Islam hadir sebagai Rahmat bagi kehidupan manusia dan alam semesta. Karena hanya negara yang berlandaskan akidah Islam yang akan melindungi umat Islam dalam kesesatan, oleh karena itu hanya dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh sajalah kita akan meraih kemuliaan dan bisa melindungi kemuliaan Islam dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah Rasyidah 'ala minhaj an-nubuwwah. Wallahu'alam bish-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar