Opini
Negara Lalai, Pendidikan Terbengkalai
Oleh: Ayu Winarni
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Masa depan sebuah bangsa ditentukan oleh pendidikannya. Karena pendidikan itu sendiri bagaikan investasi terbesar sebuah bangsa. Maka dari itu, negara harus memastikan bagaimana pendidikan ini berjalan dengan baik agar bangsa itu juga menjadi baik. Pendidikan yang baik akan melahirkan generasi yang unggul dan berdaya saing di kancah dunia. Sebaliknya, negara yang tidak serius dalam urusan pendidikan akan menjadi negara pengekor yang mudah dijajah.
Mirisnya, Indonesia termasuk negara yang tidak serius dalam masalah pendidikan. Terbukti, dikutip dari Detik Jabar (27-9-2024), beredar sebuah video yang memperlihatkan sejumlah siswa berseragam SMP melakukan kegiatan belar mengajar (KBM) dengan beralaskan plastik terpal berwarna biru. Setelah ditelusuri video itu benar adanya dan merupakan siswa SMPN 60 Bandung.
Rita Nurbaini selaku Humas SMPN 60 Bandung mengatakan kondisi seperti ini terjadi sejak 2018 atau sejak sekolah ini di dirikan. Ia juga menambahkan bahwa telah menerima bantuan meja dan kursi dari Disdik Kota Bandung. Namun sayang, kursi dan meja itu tersimpan di teras dan tidak di pakai lantaran siswa SMPN 60 Bandung menumpang di bangunan sekolah SDN 192 Ciburuy, Regol, Kota Bandung.
Dunia Pendidikan Bermasalah
SMPN 60 Kota Bandung ini di rintis karena inisisi dari masyarakat dengan tujuan menutupi kurangnya sekolah tingkat menengah di sejumlah kecamatan di Kota Bandung sehingga aksesnya lebih dekat meskipun harus menumpang di sejumlah SD. Namun ini tidak bisa dijadikan alasan akan minimnya perhatian dari pemerintah. Bagaimanapun, pendidikan yang layak tetap menjadi hak setiap warga negara. Apalagi tercatat siswa di sekolah tersebut mencapai ratusan orang.
Kondisi ini mengonfirmasi bahwa dunia pendidikan di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana tidak, sekolah negeri di tengah kota tapi harus menumpang karena tidak ada bangunan. Bukankah hal utama yang terlihat dari sebuah sekolah adalah adanya bangunan (fisik). Maka ini tak ayalnya seperti sebuah nama yang tak bertuan. Selain itu, juga mempertanyakan bagaimana dengan sekolah-sekolah yang berada di daerah-daerah terpencil, apakah terjadi hal serupa?
Apalagi memiliki fasilitas-fasilitas yang mendukung kegiatan belajar dan mengajar seperti lapangan olahraga, lab, perpustakaan, musala dan fasilitas pendukung lainnya, justru gedung sekolah saja tidak ada. Sungguh ironis!. Padahal di banyak kesempatan, pemerintah selalu menyampaikan, "meningkatkan kualitas pendidikan untuk mewujudkan Indonesia emas".
Hak Rakyat dan Tanggung Jawab Negara
Wajib diapresiasi ketika masyarakat berinisiatif untuk merintis sekolah. Artinya, mereka menyadari akan pentingnya pendidikan untuk generasi masa depan mereka juga bangsa dan negara. Selain itu, pendidikan juga menjadi hak setiap warga negara dan menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Setiap yang menjadi hak warga negara wajib dipenuhi negara apalagi perkara pendidikan yang merupakan kebutuhan primer.
Bagaimana negara bisa menuntut hak dari rakyatnya untuk menjadi generasi yang unggul sehingga mampu mewujudkan visi Indonesia Emas tahun 2045, sementara kewajiban sendiri di lalaikan. Ibarat kata pepatah "lempar batu sembunyi tangan". Tak kalah membingungkan, dari indikator apa kemudian negara bisa bercita-cita Indonesia Emas tahun 2045, sementara kualitas pendidikan bikin was-was.
Dikutip dari Kompas.com (8-6-2024), pemerintah mempersiapkan anggaran pendidikan sebesar Rp660,8 triliun atau 20 persen pada APBN 2024. Anggaran pendidikan sebesar itu meningkat dibanding anggaran pendidikan tahun 2023 yang mencapai Rp612,2 triliun. Semua itu dalam upaya mewujudkan SDM yang unggul. Seharusnya dengan anggaran yang begitu besar, akan mampu memenuhi fasilitas pendidikan negeri ini. Namun ternyata lebih dari setengah (52 persen) alokasi anggaran fungsi pendidikan 2024 digunakan untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
Anggaran pendidikan sering kali di salah gunakan hingga di korupsi. Bahkan anggaran pendidikan turut dipolitisasi demi melanggengkan sebuah kekuasaan. Antaranya, anggaran pendidikan digunakan untuk mendanai program ambisius presiden terpilih yakni makan siang bergizi gratis yang menelan anggaran sebesar Rp 71 triliun.
Pelaksanaan Pendidikan Islam
Dikutip dari buku Menggagas Pendidikan Islam karya Ustadz M. Ismail Yusanto, dkk, dijelaskan bahwa, berlangsungnya proses pendidikan di sekolah sangat bergantung pada keberadaan subsistem-subsistem lain yang terdiri atas: anak didik (pelajar/mahasiswa); manajemen penyelenggaraan sekolah; struktur dan jadwal waktu kegiatan belajar; materi atau bahan pengajaran yang diatur dalam seperangkat sistem yang disebut kurikulum; tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana yang bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan pendidikan; alat bantu belajar (buku, teks, papan tulis, laboratorium dan audiovisual); teknologi yang terdiri dari perangkat lunak (strategi dan taktik pengajaran) serta perangkat keras (peralatan pendidikan); fasilitas gedung dan sarana penunjang beserta perlengkapannya; kendali mutu yang bersumber atas target pencapaian tujuan; penelitian untuk pengembangan kegiatan pendidikan; dan biaya pendidikan guna melancarkan kelangsungan proses pendidikan.
Maka, jika kita bandingkan dengan proses pendidikan saat ini atau pada kasus sekolah yang dibahas di atas, maka sebenarnya belum berlangsung proses pendidikan. Mengapa? Karena ketiadaan subsistem-subsistem lainnya termasuk fasilitas gedung dan sarana penunjang beserta perlengkapannya.
Pada kenyataannya, keberlangsungan pendidikan di sejumlah sekolah memang terjadi kecacatan. Meski fasilitas dan sarana penunjang beserta perlengkapannya memadai, namun jika asas pendidikan itu sendiri bukan Islam, maka output dari pendidikan itu akan cacat. Karena asas ini sendiri berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dengan intraksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan.
Maka untuk menjamin terpenuhinya penyelenggara pendidikan ini harus ada kesadaran dari negara. Hanya negara yang dapat menjamin berlangsungnya proses pendidikan dengan baik. Apakah negara Demokrasi dengan asas pemisahan agama dari kehidupan? Jelas tidak! Negara tersebut adalah negara yang berasaskan pada Islam. Negara ini akan menyadari tanggung jawabnya sebagai pengurus urusan rakyat.
Dalilnya adalah As-Sunnah dan Ijma’ Sahabat. Nabi saw. bersabda,
“Imam adalah bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya itu.” (HR Muslim).
Dikutip dari buku Politik Ekonomi Agung karya Abdurrahman al-Maliki, dijelaskan bahwa negara berkewajiban menjamin tiga kebutuhan pokok masyarakat, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Berbeda dengan kebutuhan pokok individu, yaitu sandang, pangan, dan papan, di mana negara memberi jaminan tak langsung, dalam hal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, jaminan negara bersifat langsung. Maksudnya, tiga kebutuhan ini diperoleh secara cuma-cuma sebagai hak rakyat atas negara.
Wallahu a'lam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar