Opini
Negara Wajib Mengelola dan Menjaga Pangan Halal
Oleh: Umi Fatin
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) baru saja menerbitkan sertifikat halal untuk produk wine, beer, tuak, dan tuyul. Menanggapi hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan kembali terkait pentingnya ketelitian dalam proses sertifikasi halal pada produk pangan.
"Penetapan halal ini menyalahi standar fatwa MUI dan tidak melalui Komisi Fatwa MUI. MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan produk-produk tersebut," tegas Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. Asrorun Ni’am Sholeh pada Senin (30-9-2024).
MUI menegaskan penetapan kehalalan suatu produk haruslah mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh MUI. Dari hasil investigasi, ditemukan fakta bahwa produk-produk tersebut memperoleh sertifikat halal dengan jalur Self Declare tanpa audit dari Lembaga Pemeriksa Halal dan tanpa penetapan Komisi Fatwa MUI.
Sertifikasi halal melalui self declare sangat rawan terjadi kesesatan dan harus dilakukan dengan hati-hati.
Kapitalisasi Sertifikasi Halal
Kementerian Agama terhitung 1 Desember 2021 mulai memberlakukan tarif layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Aturan ini tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141 Tahun 2021 tentang Penetapan Tarif Layanan BLU BPJPH dan Peraturan BPJPH Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembayaran Tarif Layanan BLU BPJPH.
"Diterbitkannya Peraturan Tarif Layanan Badan Layanan Umum BPJPH tersebut selanjutnya wajib dipedomani dalam setiap aktivitas layanan yang dilaksanakan oleh BLU BPJPH," ungkap Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad Aqil Irham, di Jakarta, Rabu (16-3-2021).
Keputusan Kepala BPJPH No 141 tahun 2021 ini merupakan tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.05/2021 tentang Tarif Layanan BLU BPJPH yang telah diundangkan pada 4 Juni 2021. Regulasi ini juga sebagai tindak lanjut atas Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Sertifikasi Halal dalam IsIam
Dalam Islam, ulama tidak hanya ditempatkan sebagai badan legislasi sertifikasi halal namun juga sebagai pengawal dan pengarah kebijakan negara agar sesuai hukum syariat, fatwa ulama tidak hanya digunakan jika dianggap menguntungkan tapi digunakan sebagai rujukan untuk menjadi solusi masalah negeri.
Ulamalah lentera yang akan menerangi memberi petunjuk dan hujjah Allah di atas bumi mereka laksana bintang-bintang di langit yang memberi terang dalam kegelapan dunia sebagaimana disebutkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam .
"Sesungguhnya perumpamaan Ulama di bumi ini adalah seperti bintang-bintang yang dijadikan petunjuk di dalam kegelapan-kegelapan darat dan lautan apabila bintang-bintang ini sirna diantara kegelapan-kegelapan tadi maka sudah tentu para penunjuk jalan akan berhadapan dengan kesesatan jalan". (HR Ahmad)
Dalam Islam, persoalan halal dan haram bukanlah perkara main-main begitupun masalah makanan dan kehalalannya adalah suatu kewajiban karena menyangkut barang yang dikonsumsi. Segala sesuatu yang dimakan oleh seseorang muslim haruslah halal baik itu berasal dari tumbuhan maupun hewan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surah al-maidah ayat 88 yang artinya “dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadanya ”. Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman di dalam surah al-baqarah ayat 173 yang artinya :
“Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai darah daging babi dan hewan yang ketika disembelih disebut nama selain Allah.”
Dalam Islam, menyediakan jaminan halal bagi rakyat adalah bagian dari tanggung jawab negara Khilafah sebagai pelayan urusan rakyat sebab hal ini merupakan hajat kehidupan yang vital sehingga negara harus mengambil peran sentral dalam pengawasan mutu dan kehalalan barang.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
“Imam atau khalifah adalah Rohim pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR.Bukhari)
Oleh karena itu dalam Islam proses sertifikasi kehalalan wajib dilakukan secara cuma-cuma oleh negara bukan dijadikan ajang bisnis. Negara Khilafah wajib melindungi kepentingan rakyat dan tidak boleh mengambil pungutan dalam melayani masyarakat , biaya sertifikasi halal sebuah produk diambil dari baitul mal.
Jaminan kehalalan produk akan ditentukan dari awal mulai proses pembuatan bahan proses produksi hingga distribusi akan senantiasa diawasi. Pengawasan ini untuk memastikan seluruh produk dalam kondisi aman bahkan Islam akan menseterilkan bahan-bahan dari pasar agar masyarakat tidak lagi bingung dalam membedakan halal dan haram.
Khilafah juga akan memperlakukan sistem sanksi Islam yakni memberikan sanksi kepada kalangan industri yang menggunakan cara sembarangan serta memproduksi barang haram negara juga memberikan sanksi pada pedagang yang memperjualbelikan barang haram kepada kaum muslimin, kaum muslimin yang mengkonsumsi barang haram juga dikenai sanksi sesuai dengan syariat misalnya peminum khamar dikenai sejak 40 atau 80 kali.
Muslim yang mengkonsumsi makanan haram mengandung unsur babi dikenakan tidak ada takzir oleh pengadilan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam penghancuran penyimpanan minuman keras dan penahanan oleh petugas keamanan masa Khalifah merupakan sanksi yang diberikan kepada mereka yang minum minuman keras. Selain itu Khilafah akan terus membangun kesadaran umat Islam akan pentingnya memproduksi dan mengonsumsi produk halal. Sebab sertifikasi halal tidak bermanfaat jika umat islam sendiri tidak peduli dengan kehalalan produk yang dikonsumsinya.
Kesadaran atas dorongan keimanan yang terbangun tidak akan membiarkan masyarakatnya mengambil keuntungan dari sesuatu yang tidak halal dibutuhkan pula partisipasi masyarakat untuk mengawasi kehalalan berbagai produk yang beredar di masyarakat. Yakni dengan mendirikan lembaga pengkajian mutu untuk membantu pemerintah dan publik untuk mengontrol mutu juga kehalalan berbagai produk. Hasil penelitian mereka bisa direkomendasikan kepada pemerintah untuk dijadikan acuan kehalalan suatu produk, karena itu rakyat sangat membutuhkan peran negara yang mampu melindungi mereka dari segala bentuk keharaman baik keharaman dalam aturan yang diterapkan juga barang dan makanan yang dikonsumsi sangsi tegas menanti kepada siapa saja yang bermain-main dengan urusan yang haram.
Jadi peran negara sangat dibutuhkan untuk mewujudkan ketakwaan warga negaranya. negara memiliki kekuasaan untuk menetapkan aturan dan sanksi tegas ini dan melindungi segala sesuatu atau apapun yang akan dikonsumsi oleh warga negaranya yang muslim. Khilafah akan mengedukasi warganegara nya menanamkan pondasi akidah islam memberikan pemahaman terkait makanan halal seperti halal zatnya cara mendapatkan kanya cara menyembelihnya dan mengolahnya sesuai syariat Islam masyarakat juga siap turut serta dalam hal amar makruf nahi mungkar.
Dalam hal makanan ahlul dzimah yaitu orang kafir yang yang menjadi warga negara berhak menjalankan aturan agama mereka. Tentang tata kehidupan publik imam Abu Hanifah menyatakan Islam membolehkan ahlul zimah meminum minuman keras, memakan daging babi dan menjalankan segala aturan agama dalam wilayah yang diatur oleh syariat. Maka negara khilafah tidak punya urusan untuk mengusik masalah-masalah pribadi mereka. Namun jika seorang ahlu zimah membuka toko yang menjual bebas produk haram maka dia akan dihukum berdasarkan aturan syariat Islam.
Wallahu'alam Bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar