Opini
Pembatasan Usia Nikah, Antara Solusi atau Pengerdilan Hak Asasi?
Oleh: Rufayda Islamia
(Aktivis Muslimah & Praktisi Kesehatan)
TanahRibathMedia.Com—Pada hakikatnya, setiap manusia di dunia ini telah Allah ciptakan sepaket dengan hawa nafsu kepada lawan jenis yang dinamakan hasrat seksual. Pernikahan adalah solusi untuk seseorang menyalurkan hal tersebut secara halal dan terjaga dari kemudaratan seperti penyakit menular. Namun, bagaimana jadinya ketika peraturan batas minimal usia makin lama terus dinaikkan, memblokade keinginan seseorang untuk menikah?
Dikutip dari kemenag.co.id, sebanyak 1.276 penghulu di Jawa Barat mengikuti Workshop Gerak Penghulu Sejuta Catin Siap Cegah Stunting Zona 1 (Selasa, 17-09-2024). Dalam kegiatan yang diadakan oleh Kemenag tersebut, H.Toto mengatakan, "Penghulu mencatat penolakan nikah usia di bawah umur, kemudian dilakukan intervensi kolaboratif. Penghulu berkolaborasi dalam sekolah pranikah dan program yang dilakukan instansi terkait”.
Banyaknya angka kawin anak atau menikah di bawah umur (menurut versi undang-undang) dianggap menghambat terwujudnya generasi berkualitas, putusnya sekolah, angka kematian ibu dan bayi, angka perceraian, stunting, KDRT, dan berbagai tudingan negatif.
Segala opini yang dilontarkan ini berbahaya karena tidak berdasarkan penelitian yang resmi. Tentunya perlu ada data objektif yang dapat dipertanggungjawabkan. Jika tidak terbukti secara fakta dan berupa opini belaka maka hanya akan menjadi tuduhan menyesatkan.
Ironis sekali, di sisi lain kebutuhan atau hasrat pada seorang remaja tidak difasilitasi atau bahkan dilarang oleh negara untuk menikah secara resmi dan halal. Namun di sisi lain, remaja generasi Z dihadapkan dengan arus perkembangan informasi dan internet yang deras berisikan banyak konten pornografi dan kebijakan pro seks bebas.
Selanjutnya, PP Nomor 28/2024 yang baru saja disahkan telah membuka pelayanan alat kontrasepsi untuk pelajar. Tentu ini adalah hal yang kontradiktif, sebab saat pernikahan dini dihalangi, perzinaan malah difasilitasi. Seharusnya pemerintah lebih fokus pada kebijakan yang dapat mencegah remaja terjerumus pergaulan bebas, bukan menyibukkan diri dengan melarang sesuatu yang sudah sesuai dengan fitrahnya yaitu menikah.
Perkawinan anak dicegah sebagai salah satu target SDGs yang merupakan program Barat yang harus diwujudkan di negeri-negeri muslim. Tentu program tersebut berpijak pada paradigma Barat yang nyata bertentangan dengan syariat Islam. Di antara target yang harus dicapai adalah pengentasan stunting dan pencegahan perkawinan anak, dijadikan proyek nasional dan RPJMN 2020–2024. Angka perkawinan anak ditargetkan turun dari 11,2 persen di tahun 2018 menjadi 8,74 persen di tahun 2024.
Miris, di saat yang sama tren hubungan seks 15–19 tahun terus mengalami peningkatan. Pembatasan pernikahan akan berdampak terhadap menurunnya angka kelahiran keluarga muslim, bahkan berpengaruh terhadap hancurnya keluarga muslim sebab pergaulan bebas mewarnai kehidupan mereka.
Pengerdilan Hak Asasi
Sesungguhnya generasi berkualitas tentu perlu dirangkai dari segala aspek. Putusnya sekolah, angka kematian ibu dan bayi, stunting, dan KDRT bukan hanya disebabkan oleh pernikahan. Terciptanya peradaban yang gemilang disusun oleh optimalisasi pemerintah dan keseriusan dalam mengurus masyarakat. Bukan hanya sekadar opini belaka.
Contohnya, bagaimana mungkin stunting bisa dicegah sedangkan pemerintah gagal menghadirkan bahan makanan pokok murah, merata, dan terjangkau di segala penjuru negeri. Angka kematian ibu dan bayi masih tinggi karena kurangnya akses fasilitas dan tenaga kesehatan di daerah pelosok, bahkan untuk mendapatkan perawatan kesehatan harus ditempuh berjam-jam menggunakan perahu.
Juga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukan hanya terjadi di usia pernikahan muda, tetapi bisa terjadi dalam pernikahan yang sudah terjalin puluhan tahun. Negara tidak hadir dalam memberikan pendidikan bagaimana hak dan kewajiban seorang suami dan istri, penyadaran masyarakat bahwa tujuan pernikahan bukan hanya materi semata tetapi juga untuk menghadirkan suasana yang sakinah, mawadah, dan rahmah.
Kedewasaan seseorang dalam menyikapi problematika kehidupan, tentu tidak dilihat dari usia. Rasulullah saw. sudah bisa menghidupi dirinya sendiri semenjak usia remaja dengan menggembala hewan ternak. Bahkan kisah termahsyur dalam sejarah Islam, yaitu penaklukkan Konstantinopel dilakukan oleh seorang pemuda berusia 21 tahun bernama Sultan Muhammad Al-Fatih, menurut sejarah ia menikah ketika berusia 17 tahun.
Jadi, usia tidak menentukan kesiapan seseorang untuk menikah. Ada yang sudah berumur matang, tetapi kedewasaan belum ada pada dirinya. Semua adalah bagaimana peran negara dalam memberikan pendidikan terhadap masyarakatnya, memberikan ilmu dalam menyusun tujuan hidup. Ketika seseorang ingin menikah, tetapi ia terhalang oleh syarat administrasi usia menurut negara demokrasi, bukankah itu pengerdilan hak asasi?
Pandangan Islam
Di dalam sudut pandang Islam, cukup umur pada seseorang yaitu ketika ia baligh (munculnya tanda seksual primer dan sekunder). Sedangkan menurut negara, cukup umur menikah tercantum di undang-undang buatan manusia, yaitu sekitar minimal usia 19–21 tahun untuk menikah. Hal ini tentu tidak sejalan, sedangkan manusia memiliki hasrat yang perlu diarahkan, dihalalkan dalam bingkai pernikahan atau berpuasa.
Islam memiliki aturan terperinci berkenaan dengan pernikahan. Negara Islam akan menerapkan hal-hal sesuai syariat Islam sesuai dengan apa yang Allah Swt. ridai. Jika kita seorang muslim maka cukup syariat yang seharusnya menjadi tumpuan kehidupan karena Allah-lah sebaik-baiknya pengatur.
Di dalam negara yang menerapkan Islam secara kafah, berbagai hal yang menjadi problem hari ini yang muncul karena penerapan sistem sekulerisme kapitalisme dapat terselesaikan.Termasuk terjaganya pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang akan memberikan pencegahan pergaulan bebas dan segala dampaknya. Rakyat pun hidup sejahtera karena sistem ekonomi Islam akan menjamin terwujudnya kesejahteraan seluruh kalangan masyarakat. Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar