Opini
Pemimpin Baru, Mampukah Menjadi Harapan Baru?
(Pemerhati Publik)
TanahRibathMedia.Com—Pemimpin adalah ia yang bertanggung jawab atas apa yang diamanahkan, yakni mengurusi urusan rakyat dengan menyeluruh. Di sistem saat ini pemimpin tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas apa yang diurusinya. Namun dalam Islam pemimpin/khalifah bertanggung jawab penuh atas pengurusan rakyat berdasarkan akidah Islam, iman dan takwa.
Disadur dari laman Antaranews.com (20-10-2024), telah dilantik pemimpin baru Republik Indonesia yakni Presiden Prabowo Subianto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka. Mereka memiliki visi misi besar untuk merubah negeri ini yakni Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045. Visi tersebut akan dicapai dengan 8 misi yang dinamakan Asta Cita (Asta: Delapan, Cita: Tujuan/Aspirasi).
Di laman lain Liputan6.com (20-10-2024). Rangkuman dari beberapa kebijakan yang disampaikan Presiden Prabowo-Gibran yakni Kebijakan Pajak, Pertumbuhan Ekonomi, Sektor Properti. Perpajakan ada yang diturunkan dan dinaikkan. Seperti PPN akan dinaikan menjadi 12% rencananya dimulai dari bulan Januari 2025. Bidang ekonomi dengan cara meningkatkan swasembadan pangan dan energi. Pajak properti rencana akan dihapus sebelumnya mencapai 16%, yang terdiri dari PPN 11% dan BPHTB 5%.
Seretorika itu presiden baru dalam menyampaikan janji dan kebijakannya saat dilantik, penjelasannya sangat panjang. Maka melihat dari perjalanan pemimpin sebelumnya, dari sektor pajak, ekonomi, dan properti hanya menguntungkan segelintir orang saja, tidak merata keseluruh rakyat.
Prabowo-Gibran memimpin untuk melanjutkan visi-misi pemimpin sebelumnya. Mengingat perkataan beliau saat debat capres ditambah ingin mengajak investor-investor asing/aseng untuk bekerjasama.
Melanjutkan dari perjalanan 10 tahun pemimpin sebelumnya yang menyisakan permasalahan-permasalahan belum terselesaikan sampai ke akarnya. Apakah presiden baru ini mampu menjadi harapan baru?
Saat ini menerapkan sistem buatan dari akal manusia kapitalis sekuler demokrasi, yang menjunjung tinggi nilai kebebasan dalam segala aspek kehidupan. Sudah sering berganti-ganti pemimpin, namun tidak ada perubahan dalam segi apapun. Misal dari segi ekonomi, lapangan pekerjaan terbatas. Karena kapitalis sekuler menguntungkan hanya untuk sebagian orang saja. Tidak peduli dengan kemaslahatan umat/rakyatnya.
Dari segi pajak pun seluruh lapisan rakyat diwajibkan pajak. Padahal rakyat sendiri kehidupannya sangat terhimpit disebabkan biaya hidup yang tinggi. Kenaikan terus terjadi, pemimpin seharusnya mengurusi urusan rakyatnya, dosa menzaliminya.
Fakta-fakta mengenai janji dan kebijakan hanya utopis di sistem sekuler, karena para penguasa hanya mementingkan kepentingan konglomerat, pengusaha besar dalam dan luar negeri. Dan kesejahteraan rakyat sulit didapatkan.
Alhasil itulah disebut janji manis saat menjadi capres, karena agar terpilih menjadi presiden. Padahal pertanggung jawabannya sangat berat kelak di yaumil akhirat. Ketika masih menerapkan sistem kapitalis sekuler, meski berganti sampai ratusan ribu pemimpin pun tidak akan mampu menjadi harapan baru bagi rakyat! Karena analoginya, mesin mobil rusak, namun yang selalu diperbaiki diganti supirnya. Apakah terselesaikan problem mobil tersebut? Tidak, karena harus diganti dengan mesin yang baru, bukan ganti supir.
Begitupun saat ini, bukan ganti pemimpinnya namun ganti sistem yang diterapkan saat ini. Agar mampu menjadi harapan baru bagi rakyat. Harus diganti dengan sistem dari Allah Swt. yakni sistem Islam. Sebab sistem kapitalis akan terus melahirkan pemimpin-pemimpin yang tidak amanah dalam mengurusi urusan umat. Karena asasnya sekuler di mana memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Ditambah mengagungkan kebebasan, pasti memberikan kebebasan bagi yang memiliki modal untuk berkuasa.
Berbeda dalam sistem Islam, yang asasnya akidah Islam, aturannya menerapkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dan seorang Khalifah sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas apa yang diurusnya. Dalam Islam menjadi seorang Khalifah ada 7 syarat: Laki-laki, muslim, berakal, baligh, merdeka, adil, dan memiliki kemampuan. Ketika 7 syarat telah dimiliki, maka akan dipilih menjadi Khalifah. Dan Khalifah yang akan menjalankan dan menetapkan undang-undang yang sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah bukan dari akal manusia.
Sistem Islam mengatur seluruh aspek kehidupan dari aspek kesehatan, pendidikan, ekonomi, keamanan, dalam negeri, luar negeri, pemerintahan dan hukum sanksi (uqubat). Dan Khalifah menetapkan kebijakan untuk mengurusi urusan umat, mengatur kebijakan dan memberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggar hukum syarak.
Seorang Khalifah menyadari bahwa menjadi pemimpin adalah sebuah amanah besar yang harus dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Begitupun dalam mengambil keputusan, pendapat dan menetapkan kebijakan harus sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Pada masa Rasulullah Saw. ketika Muadz bin Jabal diutus ke Yaman Rasulullah bertanya kepada Muadz: "Bagaimana jika kamu disodorkan masalah hukum? Ia menjawab: Aku akan berhukum dari Al-Qur'an, Beliau bertanya: Jika tidak ada dalam Al-Qur'an? Ia menjawab: Mengambil dari Hadis Rasulullah Saw. Beliau bertanya: Jika tidak ada di hadis Rasulullah. Ia menjawab: Aku akan menggali hukum dan tidak melewati batas dalam menggalinya. Lalu Rasul Saw. memuji dan meridai Muadz sepakat dengan jawaban yang diberikan Muadz." (HR. Abu Daud)
Jelas, seorang pemimpin atau hakim dalam menyelesaikan permasalahan harus kembali kepada hukum Allah, Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma' Sahabat dan Qiyas, bukan hukum buatan manusia. Karena Allah memberikan akal kepada manusia untuk digunakan mengikuti aturan Allah Swt. agar manusia selamat dan berkah dunia akhirat.
Dan pemimpin pun harus dipilih sesuai dengan kemampuannya dan ahli dalam bidang tugasnya tersebut. Jangan asal pilih, karena akan terjadi kerusakan di tengah-tengah masyarakat jika pemimpinnya tidak ahli dalam bidangnya. (Lih. TQS. An-Nisa: 58). Bahwa memberikan amanah harus kepada orang yang pantas menerima amanah kekuasaan itu.
Tidak seperti saat ini diterapkannya sistem kapitalis sekuler pemimpinnya berkuasa bukan dorongan takwa kepada Allah, tidak pada ahlinya, namun hanya dorongan hawa nafsu yakni materi yang ingin dicapai. Alhasil harapan baru dalam sistem kapitalis sekuler tidak akan didapati. Namun hanya dengan menerapkan sistem Islam dalam bingkai Islam kafah harapan baru bagi rakyat akan pasti didapati.
Wallahu 'alam bish showwab.
Via
Opini
Posting Komentar