Opini
Program MBG, Solusi atau Pemanis?
Oleh: Yuli Ummu Reyhan
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Salah satu program kampanye yang akan direalisasikan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto adalah Program Makan Siang Gratis yang akhirnya berganti menjadi Makan Bergizi Gratis (MBG). Untuk itu sejumlah daerah telah melakukan pembiasaan program makan bergizi gratis yang salah satunya dilakukan di SD Negeri Parung Serab di Kecamatan Ciledug Kota Tangerang pada Senin (9-9-2024) lalu. Pemerintah Kota Tangerang sendiri menargetkan pembiasaan makan bergizi gratis selama September 2924 menyasar 10.535 siswa di seluruh wilayah Kota Tangerang (Antara.com, 10-9-2024).
Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang, Jamaludin mengatakan bahwa program pembiasaan ini dapat menjadi modal penting untuk menyambut program unggulan makan bergizi gratis dari pemerintah pusat pada tahun depan. Pemkot Tangerang juga terus melakukan pengawasan lapangan secara intens sekaligus mengevaluasi program ini mulai dari menu, penyajian, dan lainnya.
Sementara itu, Kepala SDN Parung Serab Ciledug Taufik mengatakan program ini disambut suka cita oleh seluruh siswa. Taufik menilai program ini mempunyai manfaat yang sangat besar, terutama sebagai edukasi dan pertumbuhan anak-anak ke depannya.
Kota Tangerang bersama Kota Cilegon dipilih sebagai lokus untuk proyek percontohan uji coba progam MBG ini. Sebelumnya telah dilakukan simulasi uji coba kegiatan strategi dan mitigasi operasional Program MBG di lima sekolah yang menyasar 3.125 siswa. Kemudian dilanjutkan uji coba pada 5-9 Agustus 2024 di 34 sekolah dengan sasaran 27.555 siswa.
Ketua Tim T Wantimpres, Taviota Bay, mengatakan pihaknya telah melakukan evaluasi serta menghimpun masukan-masukan dari pelaksanaan uji coba MBG dari sejumlah daerah, dan akan melakukan uji coba kembali agar program ini berjalan baik agar tujuan mewujudkan Indonesia Emas 2045 tercapai.
Benarkah MBG ini Solusi atau Hanya Pemanis?
Siapa yang tidak senang dan bersyukur mendapatkan makan bergizi gratis. Makan adalah kebutuhan dasar semua orang, dan makan bergizi sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang serta meningkatkan kualitas hidup. Namun apakah program ini realistis atau hanya sekadar pemanis?
Dari sisi anggaran misalnya, pada awal kampanye Pilpres diprediksi sebesar Rp460 triliun per tahun, namun dalam perjalanan anggarannya semakin mengecil yaitu hanya Rp71 triliun dari RAPBN 2025 (Cnnindonesia.com, 16-8-2024).
Program ini bisa dinilai tidak realistis dengan kondisi keuangan negara saat ini. Butuh dana yang sangat besar untuk merealisasikannya. Masalah berikutnya adalah pemerataan distribusinya ke seluruh daerah yang sulit. Kita semua tahu bahwa Indonesia sangat luas, wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke yang akses transportasi belum merata. Apa kabar wilayah terpencil atau di pelosok negeri, mungkinkah bisa merasakan program ini?
Seiring berjalan waktu program ini justru menjadi bancakan oligarki dan asing demi meraup keuntungan dengan motif bisnis. Salah satunya terkait wacana susu ikan yang ramai diperbincangkan yang disebut sebagai alternatif susu sapi untuk program MBG . Padahal menurut Epi Taufik, Ahli Ilmu dan Teknologi Susu, serta Dosen Fakultas Institut Pertanian Bogor (IPB), susu ikan seharusnya berasal dari jenis ikan mamalia seperti ikan paus, lumba-lumba. Tetapi hal ini tidak mungkin karena bagaimana cara memerahnya? Sementara susu ikan yang diperkenalkan adalah produk ekstraksi protein ikan, bukan hasil perah ikan. Mungkin karena dicairkan sehingga mirip susu, lalu disebut susu ikan.
Indonesia adalah negara maritim yang memiliki sumber daya alam melimpah salah satunya ikan. Mengapa tidak ikan segar saja yang diolah langsung menjadi makanan bergizi lalu diberikan gratis kepada masyarakat? Bukannya ini akan membantu kesejahteraan para nelayan juga dan bisa meningkatkan perekonomian?
Susu ikan harus melalui proses panjang dan biaya besar untuk memproduksinya. Dengan dalih investasi program ini akan melibatkan swasta yang artinya membuka peluang usaha besar bagi para oligarki dan korporasi. Untung rugi pasti diperhitungkan, bukan lagi tentang bagaimana meriayah rakyat.
Wacana tentang susu ikan ini pun mendapat sorotan dari media asing, salah satunya The Sydney Morning Herald, surat kabar asal Australia yang menyoroti rencana mengganti menu susu sapi dengan susu ikan demi menekan anggaran serta dampak kesehatan dari susu ikan. (CNNIndonesia.com, 13-9-2024).
Semua ini wajar terjadi dalam sistem demokrasi kapitalis. Penguasa bekerja sama dengan pengusaha untuk kepentingan mereka, rakyat hanya dibutuhkan saat pemilihan dengan sedikit diiming-imingi pengganjal perut. Setelah mereka berkuasa, rakyat justru menjadi objek penderita semua kebijakan penguasa.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang mana penguasa adalah pemimpin, pelindung, dan penanggung jawab segala kebutuhan rakyat. Pemimpin berkuasa untuk melayani rakyat dan menerapkan hukum Allah. Dalam Islam kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan dijamin pemenuhannya termasuk kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan keamanan. Jaminan ini per individu bukan kepala keluarga, atau kelompok. Semua ini bisa terwujud karena Islam telah mengatur terkait kewajiban nafkah, membuka lapangan usaha, tentang kepemilikan, dan pengelolaannya.
Pemimpin dalam Islam bekerja dengan ikhlas, penuh tanggungjawab dalam melayani rakyat. Menerapkan hukum Islam secara kafah dalam segala aspek kehidupan agar bisa memenuhi hak dasar secara maksimal dan berkualitas.
Mengenai makanan gratis, itu adalah tugas kepala keluarga, bukan negara. Tugas negara adalah menjamin tersedianya lapangan pekerjaan agar setiap kepala keluarga dapat memenuhi kewajiban nafkahnya. Negara juga akan menjaga kestabilan pangan sehingga mudah dijangkau masyarakat. Hal ini bisa melalui kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.
Negara juga akan menjaga kestabilan ekonomi, membuat kebijakan dan sanksi tegas terhadap segala hal yang bisa merusak perekonomian sehingga kesejahteraan dapat terwujud. Dengan begitu masalah kesehatan seperti stunting akan dapat teratasi karena setiap anak akan mendapatkan makanan bergizi setiap hari.
Dengan penerapan Islam secara kafah insya Allah kedaulatan pangan akan terwujud sehingga bisa melahirkan generasi berkualitas dan unggul. Masihkah kita bertahan dengan sistem saat ini? Mari berjuang bersama agar sistem Islam segera bisa terwujud karena inilah solusi yang hakiki. Wallahua'lam bishawab
Via
Opini
Posting Komentar