Opini
Sekularisme Merusak Jati Diri Guru
Oleh: Aulia Rahmah
(Kelompok Penulis Peduli Umat)
TanahRibathMedia.Com—UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) menetapkan setiap tanggal 5 Oktober diperingati sebagai hari guru sedunia. Sejak 1994, hari guru selalu diperingati. Untuk Peringatan tahun ini mengambil tema "Valuing Teacher Voices: Toward a New Social Contract for Education" atau menghargai suara guru: menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan.
Tema ini diangkat untuk menyoroti pentingnya suara seorang guru. Pasalnya, suara para guru sangat diperlukan agar mereka dapat memberikan pembinaan dan memanfaatkan potensi terbaik dari setiap anak didiknya (RRI.co.id, 6-10-2024).
Peran guru sangatlah penting dalam dunia pendidikan. Dengannya, kehidupan bisa berubah menjadi lebih baik. Perdamaian terwujud, kemiskinan dapat diberantas. Peran seorang guru juga dapat mendorong pembangunan berkelanjutan.
Namun sayang, fakta di Indonesia justru menunjukkan hal sebaliknya. Guru terlibat tindak kekerasan di sekolah, baik secara fisik maupun seksual. Melakukan kecurangan, jual beli kursi, penyalahgunaan dana Bansos, dan kecurangan lainnya yang membuat hak anak untuk mendapat pengajaran ternodai. JPPI (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia) menyampaikan evaluasi kepada pemerintah agar lebih serius dalam memperhatikan dan menjamin pemenuhan hak pendidikan bagi semua anak Indonesia (antaranews.com, 23-7-2024).
Banyak faktor yang menyebabkan seorang guru hilang kesabarannya sehingga mudah berbuat hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Misalnya, guru dihadapkan pada berbagai persoalan, dari gaji yang belum menyejahterakan yang berdampak guru mengalami tekanan hidup. Juga kurikulum yang membingungkan dan menjauhkan anak didik dari perilaku utamanya. Guru juga terkadang kurang dihargai, mereka hanya dianggap sebagai faktor produksi yang digaji ala kadarnya.
Tata kehidupan sekularisme-lah penyebab utama rusaknya jati diri seorang guru. Karena pola pendidikan yang jauh dari nilai-nilai agama (Islam), menghasilkan guru yang tega melakukan tindakan buruk pada siswa, berupa kekerasan fisik maupun seksual. Bahkan mengakibatkan siswa meregang nyawa.
Di masa kegemilangan Islam, dengan penerapan syariat Islam secara kafah mampu menghasilkan guru yang berkualitas, ber-syakhsiyah Islamiyah, juga mempunyai kemampuan terbaik dan mampu mendidik siswanya dengan baik pula. Para ilmuwan Muslim, di samping kompeten dalam hal sains dan Ilmu pengetahuan. Mereka juga berakhlak mulia dan tinggi pula ketakwaaanya, sehingga mereka mampu mengontrol dirinya agar tidak terjerumus atau tergoda melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama dan bertentangan dengan hukum yang berlaku. Rasa takut kepada Allah yang tertancap kuat dalam diri setiap individu Muslim menggerakkan mereka sebagai pribadi, anggota masyarakat dan bagian dari warga negara Daulah Islam untuk selalu berbuat baik.
Islam sangat menghormati dan memuliakan guru, diantaranya memberikan gaji yang tinggi. Khalifah Umar bin Khattab memberikan 15 dinar per bulan. Sedangkan nilai satu dinar setara dengan 4,25 gram emas.
Dr Rudhaifatullah Tanya Az-Zahrani dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah, memberikan perincian yang menarik terkait besaran gaji para pengajar kala itu. Penghargaan dengan penerapan gaji fantastis terhadap para pengajar dicurahkan pada masa Daulah Abbasiyyah. Gaji tersebut diberikan baik kepada para guru yang mendidik para putra khalifah maupun tenaga pengajar di masyarakat. Beberapa ulama yang turut mengajar para putra khalifah adalah Imam Al-Kisa’i yang mengajar putra Harun Al-Rasyid. Sebagai upah awal, sang khalifah memberinya 10.000 dirham, seorang budak perempuan yang cantik serta kebutuhannya, beberapa pelayan, dan seekor kuda pembawa barang beserta peralatannya.
Bayaran yang melimpah juga diberikan kepada Ibnu As-Sikkit yang mengajar putra-putra khalifah Al-Mutawakkil. Beliau diberi upah mencapai 50.000 dinar di luar gaji rutin sepanjang hidup, tempat tinggal, makanan, dan hadiah-hadiah lainnya (Az-Zahrani, 177-178).
Pada masa Harun Al-Rasyid, upah tahunan rata-rata untuk penghapal Al-Qur’an, penuntut ilmu, dan pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Sementara periwayat hadits dan ahli fiqih mendapatkan dua kali lipatnya, yaitu 4.000 dinar. Semakin tinggi otoritas keilmuan yang dimiliki, semakin tinggi pula upah yang diberikan. Imam Al-Waqidi, ulama ahli Al-Qur’an dan hadits paling populer di masanya, bahkan mendapatkan upah tahunan mencapai 40.000 dinar (Az-Zahrani, 202).
Tugas guru sangat-lah berat. Dalam mendidik anak agar bersyahsiyah islamiyah para guru dituntut kompeten dan harus pula dapat menjadi teladan. Guru ideal adalah yang mempunyai rasa takut kepada Allah, sehingga menyadari bahwa dalam menjalani tugasnya akan dicatat oleh malaikat dan akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan khalifah, lebih-lebih di hadapan Allah Swt. kelak di yaumul akhir. Hanya dengan penerapan Islam kaffah dalam bingkai Daulah Islamiyah jati diri guru terjaga. Wallahu a'lam bi ash-showab.
Via
Opini
Posting Komentar