Opini
Tren Paylater Marak, Kesejahteraan Kian Koyak
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Agustus 2024 piutang pembiayaan melalui skema BNPL (Buy Now Pay Later) atau Paylater mencapai Rp7,99 triliun atau meningkat 89,20 persen secara tahunan (yoy) (antaranews.com, 8-10-2024). Di tengah badai deflasi yang terus mengancam, masyarakat diwanti-wanti agar mampu mengelola keuangan dengan tepat dan cermat. Faktanya, banyak masyarakat yang menggunakan tren paylater hanya untuk memenuhi keinginan atau hanya sekedar ikut-ikutan tren.
Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya (OJK) Agusman, menuturkan bahwa total pinjaman (utang) pada layanan bayar nanti yang dilakukan masyarakat Indonesia mencapai Rp 26,37 triliun per Agustus 2024 (liputan6.com, 6-10-2024).
Refleksi Kerusakan Tata Kelola
Wajar adanya saat total transaksi paylater mengalami kenaikan. Kesulitan ekonomi ditengarai menjadi sebab utama. Badai PHK yang belum berhenti, skema ekonomi yang kian memprihatinkan ditambah kebutuhan hidup yang kian mahal dari waktu ke waktu. Masyarakat akhirnya mencari jalan pintas yang banyak tersedia dan dimudahkan mekanismenya. Salah satunya melalui skema paylater yang diklaim memiliki banyak kelebihan dengan syarat dan ketentuan yang mudah dipenuhi. Jelaslah, maraknya paylater yang menjangkiti masyarakat sebagai gambaran betapa buruknya tingkat kesejahteraan hidup saat ini.
Masyarakat semakin terjebak pada pola pikir pragmatis yang tidak memikirkan dampak jangka panjang.
Tidak hanya faktor ekonomi, faktor lifestyle pun turut andil dalam meningkatkan transaksi melalui paylater. Masifnya gaya hidup hedon, flexing yang terus ditampilkan di media sosial menciptakan pola pikir rusak yang secara tidak sadar diadopsi masyarakat. Betapa rusaknya kehidupan saat ini. Kebanyakan masyarakat tidak mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Budaya pamer dan konsumtif menjadi hal yang dianggap kekinian. Hawa nafsu terus menjadi motor utama yang menentukan keputusan. Akhirnya keinginan kian tidak terarah dan hanya sekedar ikut-ikutan style yang dianggap trendi. Berbagai konten mulai dari iklan, konten beragam akun media sosial dan beragam opini publik yang terus dideraskan demi memenuhi rasa haus duniawi. Digitalisasi telah merangsek berbagai kalangan dan menjanjikan beragam kemudahan.
Inilah refleksi sistem kapitalisme. Sistem yang hanya mengutamakan nilai dan keuntungan materi tanpa mengindahkan konsep halal haram atau benar salah. Sistem ini pun semakin hilang arah karena memposisikan konsep sekularisme sebagai asas. Sekularisme, asas yang menjauhkan nilai dan aturan agama dalam kehidupan. Masyarakat kian jauh dari esensi nilai-nilai agama. Mereka hanya memandang kehidupan sebagai sesuatu yang "harus" dipenuhi dan melahirkan kesenangan. Dan kesenangan ini dituangkan dengan melampiaskan keinginan tanpa memperhitungkan kemampuan dan batas hukum syariat. Alhasil, paylater menjadi pilihan. Di balik iming-iming kemudahan yang terus dipromosikan, konsep paylater juga mengandung nilai pelanggaran hukum syarak. Tidak main-main, dampaknya pun menyengsarakan. Pasalnya skema paylater menggunakan konsep riba yang melipatgandakan tagihan. Tidak hanya itu, dalam skema paylater, penetapan bunga pun akan memberatkan para peminjam dana. Sehingga dari sinilah kerusakan berawal.
Mirisnya lagi, segala bentuk skema paylater justru difasilitasi dan dimudahkan oleh kebijakan negara yang membolehkan paylater dengan syarat dan ketentuan dapat bijak menggunakannya dan ada legalitas bagi lembaga peminjam dana. Tentu saja konsep ini akan memberikan kerancuan di tengah masyarakat. Halal haram kian bias dalam pengaturan sistem rusak.
Penjagaan Sistem Islam
Berbeda secara diametral dengan konsep Islam. Sistem Islam dalam institusi khilafah telah melarang dengan tegas konsep riba, apapun mekanisme dan aplikasinya di tengah masyarakat.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (TQS. Ali 'Imran: 130)
Dalam Islam, negara memiliki fungsi sebagai pengurus urusan rakyat dan penjamin keamanan hidup rakyat seutuhnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR. Al Bukhori).
Jaminan kesejahteraan menjadi hak setiap individu warga negara. Tingkat kesejahteraan yang memadai akan mencegah masyarakat berbuat maksiat. Dan konsep kesejahteraan ini pun akan menjauhkan masyarakat dari pinjaman riba karena setiap kebutuhan hidupnya secara primer telah tercukupi oleh strategi pengaturan khilafah.
Dalam institusi khilafah, pemimpin akan senantiasa menjaga dan mengedukasi masyarakat secara berkesinambungan. Memahamkan perbedaan terkait kebutuhan dan keinginan agar senantiasa menyandarkan segala keputusan pada hukum syarak. Sehingga mampu terhindar dari perbuatan haram yang dilaknat Allah Swt.
Khilafah pun akan tegas menetapkan kebijakan larangan skema paylater karena keharamannya. Dengan demikian, rakyat tidak akan pernah melirik konsep paylater sebagai solusi. Karena sama sekali tidak disediakan dan difasilitasi oleh negara. Jikapun kedapatan pihak yang membuka pintu riba, maka akan ditindak tegas oleh khilafah sesuai kebijakan yang ditetapkan khalifah. Demikianlah Islam menjaga kesejahteraan dan keamanan hidup setiap individu rakyat.
Hanya Islam-lah satu-satunya sistem yang menjaga. Menjaga segala bentuk pemahaman umat sekaligus menjaga kesejahteraan setiap individu rakyat dengan sempurna.
Via
Opini
Posting Komentar