Opini
Wajah Baru, Indonesia Maju?
Oleh: Eci Aulia
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Pesta demokrasi telah usai dihelat melalui pemilu. Dengan dilantiknya pemimpin yang baru, menjadi pertanda Indonesia akan memiliki wajah baru. Pemimpin yang baru ini diharapkan dapat membawa Indonesia pada perubahan, yaitu Indonesia maju bahkan menuju Indonesia Emas. Sebagaimana janji mereka sebelum menduduki tampuk kekuasaan.
Dengan mengusung visi besar, "Astacita" yang berarti delapan tujuan atau cita-cita besar sebagai landasan kepemimpinannya. Prabowo-Gibran yakin bisa membawa Indonesia maju bahkan Indonesia Emas 2045.
Sebelum dilantik, presiden Prabowo sudah merancang susunan kabinet kementerian yang akan membantunya selama 5 tahun ke depan. Meski sebagian merasa pesimis dengan komposisi kabinet yang terlalu gemuk, tetapi kabinet ini digadang-gadang dapat membangkitkan optimisme sebagian kalangan (antaranews.com, 20-10-2024).
Masyarakat seringkali menaruh harapan besar pada setiap pergantian pemimpin. Harapan tersebut tidak lain adalah menuju ke arah yang lebih baik. Jika ditelisik, seolah kemajuan dan keberhasilan sebuah negara hanya terletak pada individu pemimpinnya saja. Padahal, selama sistem yang memayunginya tetap sama, yakni demokrasi kapitalisme, maka perubahan hanyalah ilusi.
Pasalnya, sistem warisan penjajah tersebut sudah terbukti rusak dan merusak. Lihatlah betapa banyak problematika umat yang tak kunjung menemui solusi. Baik dari segi politik yang penuh pergolakan dan intrik. Sebab, masih menjadikan Barat sebagai role model.
Dari aspek ekonomi dengan kemiskinan strukturalnya. Lalu, pendidikan dengan generasi rusaknya. Angka kriminalitas tinggi, serta kezaliman yang kian merajalela. Semuanya adalah hasil produk gagal dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme.
Pada hakikatnya, faktor keberhasilan sebuah negara bukan hanya dilihat dari individu pemimpinnya saja, tetapi juga sistem yang menaunginya. Individu pemimpin yang buruk akan berpotensi menjadi baik dalam sistem yang benar. Sebaliknya, individu pemimpin yang baik akan berpotensi menjadi buruk dalam sistem yang rusak. Itulah mengapa kedua komponen tersebut harus ada dalam konsep sebuah negara. Individu pemimpin yang baik dalam sistem yang baik pula.
Nyatanya, kebaikan itu akan terwujud tatkala manusia berada dalam sistem yang shahih. Yaitu sistem Islam yang datang dari pemilik alam semesta, yakni Allah Swt.. Sistem ini tidak hanya akan membawa manusia pada cita-cita emas, tetapi juga akan mendatangkan keberkahan dari langit.
Pemimpin dalam sistem Islam disebut Khalifah. Adapun kriteria pemimpin dalam sistem Islam tidak muluk-muluk. Pemimpin yang akan dibaiat oleh rakyat wajib memenuhi 7 syarat in'iqad (pengangkatan).
Dalam banyak kitab termasuk Kitab yang ditulis oleh al-Allamah al-Qadhi Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Khilafah dan Asy-Syakhshiyyah al- al-Islamiyyah (jilid 2) kriteria pemimpin dalam Islam adalah: Muslim, laki-laki, balig, berakal, merdeka (bukan budak yang berada dalam kekuasaan pihak lain), adil (bukan orang fasik atau ahli maksiat) dan memiliki kapasitas untuk memimpin.
Ketujuh syarat di atas juga dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya, Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab. Semuanya digali berdasarkan dalil dari Al-Qur'an dan sunnah. Jika ke 7 syarat tersebut sudah terpenuhi, maka ia layak menduduki jabatan pemerintahan.
Dengan proses ijtihad (penggalian hukum) yang bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah, serta dilandasi iman dan takwa, seorang khalifah memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan dalam rangka penerapan Islam secara totalitas. Semua dilakukan atas rasa takut kepada Allah Swt. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Syekh Abdul Qadim Zallum,
"Khalifah (kepala negara) adalah orang yang mewakili umat Islam dalam urusan kekuasaan atau pemerintahan dan penerapan hukum-hukum syariat." (Zallum, Nizham al-Hukmi fi al-Islam, hlm. 49).
Oleh karena itu, jika ada sosok pemimpin yang baik, saleh, cerdas, ramah dan santun, tetapi ia enggan berhukum pada hukum Allah Swt. dalam mengurusi rakyat dan urusan pemerintahan, maka ia terkategori fasik.
Selain sebagai kepala negara, Khalifah juga perisai, pelindung (junnah) bagi rakyatnya. Dialah yang akan menjadi tameng ketika ada bahaya mengancam. Artinya, seorang khalifah tidak akan bisa tidur nyenyak dan makan enak sebelum rakyatnya hidup tenang dan damai.
Demikianlah yang terjadi sepanjang kepemimpinan para khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Karena begitulah yang Nabi ajarkan. Terlepas dari segala kekurangannya sebagai manusia, seorang khalifah dalam naungan sistem Islam berhasil membawa Islam mencapai puncak kejayaannya selama 13 abad. Hingga masa itu dikenal dengan the golden age of Islam.
Berbeda sekali kriteria pemimpin dalam sistem demokrasi dan sistem Islam. Tidakkah terbesit kerinduan pada sosok yang pernah hadir di tengah umat manusia sepanjang peradaban Islam tersebut.
Jika mengaku rindu, maka perlu adanya perjuangan kolektif untuk mewujudkannya. Seorang pemimpin yang baik lahir dari sistem yang benar. Begitupun sistem yang shahih (benar) akan mengundang sejuta kebaikan dan keberkahan.
Oleh karena itu, Indonesia emas hanya akan terwujud dalam sistem Islam. Perubahan hakiki juga akan diraih tatkala Islam dijadikan sebagai landasan kepemimpinan dan solusi fundamental bagi seluruh persoalan hidup manusia. Wallahu alam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar