Opini
Wakil Rakyat Sejahtera, Rakyat Sengsara
Oleh: Dhevyna Wahyu Tri Wardani
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Belakangan ini, beberapa kursi anggota dewan dalam jajaran parlemen nampaknya kembali diisi oleh beberapa anggota anggota baru, seperti yang dikutip dari tirto.id (02-10-2024) sebanyak 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi dilantik untuk masa periode 2024-2029. Lima tahun ke depan, ratusan anggota dewan di Senayan diharapkan mampu untuk berpihak dan mewakili kepentingan rakyat luas.
Menjadi anggota DPR tidak boleh untuk meraup keuntungan pribadi maupun keluarga. Namun, tujuan itu kelihatannya butuh upaya ekstra dalam pembuktiannya oleh DPR. Pasalnya, politik dinasti diduga masih kental melekat pada DPR periode 2024-2024.
Tapi itulah demokrasi, sejumlah anggota DPR yang terpilih diduga masih memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan pejabat publik, elite politik, hingga sesama anggota DPR terpilih lainnya. Fakta ini terbukti dalam riset terbaru Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI). Mereka mencatat, sedikitnya 79 dari total 580 anggota DPR terpilih periode 2024-2029 terindikasi dinasti politik. Hal ini menambah noda pesimisme memandang potret kerja DPR periode baru ke depan.
Relasi kekerabatan DPR 2024-2029 beragam dari suami istri, anak, ponakan, dan lain lain. Hubungan kekerabatan vertikal tercatat paling banyak. Yakni caleg terpilih merupakan anak penjabat seperti, Rahmawati Herdian dari partai Nasdem (Lampung 1) yang merupakan anak walikota bandar lampung, di sisi lain dari hubungan suami istri juga banyak ditemui salah satunya, Ahmad Muzani dari Gerindra (Lampung 1) yang lolos ke DPR bersma istrinya Himmatul Aliyyah yang juga merupakan kader Gerindra untuk dapil Jakarta 1.
Yang terbaru juga ada anggota DPR yang rela mengundurkan diri agar memuluskan jalan orang terdekatnya seperti, Arteria Dahlan politikus PDIP sengaja mengundurkan diri demi memuluskan jalan Romy Soekarno cucu presiden RI pertama, menjadi anggota DPR periode 2024-2029. Romy adalah kerabat dekat Puan Maharani.
Terpilihnya anggota anggota DPR dari kalangan orang terdekat bahkan kerabat tidak lain, atas dasar keuntungan dan kepentingan pribadi semata bukan dalam rangka menyampaikan aspirasi rakyat, pasalnya dalam realita hari ini wakil rakyat hanya mewakilkan kepentigan pribadinya hingga rela membuat aturan atau undang undang yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyatnya.
Namun, rakyat tidak memiliki wewenang dalam mencegah hal demikian, sebab tidak ada yang berpihak pada rakyat dalam instrumen hukum. Seperti yang diungkapkan oleh Dedi Kurniasyah dalam Analisis Politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) memandang langkah menjadi anggota dewan dengan cara tersebut sebagai praktik buruk. Kata dia, tidak ada kekuatan hukum yang mampu meluruskan tindakan sewenang wenang partai politik. “sehingga tak heran jika tokoh yang ada dalam daftar keluarga elite parpol sering kali lolos ke parlemen,” kata Dedi dihubugi reporter tirto, Selasa (1-10-2024).
Hal ini semua tak mungkin tidak mempengaruhi kinerja anggota dewan dalam kursi kursi parlemen pasalnya kepentingan rakyat akan tergadaikan dengan kepentingan yang selaras dengan kepentingan keluarga ataupun orang terdekatnya.
“Hal ini dapat membatasi diversitas ide baru dan inovasi dalam kebijakan public yang seharusnya dihasilkan dari debat sehat didalam parlemen,” kata Annisa kepada reporter tirto, Selasa (1-10-2024).
Kezaliman dan kerusakan akan semakin dirasakan oleh rakyat, kesengsaraan yang dirasakan rakyat akan menjadi kesejahteraan dan angin segar bagi para orang orang yang duduk di singgasana parlemen dalam rangka membela kepentingan oligarki untuk mendapatkan keuntungan. Itukah yang disebut dengan wakil rakyat?
Mereka para wakil rakyat dengan kehidupan mewahnya, tunjangan serta gaji fantasis dari pemeritah, dan selalu memprioritaskan kenyamanan pribadi dalam periode kerjanya sangat mengiurkan para oligarki untuk duduk di kursi parlemen. Seperti yang dikutip dari Bbc.com (05-10-2024). Pemberian tunjangan perumahan kepada 580 anggota DPR baru yang disebut mencapai Rp.50.000.000,00 perbulan untuk satu orang menuai kritik dari lembaga pengawas parlemen karena dianggap tidak ada urgensinya dan hanya menambah beban anggaran negara.
Di sisi lain, rakyat semakin tercekik dalam sistem demokrasi saat ini yang katanya dari rakyat dan untuk rakyat, nyatanya hal itu sama sekali tak terealisasikan. Rakyat tak dapat perbuat apa apa hanya bisa menyampaikan asprasi kepada wakil rakyat dan berharap suaranya dapat didengar. Namun, para wakil rakyat degan gagahnya duduk di singgasana beralaskan uang rakyat seakan tuli dan tak pernah mendengar suara rakyat.
Itu adalah bukti rusaknya sistem saat ini. Apapun rela dilakukan demi mendapatkan keuntungan. Segala aturan dan perundang undangan rela diterobos dan diubah demi kekuasaan dan kepentingan pribadi semata.
Sangat berbeda dalam sistem islam, kondisi ini tak akan dapat ditemui dan tidak boleh terjadi karna Islam memiliki majelis ummat yang dapat menjadi wadah aspirasi semua orang. Rakyat yang berhak memilih pemimpin yang mampu menerapkan Islam secara kaffah dan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah, singkatnya kedaulatan hanya di tangan Allah kekuasaan dalam memilih pemimpin untuk melaksanakan syariat Allah ada di tangan rakyat.
Di dalam Islam pun tidak ada istilahnya putra mahkota karena menjadi pemimpin itu bukan semata-mata hubungan kekeluargaan tanpa adanya kelayakan. Karena dalam Islam seorang pemimpin harus memenuhi syarat yang ditentukan oleh syara’ yakni harus muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, dan mampu.
Syeikh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al-afkar As-siyasiyah juga menyebutkan karakter seorang pemimpin itu adalah berkepribadian kuat, bertakwa, memiliki sifat belas kasih penuh perhatian kepaa rakyatnya, dan istiqomah memerintah dengan syariah. Ini semua sangat bertolak belakang dengan sistem demokrasi yang sekarang terjadi mereka memimpin atas dasar materi dan keuntungan serta kekuasaan semata dalam Islam semua itu kembali untuk kemashlahatan ummat dan untuk menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan. Wallahu a’lam bi shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar