Opini
Zionis Yahudi Semakin Beringas, Khilafah Solusi Tuntas
Oleh: Risna Ummu Yusuf
(Muslimah Jaksel)
TanahRibathMedia.Com—Dalam beberapa waktu terakhir, serangan Zionis Yahudi terhadap Palestina dan Lebanon semakin meningkat dengan intensitas yang mencengangkan. Laporan media memperlihatkan bagaimana wilayah seperti Beirut dihujani roket, dan rakyat Palestina terus berada di bawah bayang-bayang serangan udara Israel. Ketidakstabilan ini bukanlah fenomena baru, tetapi eskalasi yang terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa zionis semakin percaya diri dalam melakukan agresi, terutama karena minimnya tindakan signifikan dari dunia internasional, termasuk negara-negara Muslim.
Mengapa zionis semakin merajalela dalam melakukan serangannya, dan mengapa negara-negara Muslim, meskipun secara geografis dekat dan secara historis serta religius terikat dengan masalah Palestina, tampak hanya memberikan reaksi simbolis? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus melihat lebih dalam pada dua isu mendasar: absennya kesatuan umat Islam dan tiadanya Khilafah sebagai junnah (perisai) bagi umat.
Pertama, arogansi zionis dan diamnya negara-negara Muslim. Arogansi Israel dalam melakukan serangan ke wilayah Palestina dan negara-negara tetangganya tidak bisa dilepaskan dari lemahnya reaksi global, terutama dari negara-negara yang seharusnya memiliki tanggung jawab moral dan historis untuk membela Palestina. Serangan-serangan ini menggambarkan betapa Zionis semakin merasa tidak terancam oleh reaksi dunia internasional, khususnya dari negara-negara Muslim.
Negara-negara Muslim seolah tidak berdaya menghadapi kekuatan zionis yang didukung oleh kekuatan Barat, khususnya Amerika Serikat. Beberapa negara Muslim, terutama yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, memilih diam atau hanya memberikan respons diplomatik yang lemah. Bahkan negara-negara yang berpotensi memiliki pengaruh besar dalam masalah Palestina, seperti Arab Saudi, Mesir, atau Turki, tampaknya lebih memilih fokus pada kepentingan nasional masing-masing daripada membangun solidaritas Islam global yang sejati.
Retorika yang sering muncul dari negara-negara Muslim, terutama dalam forum internasional seperti PBB atau pertemuan Liga Arab, sering kali terdengar kuat dalam kata-kata, tetapi lemah dalam aksi. Bantuan militer yang diberikan, jika ada, sangat minimal dan hanya bersifat simbolis. Kenyataan ini menunjukkan bahwa meskipun negara-negara Muslim memiliki kekuatan ekonomi dan militer yang cukup besar, mereka tidak bersatu untuk membela Palestina secara efektif.
Kedua, sekat-sekat nasionalisme sebagai penghalang persaudaraan Islam. Salah satu hambatan terbesar dalam perjuangan untuk membebaskan Palestina dari penjajahan zionis adalah adanya sekat-sekat nasionalisme yang memisahkan umat Islam di berbagai negara. Nasionalisme telah menjadi tembok pemisah yang kuat, menghalangi terciptanya persatuan Islam yang sejati. Setiap negara Muslim lebih mementingkan kepentingan nasionalnya daripada membangun solidaritas dengan negara-negara Muslim lainnya untuk membela saudara-saudara mereka yang tertindas di Palestina.
Sekat nasionalisme ini menciptakan fragmentasi yang sangat merugikan bagi perjuangan Palestina. Ketika negara-negara Muslim berjuang sendiri-sendiri, Zionis dapat dengan mudah melancarkan agresinya tanpa harus khawatir akan adanya perlawanan yang terkoordinasi secara global. Persaudaraan Islam yang diidealkan oleh agama menjadi sekadar retorika yang tidak terwujud dalam tindakan nyata. Padahal, jika umat Islam di berbagai negara bersatu dan bergerak bersama, mereka memiliki potensi kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang ditunjukkan saat ini.
Di sinilah pentingnya kesadaran akan perlunya Khilafah sebagai junnah, atau perisai, bagi umat Islam. Khilafah berfungsi sebagai lembaga politik yang tidak hanya mempersatukan umat di bawah satu kepemimpinan, tetapi juga melindungi mereka dari serangan musuh. Saat ini, absennya Khilafah membuat umat Islam tersebar dalam banyak negara dengan kepentingan nasional yang berbeda-beda, sehingga mereka tidak memiliki kekuatan kolektif untuk membela diri, apalagi untuk melawan kekuatan Zionis yang agresif.
Khilafah tidak hanya menjadi simbol persatuan, tetapi juga mekanisme nyata yang dapat digunakan untuk melindungi umat Islam dari penjajahan, penindasan, dan serangan militer. Ketika Khilafah berdiri, ia mampu menggerakkan kekuatan militer yang terpusat dan terkoordinasi untuk melawan musuh-musuh Islam, seperti yang terjadi di masa lalu ketika Khilafah melindungi wilayah-wilayah Islam dari serangan asing.
Dalam konteks Palestina, tegaknya Khilafah akan memberikan umat Islam sebuah kekuatan politik dan militer yang nyata untuk membela Palestina. Tentara-tentara Muslim dari berbagai negara dapat bersatu di bawah satu komando, bukan sebagai milisi lokal yang terbatas, tetapi sebagai pasukan yang terorganisir secara global. Hal ini akan memberikan efek gentar bagi Zionis dan sekutunya, karena mereka tahu bahwa umat Islam tidak lagi terpecah belah dan tidak mudah ditaklukkan.
Dalam jangka panjang, solusi bagi penjajahan Palestina tidak bisa hanya bergantung pada negosiasi diplomatik atau serangan sporadis dari milisi lokal. Umat Islam, terutama para pemimpin dan tentara Muslim, harus menyadari tanggung jawab mereka untuk membela saudara-saudara mereka di Palestina. Kesadaran ini harus diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata, bukan hanya retorika kosong.
Tegaknya Khilafah adalah solusi jangka panjang yang diperlukan untuk melawan penjajahan Zionis dan melindungi umat Islam dari serangan musuh. Tanpa Khilafah, umat Islam akan terus terpecah belah dan tidak mampu membela diri dari agresi yang terus meningkat. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk membangun kesadaran akan perlunya Khilafah dan memperjuangkannya bersama-sama. Masalah Palestina bukan hanya tentang wilayah atau politik, tetapi tentang eksistensi umat Islam itu sendiri. Hanya dengan Khilafah, umat Islam dapat bersatu dan mengakhiri penjajahan zionis yang merajalela.
Via
Opini
Posting Komentar