Opini
Gen Z dan Gaya Hidup Kapitalisme
Oleh: Suci Halimatussadiah
(Ibu Pemerhati Remaja)
TanahRibathMedia.Com—Betapa mudah hidup dalam kemajuan teknologi canggih seperti saat ini. Teknologi benar-benar menjadikan setiap orang beraktivitas lebih cepat, misalnya berbelanja tidak perlu lagi pergi ke pusat perbelanjaan untuk mendapatkan barang yang diinginkan.
Cukup buka ponsel, lalu klik aplikasi layanan belanja, kemudian transfer maka barang akan datang sesuai pesanan. Namun, kemudahan ini ternyata tidak hanya mendatangkan manfaat, tetapi dapat juga menimbulkan beberapa keburukan.
Di antara keburukan tersebut adalah seseorang terkadang lupa diri dengan keadaannya, yakni membeli sesuatu hanya karena keinginan untuk memiliki, bukan karena kebutuhan. Parahnya lagi, beberapa orang hanya ikut-ikutan membeli untuk dipamerkan lantaran takut dianggap ketinggalan zaman. Inilah FOMO alias fenomena Fear of Missing Out yang sedang menjangkiti masyarakat saat ini.
Mirisnya fenomena FOMO ini memperparah kondisi generasi Z. Generasi Z bukan hanya gampang terlibat transaksi online, tetapi juga gemar berbelanja walaupun harus melewati antrean panjang.
Setelah boneka Labubu berada di Instagram Lisa black Pink dan menjadi viral, pengunjung ada yang rela mengantre hingga 17 jam di stan Pop Mart yang digelar di Gandaria City Mall, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan demi mendapatkan boneka tersebut (kompas.com, 17-09-2024).
Antrean panjang untuk boneka Labubu ini menunjukkan bahwa orang-orang tersebut tidak mau ketinggalan mengikuti tren global saat ini. Idola baru Lisa Black Pink sebagai icon remaja mampu mencuri perhatian penggemarnya untuk selalu diikuti tindak-tanduknya. Mengikuti jejak langkah sang idola sepertinya menjadi hal wajib yang harus dilakukan oleh penggemar.
Dikutip dari media online (kompas.com, 11-10-2024), Pengamat Sosial, Devie Rahmawati pun menilai bahwa seseorang yang FOMO itu berbahaya karena ia bisa melakukan apa saja, termasuk menggadaikan kehormatannya, melanggar hukum, juga dapat merugikan orang lain demi mendapatkan sesuatu yang sedang tren.
Jerat Hidup Kapitalisme
Dalam sistem kapitalisme, manusia dituntun ke arah keadaan yang buruk. Sistem ini berhasil mengalihkan perhatian Gen Z dengan hanya berkutat pada kesenangan duniawi semata. Sistem rusak ini pun mengakibatkan Gen Z bergaya hidup bebas, hedonis, dan konsumtif. Mereka cenderung lebih memilih hidup mewah.
Kehadiran media sosial sangat mendukung yakni menjadi sarana yang dapat menjadikan Gen Z konsumtif. Hal ini menyebabkan terjadinya pengabaian terhadap potensi Gen Z untuk berprestasi dan berkarya lebih baik lagi.
Terlebih, pendidikan dalam sistem hari ini tidak lagi memberikan arahan bagaimana bersikap berperilaku dan berpola pikir baik. Hal yang ada justru terkesan abai dan berfokus pada lingkaran materialistik.
Kondisi ini sungguh memprihatinkan, sebab Gen Z adalah harapan pemimpin masa depan. Generasi yang seharusnya dipersiapkan untuk mencapai generasi emas, justru menjadi sasaran empuk para kapitalis untuk mengisap semua potensi yang Gen Z miliki.
Kaum kapitalis memanfaatkan potensi Gen Z yang lahir dan tumbuh. Bahkan menjadikan mereka sebagai bagian integral digital untuk menjadi target meraup keuntungan, misalnya kehadiran platform untuk mendukung gaya hidup hedon penuh narsistik sebagai seorang yang FOMO.
Kondisi ini tidak sedikit pun membuat negara bertindak tegas, padahal jelas ini adalah masalah penting demi keberlangsungan peradaban. Kurikulum pendidikan yang diterapkan tetap saja menjauhkan generasi dari agama (sekularisme).
Kondisi ini membuat generasi semakin tidak memahami jati dirinya sebagai hamba Allah Swt. Generasi tidak tahu arah tujuan hidup mereka. Pelajaran agama sebatas untuk dihafal dan untuk mendapatkan nilai rapor yang bagus, tidak sampai menancap pada pikiran dan hati mereka sehingga tanpa sadar jeratan kapitalisme semakin kuat mencengkeram generasi.
Islam Solusinya
Dalam pandangan Islam, pemuda (baca: Gen Z) merupakan sosok yang mempunyai potensi serta kemampuan yang dibutuhkan umat untuk bangkit, membawa kembali Islam ke dalam kancah kehidupan. Oleh karenanya, negara seharusnya mempersiapkan generasi muda dengan membentuk kepribadian yang islami.
Pembentukan kepribadian islami ini yakni mewujudkan pola pikir dan pola sikap Islam dengan memasukkan kurikulum berbasis iman dan takwa. Agar generasi mudah dipahamkan mengenali dirinya dan untuk apa dia diciptakan. Pemahaman seperti itu akan mampu membangkitkan pemikiran yang nantinya akan berdampak pada mindset perubahan yang hakiki.
Generasi akan berjuang keras untuk mengembalikan kehidupan Islam. Alhasil, potensi besar yang dimilikinya menjadi bermanfaat, tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Di samping itu, negara Islam akan memfilter setiap media yang akan ditayangkan. Media akan banyak dipakai sebagai sarana dakwah agar nantinya bisa bermanfaat bagi pembentukan karakter Islam pada generasi.
Keberhasilan negara Islam dalam membentuk karakter terbaik dapat dilihat, salah satunya dari panglima perang Salahudin Al Ayubi yang dapat membebaskan Al Aqsa pada usia yang masih muda. Membentuk kepribadian kesatria semacam Salahudin Al Ayubi tentu bukan perkara mudah dan tidak didapat dalam waktu yang sebentar.
Upaya pembentukan tersebut pun bukan pula hanya didukung oleh orang tua ataupun seorang guru. Namun, karakter seperti ini dibangun oleh berbagai elemen yang saling bersinergi berasaskan akidah Islam.
Elemen-elemen tersebut adalah keluarga, masyarakat, dan negara. Ketiga elemen inilah yang mampu melahirkan Salahudin Al Ayubi panglima yang mampu membawa peradaban dunia ke arah yang mulia.
Maka dengan demikian, bukan hal yang mustahil menuju Indonesia emas yang digadang-gadang akan tercapai pada 2045 mendatang. Pasti akan terwujud jika sistem Islam yang diterapkan secara kafah di bumi ini. Sistem yang paripurna yang dengannya segala problematika umat akan terselesaikan.
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar