Opini
Melek Politik Islam, Gen Z Jangan Lagi Terbajak Demokrasi
Oleh: Aulia Rahmah
Kelompok Penulis Peduli Umat
TanahRibathMedia.Com—Menjelang Pilkada serentak 2024, para calon kepala daerah mencoba mendulang suara gen z dengan berbagai cara. Mereka memberikan tawaran juga janji hidup menjadi lebih baik dalam kepemimpinannya. Calon Gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil misalnya, menjanjikan kepada warga di Kawasan Rawa Buaya terbebas dari banjir. Jika dirinya menang nantinya, akan menata ulang pemukiman di kawasan tersebut, dengan solusi yang lebih aman dan nyaman. Salah satunya dengan membangun rumah susun di atas pasar sebagai jawaban atas kebutuhan hunian yang semakin mendesak di Jakarta (okezone.com, 12-11-2024).
Di Jawa Timur, Calon Gubernur Tri Rismaharini mengutarakan niatnya untuk mengembangkan potensi gen Z di Jawa Timur. Dalam acara live pembuatan mural Risma di Petungwulung, Petungasri, Pandaan, Jumat (8/11), Risma mengajak kepada gen z agar jangan takut perubahan sepanjang tidak merugikan yang lain. Gen z harus mencoba, jangan menunggu pekerjaan. Gen z mempunyai potensi yang harua dikembangkan. Risma mencontohkan pengalamannya yang memberikan wadah bagi gen z yang suka ngebut di jalan berupa sirkuit yang ia bangun dengan dana miliaran rupiah. Salah satu gen z asuhannya kini menjadi pembalap profesional hingga dapat berkeliling Eropa (cnnindonesia.com, 10-11-2024).
Tak hanya pasangan calon (paslon) gubernur yang gencar melakukan kampanye, KPU (Komisi Pilihan Umum), sebagai lembaga penyelenggara pemilu juga intens menggencarkan sosialisasi untuk menarik partisipasi pemilih muda dan pemula. Untuk diketahui, pada pemilu Februari 2024 lalu, gen z dan milenial menempati komposisi terbanyak pemilih. Dari jumlah tersebut, sebanyak 66,8 juta pemilih milenial dan sebanyak 46,8 juta gen z. Dalam sosialisasi tersebut, KPU bekerja sama dengan pihak sekolah, kampus dan pesantren, juga lembaga LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan organisasi kemahasiswaan. KPU memberi edukasi kepada para pemilih muda dan pemula dalam bentuk tayangan di medsos, Film Kejarlah Janji, dan film pendek lainnya.
Hari ini, milenial dan gen z mengalami banyak sekali permasalahan hidup. Dari tingginya biaya pangan dan pendidikan. Sulitnya mengakses lapangan pekerjaan, maraknya tawuran, pembulian, bunuh diri, judi online, kerusakan lingkungan dan seabrek masalah hidup lainnya. Gen z harus memahami bahwa semua persoalan yang melanda hidupnya adalah akibat penerapan Sistem Sekularisme Demokrasi. Sistem kenegaraan yang menjauhkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Sebagai penggantinya, diterapkanlah Demokrasi Kapitalisme yang lahir dari peradaban barat yang memisahkan agama dari kehidupan. Padahal Islam adalah agama sekaligu ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Mengatur urusan dari bangun tidur hingga tidur lagi. Dari bangun rumah tangga hingga bangun negara.
Milenial dan gen z dalam Demokrasi hanya dimanfaatkan suaranya setiap lima tahun sekali untuk memenangkan pilkada. Selebihnya mereka tetap saja berjuang sendiri untuk tetap hidup. Setelah pilkada, kepala daerah dan wakilnya dilantik, nasib milenial dan gen z tidak akan banyak berubah, sebagaimana masa-masa sebelumnya.
Oleh karenanya, gen z harus menyadari bahwa dalam negara sekuler demokrasi gen z hanya dipandang sebagai aset ekonomi. Oligarki (penguasa), melalui tangan-tangan para gubernur dan wakilnya akan terus memainkan perannya untuk melanggengkan kekuasaan dan menjaga kepentingan antar kelompoknya. Mengapa bisa terjadi? Sebab naiknya para cagub dan wakilnya tak lepas dari sokongan dana besar dari pemilik modal (pengusaha). Sehingga para gubernur dan wakilnya yang telah dipilih rakyat, sejatinya hanya menjadi pelayan para pengusaha. Rakyat banyak akan dikorbankan.
Sebagai contoh, para petani yang membuang hasil panennya dan peternak susu yang membuang susunya adalah akibat naiknya oligarki ke tampuk kepemimpinan. Mereka lebih memilih impor daripada berusaha memberdayakan masyarakatnya. Padahal dengan menggantungkan kebutuhan pada impor, kedaulatan pangan akan semakin sulit diwujudkan. Lapangan pekerjaan berkurang, petani dan peternak kehilangan pekerjaanya, pengangguran bertambah dan kemiskinan semakin banyak jumlahnya.
Sangatlah berbeda pola pengaturan urusan umat, termasuk gen z dalam sistem hari ini dengan sistem Islam. Dalam Islam, politik dimaknai sebagai aktivitas mengurusi urusan umat. Kedaulatan dan kemandirian dalam segala aspek kehidupan akan diwujudkan. Kedaulatan pangan untuk menjamin kemudahan masyarakat memenuhi kebutuhan pangannya dengan mudah dan murah. Begitu pula, negara akan mewujudkan kedaulatan digital untuk melindungi milenial dan gen z dari pengaruh buruk konten-konten dan gaya hidup asing yang merusak pemikiran dan kepribadian umat seperti liberalisasi, hedonisme, childfree, dll.
Sungguh penyebab sempitnya hidup hari ini adalah karena meninggalkan aturan Islam kaffah. Allah berfirman: "Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (TQS. Thaha: 124)
Sungguh keharmonisan hidup hanya akan terwujud ketika syariat Islam diterapkan sempurna dalam kehidupan, level pribadi, masyarakat maupun negara. Sudah saatnya gen z meninggalkan Sistem Sekuler Demokrasi dan memahami Sistem Politik Islam. Hanya dengan Islam dan bergabung dengan partai politik Islam yang shahih, potensi gen z akan tersalurkan dengan benar. Kemampuan yang dimiliki digunakan untuk mengupgrade diri menjadi muslim terbaik dengan turut berjuang untuk tegaknya Islam kaffah dan kh1l4f4h.
Saatnya gen z memutar haluan untuk ikut berjuang demi tegaknya Islam kaffah dan khilafah. Dengan mempelajari Islam dan menapaki jalan perjuangan sesuai dengan teladan dari Rasulullah dan para sahabat, gen z tidak akan lagi bisa dibajak oleh Demokrasi. Sebab, aktivitas politik bukan hanya sekedar memilih pemimpin dan mempelajari sistem yang digunakan untuk pemilu. Aktivitas politik versi Islam maknanya luas dan hanya bisa dengan mudah dilakukan dengan berjamah. Wallahu a'lam bi ash-showab.
Via
Opini
Posting Komentar