Opini
Menyikapi TKA di Batam dalam Kacamata Islam
Oleh: Mutiara Hasanah, S.ST.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Batam, kota yang dijuluki sebagai kota industri ini tercatat memiliki jumlah tenaga kerja asing (TKA) mencapai 4.111 orang sepanjang Januari hingga Oktober 2024. Data ini dihimpun dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam. Mencapai 1.368 orang merupakan TKA asal Cina, atau 30 persen dari total TKA yang tercatat di kota ini (metro.batampos.co.id, 4-11-2024).
Dalam berita yang sama, TKA ini menduduki jabatan profesional, yang membutuhkan keahlian pengoperasian alat tertentu dengan teknologi tinggi. Dengan harapan agar mereka dapat melakukan transfer ilmu terhadap pekerja lokal. Namun, harapan ini sepertinya hanya isapan jempol, karena tiap tahunnya angka TKA ini bukan makin menurun, malah meningkat dengan berbagai alasan. Pemerintah daerah hanya melaksanakan arahan pemerintah pusat dimana merekalah yang mempersilahkan TKA untuk masuk ke Indonesia.
Mengapa pemerintah seolah lebih mendukung TKA daripada sumber daya manusia (SDM) lokal? Ada beberapa alasan yang bisa menjelaskan hal ini.
Pertama, karena adanya liberalisasi ekonomi, jumlah TKA semakin meningkat pesat. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang dirilis pada 10 Maret 2023, jumlah TKA di Indonesia pada 2022 mencapai 111.537 orang, meningkat 26,36% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 88.271 orang. Sebagian besar TKA ini berasal dari China. Untuk proyek-proyek besar, seperti proyek Ibu Kota Negara (IKN), pemerintah memberikan berbagai kemudahan untuk TKA, seperti izin tinggal yang bisa berlaku hingga 10 tahun.
Kedua, seringkali pemerintah menyalahkan rakyat sebagai penyebab kegagalan dalam membangun SDM yang berkualitas. Padahal, jika SDM kita masih kurang dalam keterampilan atau semangat kerja, seharusnya negara yang bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas pendidikan dan pelatihan yang memadai agar mereka memiliki kemampuan yang setara dengan TKA. Negara seharusnya memberikan pendidikan yang tidak hanya mencetak tenaga kerja, tetapi juga mencetak pemimpin dan inovator yang bisa membawa kemajuan untuk bangsa ini. Namun, sistem pendidikan yang dikapitalisasi justru membuat banyak orang kesulitan untuk mengakses pendidikan tinggi karena biaya yang semakin mahal.
Ketiga, masuknya investasi asing yang diiringi dengan kedatangan TKA menunjukkan bahwa pemerintah mungkin kurang mampu bernegosiasi dengan investor asing. Seharusnya, jika ada investasi asing, pemerintah bisa menuntut agar mereka juga menyerap tenaga kerja lokal, sehingga memberi dampak positif bagi rakyat.
Pertanyaannya, apakah Indonesia benar-benar membutuhkan investasi asing? Sebab, jika kekayaan alam kita dikelola dengan baik oleh bangsa sendiri, seharusnya kita sudah cukup mampu untuk menyediakan pekerjaan dan mencukupi kebutuhan rakyat.
Dalam Islam, ada beberapa prinsip terkait investasi dan lapangan kerja. Pertama, investasi harus sesuai dengan syariat Islam. Investasi diperbolehkan dalam bidang kepemilikan pribadi, tetapi tidak untuk kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara, karena negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada pihak swasta atau asing. Kedua, negara harus menyediakan pendidikan berbasis akidah Islam untuk seluruh anak bangsa, dan ini harus gratis, karena pendidikan adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Dengan demikian, setiap orang bisa mengembangkan diri tanpa terbebani biaya.
Ketiga, negara harus memprioritaskan proyek pembangunan yang sangat dibutuhkan, seperti pemerataan infrastruktur di seluruh wilayah. Proyek-proyek tersebut bisa dibiayai dari dana Baitulmal (kas negara). Negara tidak perlu bergantung pada investor asing untuk membiayai proyek-proyek ini. Jika dana Baitulmal kurang, negara bisa mengenakan pajak sementara dari orang kaya hingga kekurangan dana tersebut dapat terpenuhi.
Keempat, sebagai pengelola kebutuhan rakyat, negara harus menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi warga negara. Dengan sistem pendidikan Islam yang mencetak SDM unggul, negara dapat memberdayakan rakyat untuk membangun negara dan menciptakan lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam sistem pemerintahan Islam, negara bertanggung jawab penuh untuk mewujudkan kemandirian dan kemakmuran rakyat, bukan hanya menjadi fasilitator bagi kepentingan kapitalis. Negara harus hadir untuk melayani rakyat dan mengutamakan kepentingan mereka. Semua ini hanya bisa terwujud jika sistem pemerintahan Islam diterapkan secara menyeluruh (kafah).
Via
Opini
Posting Komentar