Opini
Nasib Buruh dalam Sistem Kapitalisme
Oleh: Ummu Saibah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Kenaikan upah merupakan momen yang dinanti oleh para pekerja pabrik atau sering disebut buruh. Hal itu karena kalangan buruh memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah, sementara tekanan hidup kian mencekik akibat makin mahalnya biaya hidup. Oleh karena itu kenaikan upah pun menjadi satu-satunya harapan untuk mengurangi beban hidup.
Namun pupus sudah harapan para buruh, karena menurut ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Subchan Gatot menyatakan bahwa merujuk pada PP51/2024 maksimum 0,3, jadi diperkirakan kenaikan upah tahun depan hanya sekitar 3,5 persen. Disebutkan juga bahwa kenaikan upah yang tidak terlalu tinggi membuat perusahaan memiliki ruang untuk tumbuh. Sementara ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam menyebutkan bahwa Indonesia tidak lagi menjadi tujuan investasi utama karena buruh menuntut banyak kenaikan upah (CNBC Indonesia.com, 7-11-2024).
Sistem Kapitalisme Pangkal Kesengsaraan Buruh
Kenaikan upah buruh tahun 2025 diperkirakan hanya sebesar 3,5 persen, itu pun disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan. Hal ini tidak sepadan dengan kenaikan PPN tahun 2025 mendatang yaitu sebesar 12 persen, sementara negara menargetkan penerimaan PPH naik sebesar 13,8 persen dari outlook tahun 2024. Jadi bisa dipastikan bahwa kehidupan buruh ke depan akan semakin sulit diantaranya disebabkan oleh kecilnya kenaikan upah minimum dan tingginya kenaikan pajak.
Upah buruh masih terhitung rendah untuk mencukupi kebutuhan hidup saat ini, apalagi berbagai kebutuhan pokok semakin mahal, pajak terus naik dan biaya hidup lainnya yang juga semakin tak terjangkau, seperti biaya pendidikan, biaya kesehatan, tarif listrik, biaya transportasi dan lain-lain . Sedangkan diberlakukannya upah minimum membuat pekerja atau buruh kehilangan kesempatan untuk mendapatkan upah yang lebih besar, sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
Rendahnya kesejahteraan para buruh tidak lain disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme buruh dianggap sebagai faktor produksi yang keberadaannya sangat mempengaruhi perolehan keuntungan. Artinya keuntungan yang diperoleh para pengusaha berbanding terbalik dengan besarnya faktor produksi. Hal ini memupuskan harapan para buruh sebagai faktor produksi untuk mendapatkan upah di atas upah minimum. Akibatnya buruh hidup dalam keadaan pas-pasan karena gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja.
Kondisi ini sesuai dengan regulasi dalam sistem kapitalisme yang lebih banyak berpihak pada pengusaha dan merugikan buruh. Karena di dalam sistem kapitalisme pengendali utama dari perekonomian maupun politik pemerintahan sejatinya adalah para kapital. Hal ini jelas membuat buruh tidak memiliki posisi tawar tinggi dan akhirnya menjadi pihak yang dirugikan.
Buruh Sejahtera dengan Penerapan Islam Kaffah
Persoalan buruh hari ini tidak akan muncul bila Islam diterapkan secara kaffah dalam setiap lini kehidupan. Islam menetapkan kewajiban negara adalah menjamin kesejahteraan setiap warga negara termasuk juga kesejahteraan buruh.
Oleh karena itu Islam memiliki mekanisme yang tidak dimiliki oleh sistem kapitalisme untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Contohnya Islam mengatur kepemilikan harta menjadi harta yang bisa dimiliki individu, harta milik negara dan harta milik umum. Di dalam Islam haram hukumnya bagi negara untuk menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang merupakan harta milik umum kepada individu apalagi asing. Harta milik umum wajib dikelola oleh negara sehingga manfaatnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat.
Selain itu penerapan sistem ekonomi islam yang tidak berbasis riba, mengatur penyebaran harta merata kepada seluruh rakyat, tidak hanya pada golongan tertentu saja. Dua mekanisme di atas hanya contoh dari banyak mekanisme yang merupakan keunggulan Islam dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Permasalahan upah pun tidak luput dari aturan Islam. Upah disebut juga ijarah, yang didefinisikan sebagai akad atas manfaat dengan pengganti/ kompensasi (slideshare.net, 20-12-2019)
Sedangkan penentuan besarnya upah didasarkan pada manfaat yang diberikan pekerja kepada pihak yang mempekerjakannya, bukan dihitung dari kebutuhan minimal tempat pekerja tinggal. Sehingga pekerja atau buruh mendapat upah sesuai keahliannya bukan upah minimum.
Di sinilah pentingnya keberadaan seorang khubara, yaitu seorang ahli yang bertugas untuk menghitung besaran upah berdasarkan keahlian pekerja. Khubara akan menyelesaikan permasalahan upah antara pekerja dan pengusaha, sampai tercapai kesepakatan di antara mereka. Dipastikan tidak ada pihak yang dirugikan. Khubara bisa berasal dari umum ataupun ditunjuk oleh negara.
Islam menyamakan posisi buruh dan pengusaha, karena buruh juga manusia yang berhak hidup layak. Begitu pula pengusaha yang juga berhak mendapatkan keuntungan. Disinilah peran negara melalui penerapan sistem Islam membuat kebijakan seadil-adilnya untuk kesejahteraan rakyat. Waallahu a'lam bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar