Opini
Nilai Kebebasan Memunculkan Kekerasan Seksual
Oleh: Qomariah
(Muslimah Peduli Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Sistem sosial dan pergaulan di kehidupan masyarakat saat ini tidak memiliki batasan mengenai interaksi antara lawan jenis. Ini dikarenakan sistem yang menganut prinsip kebebasan terhadap setiap individu untuk berbuat sesuka hati mereka.
Bahkan polres Aceh Utara menangkap tiga pelaku pemerkosaan A (14) warga kecamatan Lhoksukon, kabupaten Aceh Utara, Senin (11-11-2024). Kasus ini terungkap setelah ibu korban melaporkan ketiga pelaku ke mapolres Aceh Utara. Ketiga tersangka MF (23), MS (17), dan NM (15).
Kasat Reskrim polres Aceh Utara, AKP Novrizaldi menyebutkan kasus ini terjadi pada (6-11-2024). Awalnya, NM menghubungi korban A untuk diajak jalan-jalan sembari membeli baju baru. Dalam obrolan itu, NM menyebutkan bahwa korban akan dijemput oleh temannya MS. Lalu meminta A untuk memenuhi permintaan MS.
Maraknya kekerasan seksual di lembaga masyarakat, terutama terjadi kepada anak-anak dan kalangan remaja saat ini sangat memprihatinkan. Tentu saja, kasus-kasus serupa merupakan fenomena gunung es. Mengapa kasus ini seakan terus ada dan sulit teredukasi?
Membahas kasus kekerasan seksual, tentu membutuhkan kemampuan kita untuk memahami realitas sosial masyarakat. Di tengah sistem yang menganut prinsip kebebasan, bahwa di dalam kehidupan masyarakat saat ini sistem pergaulannya tidak memiliki batasan mengenai interaksi antara lawan jenis. Bahkan prinsip kebebasan ini telah memberikan celah bagi setiap individu untuk berbuat sesuka hati terhadap lawan jenis, bahkan bisa terjadi pada siapa saja.
Sebab sistem sekuler liberal yang mendominasikan kebebasan dalam bertingkah laku dan pola sikap, bahwa agama tidak boleh mengatur dalam kehidupan umat, sehingga umat saat ini jauh dari ketakwaan kepada Allah Swt.
Prinsip kebebasan bagi setiap individu, dapat memunculkan problem dalam kehidupan sosial masyarakat, sehingga setiap individu bebas mempertontonkan aurat, sedangkan mata para lelaki bebas melihatnya. Sementara itu media juga tidak tinggal diam, dengan konten-konten pornonya. Visualisasi yang membangkitkan syahwat meneror pikiran siapa saja yang melihatnya, sehingga tergerak melakukan perbuatan tidak senonoh. Tentu fakta ini sudah menyebar luas di setiap kalangan masyarakat, baik itu orang tua, remaja maupun anak-anak.
Allah Swt. berfirman dalam (QS. Al- Isra : 32).
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلا
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Meskipun UU mendefinisikan perlindungan pelecehan seksual terhadap anak anak, atas perbuatan yang melanggar "nilai kesusilaan dan kesopanan," tetapi di tengah sistem yang mendewa-dewakan kebebasan, definisi tersebut menjadi elastis. Bahkan menjadikan kasus serupa terus terulang, tidak pernah selesai secara tuntas.
Permasalahan mendasar dari hukum dan sanksi hari ini dalam menyelesaikan kasus kekerasan seksual, tidak berefek jera bagi pelaku. Akhirnya, besar peluang kasus serupa terus bermunculan di tengah masyarakat. Bahkan pelaku kekerasan seksual ini beragam, kadang orang yang tidak dikenal, mereka yang terikat dalam cinta terlarang (pacaran), hingga keluarga terdekat. Tentu, siapapun bisa menjadi korban termasuk para muslimah, di sinilah urgensi memahami Islam sebagai solusi.
Sistem sekuler sesungguhnya, memang ada keinginan untuk menghilangkan kasus kekerasan seksual tetapi negara memberikan jaminan kepada individu untuk bebas berekspresi termasuk mengekspresikan seksualitasnya. Ada juga sanksi yang berlaku bagi para pelaku kekerasan seksual, namun sanksi yang ada tidak berefek jera terhadap para pelaku.
Berbeda dengan sistem Islam, Islam benar-benar menutup celah bagi munculnya setiap problematika umat. Islam menertibkan pergaulan berupa adanya larangan berkhalwat/berduaan dengan lawan jenis, melarang berikhtilat di kehidupan umum, dan memerintahkan seluruh masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjaga kehormatannya dengan menjaga pandangan, serta tidak melihat hal-hal yang terlarang dalam syariat.
Sanksi dijalankan dengan melihat status muhsan atau ghayru muhsan para pelaku. Negara akan menerapkan sanksi berupa dicambuk 100 kali bagi yang belum menikah, dan hukuman rajam bagi yang telah menikah. Adapun bagi fasilitator bisnis syahwat, dapat dikenai sanksi ta'zir, bisa berupa cambuk, penjara, hingga hukuman mati. Dengan sanksi tersebut negara akan membuat jera para pelaku sehingga mereka tidak mengulangi perbuatannya.
Hal terpenting tentu saja mempelajari syariat Islam dan memperjuangkannya agar menjadi sistem kehidupan yang bertakwa. Hanya dengan Islam kita akan terhindar dari kekerasan seksual dan mendapat perlindungan hakiki, insyaallah.
Wallahua'lam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar