Opini
Pengangguran Gen Z Mencapai Titik Kritikal?
Oleh: Ayu Septia
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Di lansir dari Radarjogja.jawapos.com (23-10-2024), angka pengangguran di kalangan gen Z di Indonesia telah mencapai titik kritikal, yaitu sebanyak 9,9 juta orang. Ini berarti sekitar 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun masih belum memiliki pekerjaan stabil. Fenomena ini menimbulkan perdebatan apakah mereka korban ekonomi/beban negara.
Faktor utama terhadap tingginya angka pengangguran di antaranya kesenjangan keterampilan, biaya pendidikan tinggi, perubahan ekonomi dan teknologi, dampak pandemi covid-19. Dampak pengangguran struktural: Masalah kesehatan mental, potensi hilangnya generasi produktif.
Fenomena pengangguran kini telah menjamur bahkan sampai di kalangan gen Z/pemuda. Selain itu generasi sekarang banyak yang terjebak dalam lubang gaya hidup bebas yang menyebabkan pemuda hedonisme, konsumeratif, gaya hidup FOMO. Namun di sisi lain banyak problematika yang terjadi pada gen Z antara lain: penganguran, UKT mahal, kesenjangan sosial, dan lain-lain.
Hal tersebut merupakan indikator kerusakan yang terjadi di kalangan pemuda, tingginya angka pengangguran di sebabkan salah satunya karena biaya pendidikan tinggi. Di samping faktor kerusakan ini dari sistem demokrasi yang berdampak pada sistem pendidikan dan menyebabkan UKT maha sehingga untuk memperoleh pekerjaan sekarang diberlakukan adanya ijazah.
Sementara itu, pelajar yang duduk di bangku perkuliahan hanya orang yang mempunyai uang. Padahal tidak semua orang mempunyai uang karena perekonomian sekarang yang tidak stabil. Orang yang mempunyai uang/kekuasaan makin kaya dan orang dari golongan menengah hingga golongan bawah makin di himpit dengan sistem perekonomian sekarang.
Sungguh miris pemuda saat ini mereka terjebak gaya hidup bebas. Seharusnya hakikat pemuda adalah sebagai agen perubahan bukan kerusakan. Karena potensi yang dimiliki oleh pemuda sangatlah penting. Pemuda harus melek politik agar sadar akan hiruk pikuk akibat diterapkan sistem rusak. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi dengan baik, seperti membuat konten yang berfaedah/ menyebarkan dakwah Islam, menggencarkan opini tentang Palestina, dll.
Problematika ini menunjukkan salahnya penerapan sistem demokrasi berasaskan sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, membuat pemudanya bebas dalam melakukan apapun yang tidak sesuai jalur syara’. Dari pemimpinnya juga salah karena tidak bertanggung jawab dan tidak meriayah rakyatnya dengan suasana keimanan, yang seharusnya menjadi prioritas utama. Seharusnya pemimpin itu bukan menambah masalah, tapi memberikan solusi.
Sudah saatnya kita mengganti sistem dengan sistem yang membawa berkah ke seluruh alam atau yang disebut sebagai Rahmatan lil ‘alamin. Dengan sistem tersebut potensi pemuda disalurkan dengan baik untuk menjadi agen perubahan, dan semua pemudanya bersakhshiyyah islamiyyah alias berkepribadian Islam. Karena sistem Islam mendidik dan membina pemuda sesuai jalur syari’at, dan mewujudakan generasi yang berkualitas.
Di samping itu, Islam juga memberikan lapangan pekerjaan seluas luasnya bagi masyarakat. Karena negara pasti akan mengelola SDA secara mandiri. Maka banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. Sehingga SDM dan lapangan kerja pun stabil.
Oleh karena itu sudah seharusnya seorang muslim memperjuangkan serta mendakwahkan umat agar mereka sadar akan urgensi sistem Islam di tengah tengah umat. Sebab hanya daulah Islam lah yang mampu menyelesaikan problematika dan menyejahterakan umat. Wallahu‘a’lam bishshowab.
Via
Opini
Posting Komentar