Opini
Serba Salah, Guru Dibuat Susah
Oleh: Ummu Fifa
(MIMÙ…_Muslimah Indramayu Menulis)
TanahRibathMedia.Com—Kasus guru bernama Supriyani di Konawe Selatan, menjadi trending topik beberapa minggu ini. Dikabarkan Supriyani harus duduk di kursi terdakwa setelah dilaporkan orang tua siswanya. Aipda Wibowo (orang tua siswa) menuduh Supriyani, guru honorer di SD Negeri 4 Baito, memukul paha anaknya dengan sapu ijuk pada 24 April lalu. Akibatnya tubuh Wibowo, anaknya mengalami luka (www.bbc.com, 1-11-2024).
Kasus Berulang, Mengapa?
Bukan kali pertama, kasus sengketa antara guru-murid yang melibatkan orang tua kerap terjadi dan ada di antaranya menyebabkan cacat fisik. Ironi memang, sebuah negara besar dengan potensi berlimpah, tidak memiliki konsep yang jelas dalam melejitkan potensi generasinya.
Profesi guru sepatutnya memiliki ruang yang luas untuk mengeksplorasi kemampuan peserta didik serta mengarahkannya pada potensi yang tepat. Sayangnya, ketegasan sang guru dalam proses mendidik, kadang disalahartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Terlebih setelah UU perlindungan anak berlaku di negeri ini. Ketidakjelasan cakupan pemberlakuan UU tersebut akhirnya berdampak pada ranah pendidikan.
Bukan berarti UU perlindungan anak menjadi tidak penting. Namun sudah menjadi karakter sistem sekuler bahwa peraturan yang dibuat, lahir dari cara pandang pragmatis terhadap suatu masalah. Maka tak aneh peraturan yang berlaku pun menjadi tumpang tindih dan saling bergesekan dengan sektor kehidupan yang lain.
Pada akhirnya guru menghadapi dilema dalam mendidik siswa. Ketegasan mereka acap kali rentan dikriminalisasi. Guru kehilangan kemampuannya dalam mengantarkan generasi cerdas dan berakhlak. Diperparah pola pendampingan pendidikan orang tua yang tergantikan peranannya oleh gawai. Jadilah fenomena generasi alay, stroberi, sandwich muncul di era dekade terakhir ini.
Di sisi lain ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru dan masyarakat serta negara. Masing-masing memiliki persepsi terhadap pendidikan anak. Akibatnya muncul gesekan antara berbagai pihak termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. Guru pun akhirnya ragu dalam menjalankan tugasnya, khususnya dalam menasehati siswa.
Pendidikan, Alat Pembentuk Kepribadian
Berbeda dengan Islam. Sistem pendidikan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah bersifat baku, dan tidak boleh berubah-ubah. Bergantinya seorang pemimpin, tidak otomatis mengganti pula sistem pendidikannya. Peserta didik bukanlah “kelinci percobaan” yang seenaknya dijadikan ajang coba-coba kurikulum pendidikan.
Dengan landasan akidah Islam, tujuan dari sistem pendidikan adalah untuk mencetak generasi berkepribadian Islami. Pondasi ini ditunaikan mulai dari keluarga, masyarakat dan negara. Islam memandang pendidikan bukanlah sekadar media pentransfer ilmu pengetahuan.
Lebih dari itu, pendidikan merupakan 'alat' pembentuk kepribadian Islami yakni pembentuk pola pikir Islami dan pola sikap Islami bagi peserta didik. Pola pikir Islami berkaitan dengan pemahaman peserta didik terhadap hukum-hukum Islam (wajib, sunah, mubah, makruh dan haram). Sedangkan pola sikap Islami berkaitan dengan perilaku peserta didik yang sesuai dengan hukum Islam di semua aspek kehidupan.
Islam Memuliakan Guru
Orang tua di tengah keluarga wajib menjalankan fungsi pendidikan Islam kepada anak-anak mereka. Pemerintah pun wajib menjalankan sistem pendidikan Islami, juga menerapkan sistem sanksi yang adil dan tegas sesuai hukum dan ketetapan Allah SWT. Disisi lain, masyarakat didorong untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Berawal dari tujuan luhur ini, maka dalam proses pendidikan, Islam sangat memuliakan guru. Sebelum ilmu-ilmu diajarkan kepada peserta didik, pemahaman tentang adab menjadi poin penting yang lebih dulu disampaikan. Selain itu negara juga menjamin guru dengan sistem penggajian yang terbaik, sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan baik pula.
Support system inilah yang akan mewujudkan generasi emas sebagaimana yang tertuang dalam goresan tinta emas sejarah peradaban islam dalam bingkai institusi Islam. Patutnya sejarah peradaban Islam tersebut menjadi petunjuk bagi umat muslim saat ini, terlebih bagi para penguasa muslim.
Petunjuk bahwa hanya Islam sebagai sistem kehidupan yang benar dan lurus, yang mampu melahirkan berbagai kebaikan bagi bangsa dan negara ini.
Allah Swt. berfirman: “Inilah jalan-Ku yang lurus (yakni Islam). Oleh karena itu, ikutilah jalan itu dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain yang bisa mengakibatkan kalian tercerai berai dari jalan-Nya. Yang demikian Allah perintahkan kepada kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-An’am: 153)
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar