Opini
Wacana Kenaikan Upah, Akankah Menemukan Titik Terang?
Oleh : Hifza Al-Jannat
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Belum lama ini Budi Gunawan selaku Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan, meminta pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Ia menilai penetapan upah ini rawan menjadi kebijakan populis pemerintah daerah (tirto.id, 07-11-2024).
Di sisi lain Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian uji materi Undang-undang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah gabungan serikat pekerja lainnya. Putusan MK ini berdampak cukup besar terhadap upah minimum yang akan ditentukan dalam waktu dekat, termasuk perekonomian nasional menurut sejumlah kalangan.
Akan tetapi kalangan pengusaha yang diwakili Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengatakan putusan ini justru “menciptakan ketidakpastian” iklim investasi yang akan membuat investor beralih ke padat modal, dan berhenti berekspansi (BBC News Indonesia, 05-10-2024).
Problematika upah memang menjadi salah satu problematika negeri yang tak kunjung menemukan titik keadilan. Di satu sisi para buruh terus menuntut kenaikan gaji sementara para pengusaha mencipatakan berbagai strategi agar bisa mengupah buruh seminimum mungkin. Logika berpikir seperti ini wajar terjadi dalam sebuah negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Kapitalisme merupakan ideologi batil karena berdiri di atas akidah sekuler paham pemisahan agama dari kehidupan. Aturan-aturan yang lahir dari ideologi tersebut bukan berasal dari agama melainkan orientasi materi semata. Hal ini akan membawa kesengsaraan bagi umat khususnya para buruh.
Kapitalisme berdiri atas dasar tujuan manfaat materi semata, dalam sistem kapitalisme pemilik modallah yang menjadi penguasa sesungguhnya. Sedangkan rakyat dianggap sebagai mesin produksi. Di samping itu kapitalisme juga melahirkan prinsip bisnis dengan modal sekecil-kecilnya untung sebesar besarnya. Sehingga buruh dipandang sebagai faktor produksi yang harus ditekan upahnya untuk keuntungan yang sebesar besarnya. Hal tersebut menjadikan buruh hidup dalam keadaan paspasan atau bahkan minim karena gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Sehingga sekeras apapun mereka bekerja gaji yang mereka dapat tidak bisa melampui standar hidup masyarakat.
Di sisi lain buruh juga harus mengahadapi realita kebutuhan pokok yang serba mahal karena adanya monopoli dan kapitalisasi. Akhirnya rakyat termasuk para buruh di dalamnya terjerat dengan beban hidup yang tinggi sementara gaji tidak mencukupi. Inilah mengapa wajar bila buruh menuntut kenaikan gaji.
Masalah seperti ini tidak akan pernah terselesaikan jika masih dalam kubangan sistem kapitalisme yang mengambil solusi hanya dari keuntungan materi semata.
Dalam Islam masalah buruh, pengusaha, ataupun penguasa memiliki kedudukan yang sama yaitu sebagai hamba Allah ta'ala yang wajib taat pada syariat-Nya. Konsep ini akan menghilangkan kastanisasi antara buruh, pengusaha, dan penguasa sebagaimana yang terjadi dalam kapitalisme, pengusaha ditempatkan pada level yang tinggi karena memiliki banyak materi atau kekayaan sehingga lebih berkuasa, sementara buruh dianggap rendah karena kalah secara materi. Idealnya buruh maupun pengusaha dituntut berbuat adil tidak menzalimi satu dengan yang lain buruh harus menjalankan kewajibannya kepada pengusaha yang telah menyewa jasanya seperti bekerja sesuai kesepakatan tidak boleh berbohong atau curang dan sebagainya. Sementara pengusaha wajib memberi upah sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan.
Dalam Islam upah diatur dengan menyesuaikan manfaat yang pekerja berikan pada pemberi kerja bukan disesuaikan dengan kebutuhan regional minimum. Dengan konsep seperti ini memberikan kesempatan bagi pekerja untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dengan gaji yang didapatkan. Terlebih lagi dalam islam negara wajib mengontrol aktifitas ditengah-tengah masyarakat dan menciptakan lingkungan keimanan yang kokoh sehingga siapapun yang tinggal di dalam wilayah daulah khilafah beraktifitas atas dorongan ketaqwaan serta sadar bahwa perbuatannya di dunia akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat, selain itu negara juga menjamin kebutuhan dasar individu rakyat seperti sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan negara.
Hal ini sebab penguasa dalam Islam yakni Khalifah bertanggung jawab penuh terhadap individu rakyat.
Nabi sallallahu alaihi wasallam– bersabda,
Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْØ¥ِÙ…َامُ جُÙ†َّØ©ٌ ÙŠُÙ‚َاتَÙ„ُ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَرَائِÙ‡ِ ÙˆَÙŠُتَّÙ‚َÙ‰ بِÙ‡ِ
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh dll.).
Wallahualam.
Via
Opini
Posting Komentar