Opini
Gaji Guru dinaikkan, Bisakah Menyejahterakan?
Oleh: Fatimah Nurul Jannah
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Pada puncak perayaan Hari Guru Nasional presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan gaji guru. Kenaikkan gaji guru ASN dinaikkan sebesar 1 kali lipat dari gaji pokoknya. Dan kenaikkan tunjangan guru non ASN sebesar 2 juta per bulan. Pernyataan Prabowo menimbulkan kecemasan dan kegelisahan dari para guru. Karena pernyataan ini dapat dimaknai berbeda-beda dan multitafsir (Detik.com, 30-11-2024).
Semestinya, pemerintah tidak hanya menyejahterakan guru ASN dan non ASN yang tidak lulus sertifikasi. Namun, juga memberi perhatian kepada guru honorer yang kondisinya sangat memprihatinkan. Karena gaji mereka sangat kecil, padahal tidak sedikit dari mereka yang sudah lama berprofesi menjadi guru.
Berkaitan dengan tunjangan, sebenarnya tambahan tunjangan yang diberikan bukan 2 juta, melainkan 500 ribu. Karena para guru telah menerima 1,5 juta sejak 2008. Dan tidak ada kenaikan setelah itu. Tunjangan 2 juta ialah pernyataan yang butuh di klarifikasi.
Benarkah dapat Menyejahterakan?
Kesejahteraan guru tentu tidak dapat terjamin dengan menaikkan tunjangan mereka saja. Harusnya ditambah dengan memberikan gaji yang layak dan pantas sesuai tuntutan biaya hidup saat ini. Fakta menyatakan, banyaknya jumlah guru yang terjerat kasus pinjol, judol, dan mencari pekerjaan sampingan lain. Semua ini dilakukan karena gaji mereka tidak cukup untuk membayar kebutuhan pokok mereka.
Sejatinya, hidup di tengah-tengah penerapan sistem kapitalisme. Kehidupan menjadi terasa sempit dan mencekik. Hal yang sama juga dirasakan oleh para guru. Dalam penerapan sistem kapitalisme hampir seluruh manusia dipaksa menjadi buruh-buruh buruh penghasil uang. Juga menjadi faktor produksi dan faktor pendukung perputaran uang.
Kapitalisme memandang seorang insan yang sepatutnya memiliki kemuliaan dan kedudukan yang tinggi menjadi faktor produksi yang nilainya tak lain seperti budak semata. Begitu juga kedudukan guru hari ini, mereka tidak dinilai sebagai sosok sumber ilmu yang memiliki kedudukan tinggi dan mulia. Dimana jerih payahnya seorang guru yang sepatutnya dihargai dan dihormati. Guru hanya dipandang pekerja semata.
Tak terjaminnya kesejahteraan guru sangat berdampak pada kualitas pendidikan. Pendidikan hari ini tampak tak bermutu dan berkualitas. Dilihat dari generasi hari ini yang hidupnya dipenuhi dengan kesenangan dan keduniawian semata. Orientasi mereka sekadar dunia, seperti tak ada hasrat sedikitpun untuk mencari ilmu apalagi menjadi ahli ilmu. Ilmu tak dianggap perihal urgent yang dibutuhkan dalam menitih kehidupan.
Kesejahteraan Tanggung Jawab Siapa?
Hakikatnya, seluruh persoalan masyarakat ialah tanggung jawab negara. Namun, dalam sistem kapitalisme negara tidak berperan sebagaimana mestinya yaitu sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Negara hanya berperan menjadi regulator dan fasilitator tanpa berperan langsung mengurusi rakyat. Pengelolaan SDA yang seharusnya ada ditangan negara. Seluruhnya diserahkan kepada asing dan aseng. Negara tak bertanggung jawab sedikitpun untuk menyejahterahkan rakyat.
Pandangan Islam
Berbeda dalam pandangan Islam, guru sangat dihormati dan dipandang sebagai perkara yang vital. Pendidikan dianggap memiliki peran yang strategis yang tidak dapat dinilai dengan keuntungan materi belaka. Terkait biaya pendidikan negara yang menjamin sepenuhnya. Sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat. Dan tak ada lagi golongan yang terhalang mengecap pendidikan karena tidak tersedianya biaya.
Memang begitulah sepatutnya, pendidikan diberikan secara cuma-cuma oleh negara kepada rakyatnya. Karena negara dalam Islam tidak hanya sebagai regulator dan fasilitator. Namun, sebagai rain dan periayah (pengurus) segala urusan rakyatnya.
Hal ini sebagaimana hadist Rasulullah saw.
“Imam ( khalifah/ kepala negara) adalah pengurus rakyatnya. Dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyat yang diurusnya." (HR. Bukhori dan Muslim)
Sejatinya, seluruh persoalan umat akan dapat diselesaikan dengan kembalinnya penerapan syariat Islam secara kaffah.
Waallahu a’lam bisshawab
Via
Opini
Posting Komentar