Opini
Kenaikan Tunjangan Guru, Benarkah Meningkatkan Kesejahteraan?
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Sebagai seorang pemimpin negara, Prabowo Subianto akan memberikan tambahan penghasilan sebesar satu kali gaji pokok kepada guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Sedangkan tunjangan untuk guru yang tidak berstatus ASN diberi tambahan menjadi dua juta per bulan. Hal ini, disampaikan pada acara puncak Hari Guru Nasional di Velodrome (detikedu 28-11-2024).
Akan tetapi menurut Satriwan Salim selaku Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) pernyataan Prabowo tersebut memunculkan harap-harap cemas serta multi tafsir bagi para guru ASN. Sehingga beragam reaksi muncul atas berita ini. Faktanya yang memperoleh tunjangan kesejahteraan adalah guru yang telah lolos sertifikasi.
Tentu saja di tengah lesunya perekonomian rakyat kabar kenaikan gaji memberikan angin segar bagi siapa saja yang berharap tambahan pendapatan. Mengingat harga-harga kebutuhan pokok kian melambung tinggi hampir tak terjangkau. Belum lagi BBM naik, pajak tinggi dan lain-lain.
Walaupun begitu apakah kenaikan tunjangan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan para guru atau rakyat lainnya? Pasalnya, kebutuhan pokok sandang, pangan, papan, kesehatan, bahkan pendidikan haruslah ditanggung sendiri oleh individu. Fakta lain, guna menutupi kebutuhannya guru melakukan kerja sampingan bahkan banyak guru terjerat pinjol.
Kesejahteraan rakyat tidak melulu soal gaji dan pendapatan besar serta tunjangan yang diperoleh. Tetapi juga perekonomian negeri yang menghantarkan rakyat pada kesejahteraan.
Apa yang terjadi pada guru erat kaitannya dengan sistem yang mendukung hari ini. Pasalnya guru tak ubahnya seorang pekerja, ilmunya dicukupkan untuk mencetak generasi piawai dalam dunia industri. Sejahtera atau sengsara penguasa tak ambil peduli. Seolah setelah memberikan tambahan tunjangan, terpenuhi semua kebutuhan guru. Padahal jasa guru tak dapat disandingkan dengan bentuk apapun.
Kesejahteraan guru tentunya berkaitan dengan kualitas pendidikan. Guru sejahtera akan bisa menghasilkan kualitas pendidikan yang baik. Dia tidak disibukkan dengan urusan domestik, tidak sibuk jualan, tidak sibuk cari ceperan, karena sudah sejahtera. Meskipun demikian banyak hal lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan: kurikulum, infrastruktur, kualitas guru dan lain- lain.
Sistem kapitalisme menjadikan negara nihil sebagai pengurus (raa'in), hanya mencukupkan sebagai pihak regulator dan fasilitator. Dimana peran negara di cukupkan membuat kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat. Sedangkan beban hidup rakyat yang semakin sulit dibiarkan ditanggung sendiri. Dan yang lebih menyengsarakan rakyat adalah penerapan sistem ekonominya. Di mana SDA yang seharusnya dikelola negara untuk membiayai kehidupan dan mensejahterakan rakyat malah dikelola asing dan aseng atas nama investasi. Alhasil liberalisasi perdagangan, pendidikan dan kesehatan tak ubahnya produk yang diperjualbelikan.
Guru begitu diperhatikan oleh Islam. Karena perannya sangat penting dalam mencetak generasi unggul yang akan membangun peradaban agung. Allah telah memuliakan orang-orang yang berilmu, pun juga bagi para guru. Oleh karena itu kesejahtaraannya tidak boleh diabaikan begitu saja, apalagi hingga mencari nafkah yang tak sesuai bagi seorang guru.
Guru adalah pendidik generasi, penanggung jawab peradaban. Itulah sebabnya kesejahteraannya secara mutlak menjadi tanggung jawab penguasa/kholifah. Kholifah adalah pemimpin yang memberikan kesejahteraan/bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya.
Rasullah saw. bersabda:
“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya penguasa dalam Islam adalah raa'in yang memiliki sifat-sifat penguasa, yaitu memiliki kekuatan dan ketakwaan. Lemah lembut terdapat rakyat, tidak menimbulkan keresahan dihati masyarakat.
Kekuatan yang dimaksud ialah kekuatan kepribadian atau syakhsiyah, yakni kekuatan akal atau aqliyah, jiwa atau nafsiysh. Dengan aqliyah dan nafsiah Islam yang dimiliki, pemimpin akan berpikir dan bersikap sebagaimana layaknya seorang pemimpin.
Begitulah gambaran kesejahteraan pada masa peradaban agung. Guru dan ulama benar-benar dimuliakan. Di samping itu kesejahteraannya pun dijamin seutuhnya, tanpa embel-embel sertifikasi dan tunjangan-tunjangan lainnya.
Dengan demikian sudah seharusnyalah Islam diperjuangkan sebagai sebuah sistem, karena hanya Islam yang memiliki sebuah aturan yang memanusiakan manusia.
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar