Opini
Marak Kasus Jual Beli Bayi, Mengapa Terjadi?
Oleh: Aulia Rahmah
(Kelompok Penulis Peduli Umat)
TanahRibathMedia.Com—Kasus jual beli bayi kembali terungkap. Dua oknum bidan, berinisial JE dan DM yang berkegiatan di Rumah Sakit Bersalin Sarbini Dewi, Tegalrejo, Kota Yogyakarta menjadi tersangka kasus perdagangan bayi. Dari tahun 2010 hingga 4 Desember 2024, keduanya terbukti telah menjual sekitar 66 bayi. Menurut dokumen serah terima, telah terjual 28 bayi berjenis kelamin laki-laki dan sekitar 36 bayi berjenis kelamin perempuan. Sedangkan 2 bayi tidak diketahui jenis kelaminnya.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal 83 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak serta pasal 76F Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 300 juta.
Wadir Reskrimum Polda DIY, AKBP K Tri Panungko menyebut bahwa pelaku memanfaatkan bayi atau anak yang lahir diluar pernikahan untuk selanjutnya ditawarkan dengan modus adopsi secara ilegal. Umumnya, para orangtua yang menyerahkan bayinya kepada JE dan DM mengetahui jika anak mereka dijual kepada orang lain. "Orang tua kandungnya ini memang ingin menjual dengan perantara bidan-bidan ini, karena dia (pelaku) kan punya jaringan," ujarnya. (cnnindonesia.com, 14-12-2024).
Kasus jual beli bayi makin marak terjadi. Berulangnya kasus serupa menandakan adanya problem sistemis. Beberapa faktor penyebabnya, antara lain problem ekonomi. Kemiskinan yang terjadi, membuat masyarakat sekuler yang lemah iman merasa tertekan dengan keadaan. Mereka merasa terdesak dengan beratnya beban hidup. Hal ini membuat fitrah keibuannya rusak sehingga tega menjual buah hatinya sendiri.
Penyebab lain maraknya jual beli bayi adalah karena seks bebas yang menyebabkan banyak terjadinya Kehamilan yang tak diinginkan (KTD). Juga adanya pergeseran nilai kehidupan. Tujuan hidup yang seharusnya untuk ibadah dan memperbanyak amal sholih, di era sekularisme ini tujuan hidupnya hanya untuk mengejar materi dan kebahagiaan semu.
Tumpulnya hukum akibat penerapan aturan buatan manusia, dan abainya negara dalam mengurus rakyat turut berkontribusi menyemaikan pikiran jahat manusia akibat jauh dari nilai-nilai agama (Islam). Terbukti, jual beli bayi oleh oknum bidan di Yogyakarta yang sudah berlangsung selama 14 tahun, baru sekarang ditindak padahal kejahatan sangat merugikan. Jual beli bayi dapat merusak nasab, menjauhkan anak dari orang tuanya. Masa depan anak tidak jelas di tangan orang lain.
Berbagai hal yang menjadi penyebab maraknya jual beli bayi terkait erat dengan penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik dalam semua aspek kehidupan. Kuatnya orientasi atas materi dan kebahagiaan semu telah mematikan hati nurani. Bidan seharusnya berperan dalam membantu membangun keluarga. Faktanya, bidan justru turut meruntuhkan bangunan keluarga.
Keberadaan sindikat penjual bayi hingga membentuk jaringan yang kuat, membuat praktik jual beli bayi tidak mudah diberantas. Dari Surabaya, Bali, NTT hingga Papua, perlu kerjasama berbagai pihak untuk memberantasnya. Aparat penegak hukum pun seolah kalah dengan sindikat pelaku kejahatan yang berlindung dibalik tenaga kesehatan.
Untuk menyelesaikan secara tuntas problem ini, dibutuhkan kesungguhan negara untuk mencari akar masalahnya. Sebab, dengan mengetahui akar persoalan maka akan dapat dirangkai penyelesaiannya. Begitu pula sanksi yang diberlakukan haruslah tegas hingga berefek jera.
Islam menetapkan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk ibadah. Islam membangun manusia menjadi hamba yang beriman dan bertakwa sehingga perilakunya sesuai dengan hukum syarak. Hal ini terjadi mana kala sistem kehidupan yang dijalankan sesuai dengan Islam, termasuk dalam sistem hukum, sistem pergaulan, sistem ekonomi, dan berkeluarga.
Selain itu, kesejahteraan individu per individu oleh negara akan menjaga diri rakyat dari perbuatan mencari harta dari cara yang haram. Begitupula dengan sistem sanksi, jika saksi yang diterapkan secara tegas dan menjerakan, tentu bagi orang yang ingin berbuat kriminal akan berpikir ulang untuk berbuat kriminal.
Wallahu a'lam bi ash-showab
Via
Opini
Posting Komentar