Opini
Potret Buram Guru dalam Sistem Kapitalisme
Oleh: Nazilatul Qodariyah
[Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok]
TanahRibathMedia.Com—Hari guru baru saja diperingati oleh negara ini. Euforia peringatannya dirasakan dari berbagai kalangan mulai dari muridnya, guru bahkan orang tua. Pemerintah pun tidak pernah absen dalam memperingati hari guru setiap tahunnya. Bahkan di tahun ini, peringatan hari guru bertemakan “Guru Hebat Indonesia Kuat”. Artinya, guru memiliki peranan penting dalam membangun negara ini. Namun, hal ini sangat ironi dengan keadaan guru di negeri ini.
Kondisi guru saat ini memang mengkhawatirkan, salah satunya kasus kriminalisasi guru seperti yang terjadi kepada Pak Sambudi, Guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo, diperkarakan oleh orang tua murid pada 2016. Ia divonis penjara 3 bulan karena mencubit muridnya yang tidak sholat berjama’ah. Begitu juga, guru SMAN 7 Rejang Lebong, Zaharman mengalami kebutaan setelah diketapel orang tua murid pada bulan Agustus tahun 2023 lalu karena menegur anaknya yang merokok dan masih banyak yang lainnya (viva.co.id, 1-11-2024).
Selain kriminalisasi, banyak guru yang gajinya di bawah standar bahkan sangat jauh dari kata sejahtera. Seperti yang dialami Bu Wiga Kurnia Putri, guru honorer di Banyuwangi digaji Rp 200.000 per bulan karena biaya SPP muridnya pun sangat murah yakni Rp 5.000 per bulan (Tribunjabar.id, 10-10-2024).
Berdasarkan hasil riset Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) sebanyak 74 persen guru honorer masih digaji di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), karena masih banyak guru honorer yang gajinya di bawah Rp 500.000. Direktur Advokasi Lembaga Riset IDEAS Agung Pardini menyebut gaji guru honorer terendah Indonesia di Banjarnegara, Jawa Tengah. Guru honorer di Indonesia jumlahnya 2,6 juta orang atau 56 persen dari total 3,7 juta orang (news.espos.id, 26/11/24). Jadi, lebih banyak guru honorer dibandingkan guru yang sudah ASN.
Namun, tidak sedikit juga guru yang melakukan perbuatan yang kontradiktif dengan profesinya. Contohnya, seorang guru berinisial H, guru seni budaya di salah satu SMK negeri yang ada di Penjaringan, Jakarta Utara, melakukan pelecehan kepada 11 muridnya saat jam pelajaran (megapolitan.kompas.com, 9-10-2024).
Selain pelecehan, banyak juga perundungan yang dilakukan guru kepada muridnya. Salah satunya sempat viral di media sosial, seorang guru membully profesi petani orang tua salah satu siswanya. Hal ini terjadi di salah satu SMA di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (news.detik.com, 8/10/23).
Belum lagi kasus guru yang terjerat judol dan pinjol, menambah kelam potret buram peran guru saat ini. Dengan kondisi guru seperti ini, bagaimana nasib pendidikan dan peserta didik di negeri ini? Akankah guru bisa sejahtera? Akankah peserta didik mendapatkan pengajaran yang berkualitas? Mampukah para guru mencetak generasi emas?
Kapitalisme Sekuler Biang Kerok Masalah Guru
Sistem kapitalis sekuler menjadi biang kerok masalah yang terjadi pada guru. Ketika guru dikriminalisasi, bisa membuat guru takut memberikan teguran kepada siswanya yang melanggar aturan, sehingga ia tidak akan tegas mendidik muridnya. Akibatnya, siswanya menjadi tidak displin, memiliki akhlak yang buruk bahkan tidak menghomati gurunya.
Ketika guru dihadapkan dengan gaji yang rendah, sekalipun mereka ikhlas mengajar, tapi pengajaran yang diberikan bisa jadi tidak maksimal. Karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka harus mencari pekerjaan sampingan seperti mengajar les atau bimbel, berjualan atau yang lainnya. Begitu juga ketika guru melakukan hal buruk, akan berakibat seperti memberi contoh yang tidak baik buat muridnya.
Oleh karenanya, ketika sistem kapitalis sekuler tetap diterapkan, hanya membuat para guru menderita dan terhina. Padahal, guru adalah tulang punggung pendidikan yang akan menentukan nasib bangsa. Tentunya banyak faktor yang bisa menjadi penyebab banyaknya permasalahan di kalangan guru.
Negara sekuler melahirkan UU yang lemah bersumber dari akal pikiran manusia yang tentu saja terbatas. Salah satu contohnya UU Perlindungan Anak dan UU Guru, yang pada akhirnya saling bertolak belakang. Alih-alih melindungi anak dan guru, UU tersebut malah berpotensi saling menyerang balik.
Sistem sekuler juga menjadikan setiap individu jauh dari agama. Banyak dari para guru, siswa, dan orang tua siswa kesehariannya jauh dari agama sehingga tidak ada kontrol diri mengendalikan emosi. Sistem kehidupan sekuler kapitalisme juga melahirkan individu yang materialistis yang berdampak pula pada tujuannya untuk mengenyam pendidikan. Banyak orang tua menyekolahkan anaknya tujuannya untuk mengubah nasib ekonomi keluarga.
Begitu juga, menjadi guru hanya sebatas transfer ilmu pengetahuan, tidak lagi sebagai pendidik yang mentransfer ilmu pengetahuan, nilai dan kepribadian yang baik. Karena kepribadian baik apa yang akan ditransfer kepada murid-muridnya dengan kondisi gurunya pun tidak memiliki kepribadian yang baik. Pada akhirnya, yang menjadi dasar dalam pendidikan adalah kapitalisme sekularisme.
Peran dan Posisi Guru dalam Islam
Guru merupakan profesi mulia yang seharusnya dijaga muruahnya, karena ia sang pemilik ilmu sekaligus yang memberikan ilmu. Bahkan, banyak dalil yang menggambarkan keutamaan guru di sisi Allah dan Rasul-Nya. Sehingga para murid dan orang tua akan senantiasa memperhatikan adab baik kepada guru maupun pendidikan itu sendiri.
Dalam kehidupan Islam, para guru akan berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Motivasi utamanya dalam mengajar yakni mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya. Karena ilmu yang bermanfaat termasuk amal yang tidak akan terputus. Sabda Rasulullah saw. “Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang mendoakannya” (HR Muslim).
Dengan motivasi ruhiah ini, para guru akan senantiasa meningkatkan kualitas pengajarannya dan berusaha untuk membentuk kepribadian Islam yang mulia pada murid-muridnya. Berbeda jauh dengan pendidikan sekuler yang lebih mengedepankan materi.
Dalam sistem Islam, negara sangat berperan penting dalam pendidikan, termasuk kepada guru-guru. Negara memuliakan profesi guru dan menjamin kesejahteraannya dengan sistem penggajian yang terbaik sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan optimal. Negara juga akan memberikan perlindungan hakiki kepada guru dan murid dengan cara menerapkan aturan Islam secara kafah.
Salah satu contohnya gaji guru pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. sekitar 4-15 dinar per bulan. Pada masa pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid, gaji tahunan rata-rata untuk pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Sedangkan gaji untuk periwayat hadits dan ahli fikih mencapai 4.000 dinar. Dengan harga emas murni yang saat ini sekitar Rp1.500.000 per gram dan berat satu dinar sama dengan 4,25 gram emas, gaji guru saat itu mencapai Rp12,75 miliar per tahun. Sedangkan pengajar Al-Qur’an dan hadis mencapai Rp25,5 miliar per tahun.
Hal ini bisa terjadi karena negara bertanggung jawab penuh dalam pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan didapatkan oleh seluruh rakyat. Pembiayaan sepenuhnya dari negara termasuk semua gaji guru-gurunya. Inilah kegemilangan Islam ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Para guru dan pendidik akan merasakan kesejahteraan jika diterapkan Islam kaffah dalam kehidupan.
Via
Opini
Posting Komentar