Opini
Predator Anak Marak, di Mana Perlindungan Negara?
Oleh: Safiati Raharima, S. Pd.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Kondisi anak-anak makin terancam. Mulai dari kasus pemerkosaan hingga pembunuhan. Kasus terbaru dialami anak perempuan berusia 7 tahun berinisial DCN kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah di Banyuwangi menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan. Peristiwa tragis itu terjadi setelah korban pulang sekolah pada hari Rabu, 13 November 2024 (detik.com,13-11-2024).
Selain di Banyuwangi, Polres Aceh Utara menangkap tiga pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap A (14) warga Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara (regional.kompas.com, 11-11-2024).
Kemudian, seorang petani berinisial MJA (40) yang tinggal di Kabupaten Ende, NTT ditangkap polisi atas dugaan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur berinisial Z (16) (regional.kompas.com, 16-11-2024).
Krisis Ruang Aman Bagi Anak
Anak laki-laki maupun anak perempuan rentan menjadi korban pelecehan seksual. Banyaknya kasus pelecehan seksual saat ini, makin menunjukkan tidak adanya ruang aman bagi anak-anak. Keluarga menjadi lingkungan pertama bagi anak-anak tumbuh berkembang, masyarakat sebagai tempat anak-anak dalam bersosialisasi, negara yang wajib memberikan rasa aman. Namun, saat ini tidak bisa menjadi benteng perlindungan bagi anak. Ruang aman bagi tumbuh kembang anak nyatanya tidak ada. Hal ini mencerminkan sistem kehidupan yang rusak.
Tanda rusaknya sistem kehidupan yaitu manusia tidak mengarahkan potensi naluri dan akalnya sesuai aturan pencipta. Manusia memang memiliki naluri seksual (gharizah nau). Manusia memiliki kemampuan berfikir karena dia mempunyai akal, sebagaimana ia juga memenuhi naluri tersebut. Tetapi, saat ini sistem kehidupan menerapkan paham sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Jadi, manusia dalam memenuhi nalurinya tidak lagi berpikir sesuai aturan Allah Swt.
Manusia dalam berpikir dan beramal lebih didominasi oleh hawa nafsu mereka dan saat ini hal tersebut diklaim sebagai hak kebebasan. Maka muncul orang-orang yang lemah iman dan tidak beradab. Standar interaksi antar masyarakat bukan amar ma'ruf nahi mungkar, namun individualis. Kondisi seperti inilah yang membuat predator anak semakin marak dan menjadikan anak-anak sebagai target dalam pelecehan seksual hingga pembunuhan. Predator anak tidak mungkin muncul begitu saja tanpa ada pemicu (rangsangan).
Saat ini banyak konten porno, pinjol, judol, khamr (miras) dan masih banyak yang lain yang merusak akal manusia yang menyebar di masyarakat. Padahal semua kemaksiatan itu menjadi pemicu manusia untuk melakukan kemaksiatan yang lain, seperti menjadi predator anak.
Negara sekuler saat ini tidak perduli dengan urusan moral, justru membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator anak yang merajalela. Hal ini menunjukkan adanya peran negara yang sangat minim dalam melindungi anak di berbagai aspek. Mulai dari pendidikan berbasis sekuler hingga sistem sanksi yang tidak memiliki efek jera. Jika negara masih menggunakan sistem sekuler, maka anak-anak tidak akan pernah selamat dari predator anak.
Inilah kerusakan, kezaliman dan bahaya penerapan sekulerisme. Sekulerisme menjauhkan fitrah manusia sebagai hamba Allah. Maraknya kasus yang terjadi saat ini seharusnya membuat umat sadar betapa banyak kerusakan yang Allah tunjukkan agar manusia kembali kepada aturan-Nya. Allah telah menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan yang membawa kebaikan dan keberkahan bagi hidup umat manusia.
Solusi Paripurna Mengatasi Kekerasan Seksual Pada Anak
Islam tidak akan pernah memisahkan agama dari kehidupan. Semua hal wajib terikat oleh aturan Allah termasuk peran negara. Penerapan sistem Islam secara keseluruhan diwujudkan dalam bingkai negara Khilafah. Negara sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung) sehingga kehadirannya mustahil tidak perduli terhadap kondisi anak-anak. Sudah menjadi tugas negara dalam menjaga anak-anak sebagai bentuk kewajiban yang syariat perintahkan.
Bentuk penjagaan tersebut dilakukan dengan cara memastikan terpenuhinya kualitas hidup, lingkungan yang baik dan keselamatan generasi dari berbagai bahaya. Termasuk berbagai macam kekerasan dan ancaman keselamatan. Islam memiliki mekanisme untuk merealisasikan cara-cara tersebut. Ada 3 pilar yang ada pada Islam dalam perlindungan terhadap masyarakat termasuk anak. Mulai dari ketakwaan setiap individu, peran keluarga, kontrol masyarakat hingga penegakan sistem sanksi yang tegas dan memiliki efek jera oleh negara khilafah.
Ketakwaan individu akan menjadi kontrol pribadi agar seseorang tidak mudah berbuat maksiat, sebab dia akan menstandarkan mafahim (pemahaman), maqayis (standar), qanaat (keridhaannya) pada hukum syariat. Termasuk pula peran keluarga, Islam mengatur salah satu fungsi keluarga sebagai tempat perlindungan bagi anak. Ayah memiliki peran sebagai qawwam dan ibu sebagai madrasatul ula. Jika keduanya saling bersinergi dan berjalan sesuai perintah syariat Islam, maka anak-anak mendapatkan perlindungan pertama dari keluarga.
Islam memerintahkan kepada umatnya untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran di antara sesama. Hal ini akan menjadi kontrol di masyarakat agar segala bentuk kemaksiatan termasuk predator anak tidak merajalela. Termasuk syariat memerintahkan agar negara hadir sebagai junnah untuk menindak tegas para pelaku kemaksiatan.
Uqubat (sanksi) akan diberlakukan terhadap predator anak. Sanksi dalam Islam bersifat zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa) sehingga para predator anak tidak akan mendapatkan ruang untuk lahir dan berkembang.
Inilah bentuk syariat Islam kaffah yang diterapkan oleh Khilafah untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kemaksiatan.
Wallahu'alam bisshowab.
Via
Opini
Posting Komentar