Opini
Sertifikasi Dai, Untuk Siapa?
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Kisah Sunhaji yang diolok-olok Gus Miftah yang kini masih viral, kabarnya terus menghangat di tengah perbincangan publik. Seperti yang telah diketahui, Gus Miftah menghina penjual es teh di tengah kajian yang tengah berlangsung. Kabar ini pun berujung dengan pengunduran diri Gus Miftah yang menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan dan Pembinaan Sarana Beragama. Pengunduran diri ini diumumkan setelah petisi "Copot Gus Miftah" ditandatangani oleh 318.440 pendukung (sindonews.com, 9-12-2024).
Fenomena ini pun akhirnya menuai pendapat MUI (Majelis Ulama Indonesia) bahwa dai mestinya memiliki sertifikasi. Tidak sekedar asal-asalan menyampaikan materi dakwah (liputan6.com, 6-12-2024). Sehingga mampu menyampaikan teladan terkait adab sesuai dengan ajaran syariat Islam. Senada dengan pernyataan dari MUI, PBNU pun menyatakan hal yang sama. KH. Ahmad Fahrurozy yang biasa dipanggil Gus Fahrur, Ketua Pengurus Besar PBNU, menyatakan sebetulnya sertifikasi telah dilakukan namun hanya sebatas di lingkup PBNU. Karena belum ada kejelasan regulasi yang ditetapkan oleh negara (kumparan.com, 6-12-2024).
Refleksi Sekularisme
Simpang siur dan polemik juru dakwah dan materi dakwah saat ini terus menjadi hal yang krusial. Bagaimana tidak? Setiap lembaga dan organisasi memiliki standar sendiri tanpa ada aturan jelas dari negara. Alhasil standarnya kian bias dan tidak jelas saat materi dakwah disampaikan ke masyarakat secara umum. Alih-alih ingin menyadarkan masyarakat namun hasilnya jauh dari harapan. Karena dai yang menyampaikan sama sekali tidak fokus pada visi misi syariat Islam.
Banyak ditemui di dalam tubuh masyarakat, kajian-kajian yang hanya menyentuh nafsiyah. Tanpa membahas sisi politis dan ideologis Islam. Wajar saja, pemahaman Islam pun akhirnya hanya setengah-setengah. Jalan praktisnya, sertifikasi dijadikan cara praktis untuk menjembatani masalah ini.
Di sisi lain, materi dakwah yang kini banyak menyampaikan nafsiyah, justru disampaikan oleh juru dakwah yang kurang kompeten. Semua ini tidak lepas dari pemahaman sekular yang kini diadopsi. Adab dan akhlak sama sekali tidak diperhatikan saat menyampaikan materi dakwah. Sayangnya, semua masalah ini hanya dianggap candaan. Jelas, sikap tersebut merupakan refleksi dari sikap sekular yang anti agama. Sikap yang menjauhkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Kehidupan dijalankan sekadarnya, sesuka hati, tanpa menjadikan aturan agama sebagai panduan.
Materi dakwah begitu mudahnya dijual dengan harga duniawi yang murahan. Terkait proses sertifikasi dai, pasti membutuhkan biaya administrasi dan aturan berbelit agar mampu terbit secarik bukti sertifikasi. Biaya ini pun akhirnya menjadi modal bagi para dai untuk melegalkan pematokan tarif dakwah. Karena faktanya, saat akan menyampaikan dakwah harus memiliki bukti sertifikasi yang tidak gratis. Akhirnya juru dakwah dijadikan profesi yang menjanjikan. Tarif dakwah dipatok dengan sejumlah rupiah. Hingga akhirnya keikhlasan para dai dalam menyampaikan syariat Islam pun semakin luntur dan hilang. Keingintahuan masyarakat terkait aturan agama justru ditunggangi juru dakwah yang tidak bertanggung jawab. Pemahaman masyarakat pun kian diselewengkan dengan ajaran-ajaran layaknya sampah yang jauh dari konsep syariah. Memprihatinkan.
Sungguh, inilah masalah kronis yang dialami masyarakat. Masyarakat membutuhkan pemahaman yang sempurna terkait ajaran Islam. Bukan sekularisasi yang melahirkan keburukan dan kezaliman.
Pandangan Islam
Lisan yang baik merupakan cara praktis untuk melihat adab, akhlak dan pemahaman seseorang terkait syariah Islam. Karena adab dan akhlak yang baik merupakan hasil proses pemahaman terkait sempurnanya ajaran Islam.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sungguh, setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS. Al-Isra': 53)
Islam yang diterapkan sebagai sistem pengaturan akan menetapkan syariah sebagai satu-satunya aturan sempurna yang mampu mengatur segala bentuk pola pikir dan pola sikap. Sehingga semua yang dilahirkannya sesuai fitrah alamiah manusia sebagai makhluk.
Terkait dakwah Islam, seluruh masyarakat membutuhkan pemahaman komprehensif dan ajaran yang terintegrasi sempurna. Dalam sistem Islam, dakwah merupakan salah satu konsep dasar pendidikan Islam dengan satu asas yang jelas yakni akidah Islam. Akidah tersebut mengajarkan keimanan yang akan membentuk sikap ketundukan dan ketakwaan. Sikap inilah yang akan menghantarkan individu pada ketaatan dan kerendahan hati.
Dalam sistem Islam, sertifikasi dai menjadi hal yang tidak urgent. Karena konsep pendidikan yang berbasis akidah Islam telah menjadi satu paket ajaran yang akan menancapkan pemahaman mendalam dan cemerlang. Konsep syariah Islam yang menyeluruh dengan kerangka kebijakan yang amanah mengurusi edukasi umat, akan melahirkan pengemban dakwah yang amanah menyampaikan hukum-hukum syariah. Tidak hanya itu, keteladanan para pengemban dakwah pun menjadi potret luar biasa bagi umat. Sehingga edukasi dapat berkesinambungan dengan proses yang jelas. Segala bentuk mekanisme ini hanya mampu didukung oleh kebijakan negara yang bijaksana dan amanah mengurusi urusan rakyat.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya."(HR. Bukhori)
Inilah metode dan strategi edukasi dalam tatanan Islam. Segala bentuk strategi ini hanya mampu diwujudkan dalam sistem Islam berinstitusikan khilafah. Satu-satunya wadah yang menjaga kekuatan akidah umat. Sehingga mampu menjadikan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamiin yang mengokohkan Islam sebagai panduan kehidupan.
Wallahu'alam bisshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar