Opini
TPPO Berkedok Magang, Pembajakan Potensi Mahasiswa
Oleh: Umi Hanifah
(Sahabat Tanah Ribath Media).
TanahRibathMedia.Com—Sejumlah mahasiswa yang magang di luar negeri menjadi korban eksploitasi. Mereka bekerja dengan jam yang melampaui batas normal. Niat untuk menambah skill sebelum lulus justru terjerat dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dunia pendidikan tinggi Indonesia kembali terguncang. Sebanyak 1.047 mahasiswa Indonesia dari 33 kampus diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang di Jerman. Program magang tersebut disebut masuk dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan dapat dikonversi menjadi 20 satuan kredit semester (SKS). Setelah ditelusuri, program tersebut bukanlah magang, melainkan ferienjob yang meliputi kerja fisik paruh waktu saat musim libur. Adapun tujuan Jerman memberlakukan ferienjob adalah untuk mengisi kekurangan tenaga kerja fisik (Kompas.com, 25-3-2024).
Ironi pendidikan yang harus mendapatkan perhatian serius. Pendidikan sejatinya salah satu pilar kuat lemahnya sebuah bangsa. Jika masyarakat tidak mendapatkan pendidikan yang layak tentu menjadi indikasi lemahnya negara tersebut, mudah di setir dan di jajah negara lain. Saat ini lndonesia termasuk negara dengan tingkat pendidikan rendah, tingginya angka putus sekolah, mahalnya biaya pendidikan, dan menggangap tidak penting sekolah yang penting bisa bekerja dan mencari uang menjadi beberapa penyebab pendidikan kurang di minati.
Fakta juga berbicara bahwa hari ini pendidikan gagal mencetak generasi handal dalam menyikapi tantangan zaman. Mereka diarahkan untuk memenuhi permintaan perusahaan, potensi para pemuda dibelokkan sekedar mendapat secuil materi atau mereka sebenarnya hanyalah pekerja sedangkan keuntungan besar tetap diraup oleh para oligarki. Inilah bentuk pembajakan atas nama pendidikan.
Tak dipungkiri pendidikan yang bercorak kapitalistik menjadikan pendidikan berbiaya mahal karena negara sebagai regulator dengan mudah memberikan jalan kepada swasta untuk mengelolanya, sebagaimana dikeluarkannya UU BHP. Negara berlepas tangan untuk menyediakan pendidikan murah dan berkualitas, tentu saja pendidikan tidak lagi punya orentasi mencetak para ahli namun beralih pada pencapaian materi, pendidikan tak ubahnya bisnis yaitu untung apa rugi.
Selain masalah di atas, saat ini para generasi mudah terjerumus dalam sindikat narkoba, bullying, bundir, zina, tawuran, perampokan, pembunuhan, dan sederet masalah pelik lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa, sistem kapitalisme justru menjadi penyebab generasi nir kualitas, sekali lagi bukti bahwa sistem ini salah dan harus segera di ganti dengan sistem yang mampu melahirkan generasi emas.
Pendidikan adalah hak dasar semua masyarakat yang harus disediakan negara dengan murah bahkan gratis dan berkualitas. Karena negara yang diwakili oleh seorang Khalifah ibarat penggembala yang mengurus gembalaannya agar sehat dan selamat.
Rasulullah saw. sebagai kepala negara telah mencontohkan dengan membebaskan tawanan perang Badar satu orang dengan mengajarkan 10 anak untuk bisa baca dan tulis. Hal itu menunjukkan bahwa pendidikan adalah hak bagi rakyat dan wajib negara menyediakan dengan gratis serta berkualitas.
Dengan sikap amanah, pemimpin menjalankan kebijakan yang terbaik bagi rakyatnya. Maka, apa saja yang terkait dengan pendidikan seperti sarana olah raga siswa, gedung, peralatan penunjang KBM, laboratorium, gaji guru, dan apa saja yang terkait dengan pendidikan akan diperhatikan agar semuanya berjalan dengan maksimal dan bisa melejitkan potensi siswa.
Kurikulum pendidikan yang dijalankan harus berbasis akidah islam, yaitu membentuk anak punya kepribadian lslam sehingga mereka akan terhindar dari perbuatan yang melanggar syariat. Selain itu anak juga dibekali dengan ilmu terapan untuk bekal hidup ketika berada di tengah-tengah masyarakat, seperti cara menjahit, mengolah bahan makananan alternatif, membuat obat herbal, mekanik, dan lainnya.
Untuk menjaga profesionalitas dan bentuk memuliakan guru, mereka diberikan gaji dengan nilai yang sangat besar. Pada masa Khalifah Umar bin Khathab gaji guru sebesar 15 dinar, jika di rupiahkan setara 60 juta perbulan. Saat Hakam bin Abdurrahman an-Nashir menjadi Khalifah mendirikan Universitas Cordova yang mampu menampung ribuan mahasiswa muslim dan non-muslim secara gratis. Demikian juga pada masa Dinasti Utsmaniyyah, Khalifah Muhammad II juga menyediakan pendidikan secara gratis di Istanbul. Ia bahkan membangun sekolah-sekolah beserta asrama siswa yang lengkap dengan kamar tidur dan ruang makan. Dan sejarah telah mencatat para ilmuwan-ilmuwan besar muslim seperti Ar Razi, Abbas Ibnu Firnas, Al-Khawarizmi, Ibnu Sina dan lain-lain yang lahir dari universitas tersebut.
Saat itu pula banyak anak-anak orang Barat dan Eropa yang menimba ilmu di Perguruan Tinggi lslam di Andalusia yang kemudian hari memunculkan semangat Renaissance di Eropa.
Untuk mewujudkan pendidikan bermutu tentu didukung dengan orang-orang yang capabel dan tidak menjadikan pendidikan ladang bisnis. Para pemimpin berparadigma bahwa tugas mereka melayani bukan membebani, mereka ingin kelak di akhirat ringan hisabnya dan takut neraka jika mengabaikan amanahnya.
Dari pelayanan pendidikan yang mudah, gratis, dan berkualitas tentu saja lahir generasi tangguh dan siap mempimpin masa depan peradaban agung. Negara luar tidak akan mendapat kesempatan untuk membelokkan potensi generasi lslam atas nama magang, fereinjob, dan lainnya karena mereka paham hanya dengan menjalankan pendidikan islam hidup bahagia dan mulia.
Allahu a’lam.
Via
Opini
Posting Komentar